Jumlah Spesimen Tes Covid-19 Berbeda dengan Jumlah Orang yang Tes Covid-19

Edukasi122 Dilihat

“UPDATE 27 Mei: 14.313 Spesimen Dites Covid-19, Lampaui Target Jokowi.” Ini judul berita di kompas.com, 27 Mei 2020.

Jumlah spesimen, 14.313, yang dites Covid-19 dari tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sd. 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB benar, tapi jumlah spesimen itu tidak sama dengan jumlah orang (warga) yang jalani tes Covid-19 pada waktu yang sama. Tes Covid-19 terhadap spesimen swab dengan  metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Tes  Cepat Molekuler (TCM).

Pada Infografis COVID-19 tanggal 27 Mei 2020 yang dipublikasikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melalui situs covid19.go.id jelas tertera jumlah kumulatif spesimen sejak tanggal 2 Maret 2020 sampai tanggal 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sebanyak 278.411.

Sedangkan jumlah spesimen yang dites Covid-19 dari 2 Maret 2020 sampai tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sd. 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sebanyak 264.098.

Itu artinya terjadi penambahan spesimen tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sampai tanggal 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sebanyak 14.313 (278.411 – 264.098).

  1. Jumlah Spesimen yang Dites Berbeda Jumlah Orang yang Tes Covid-19

Sedangkan jumlah kumulatif orang yang jalani tes Covid-19 sejak tanggal 2 Maret 2020 sampai tanggal 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB adalah 195.518. Sedangkan jumlah kumulatif orang yang jalani tes Covid-19 sejak tanggal 2 Maret 2020 sampai tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB adalah 188.302 sehingga ada tambahan 7.216 orang (195.518 – 188.302)

Sumber: covid19.go.id

Maka, yang tes Covid-19 dari tanggal 26 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sampai tanggal 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB sebanyak 7.216 orang bukan 14.313 karena ini jumlah spesimen.

Di gambar di atas ada boks UJI PCR ada keterangan ‘Spesimen’ dan ‘Orang’ sehingga jelas berbeda jumlah spesimen yang dites dengan jumlah orang yang jalani tes Covid-19. Pada 27 Mei 2020 disebutkan SPESIMEN 278.411 dengan penambahan 14.313 serta ORANG 195.518 dengan penambahan 7.216.

Tidak jelas apakah yang diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tes sebanyak 10.000 itu untuk spesimen atau orang setiap hari? Kalau yang diminta Presiden Jokowi itu adalah jumlah orang yang jalani tes Covid-19 bukan jumlah spesimen yang dites Covid-19, maka sepanjang 1 Mei 2020 — 27 Mei 2020 belum ada yang menyentuh angka 10.000 (Lihat Tabel).

Dok Pribadi

Dalam berita disebutkan: Maka, total spesimen Covid-19 yang telah diperiksa yaitu sebanyak 278.411 spesimen. Ini benar, tapi dalam berita tidak ada informasi tentang jumlah orang yang jalani tes Covid-19 dengan metode PCR dan TCM sejak tanggal 2 Maret 2020.

Jumlah orang yang menjalani tes Covid-19 melalui spesimen swab dengan metode PCR dan TCM mulai tanggal 2 Maret 2020 sd. 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB mencapai 195.518 dengan hasil positif sebanyak 23.851. Ini sama dengan 12,2 persen.

Lagi pula Pasien dalam Pengawasan (PDP) berkali-kali tes spesimen swab dengan metode PCR untuk memastikan virus sudah tidak ada di dalam tubuhnya. Itu artinya satu orang bisa beberapa kali diambil spesimennya untuk tes Covid-19.

Jika dihitung secara proporsional jumlah warga yang jalani tes Covid-19 dengan 1 juta populasi dengan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2020 sebanyak 271.066.000, maka angka proporsinya adalah 721. Angka ini dalam tiga digit yang hanya ada di negara-negara miskin di Afrika dan Amerika Latin.

2. Kepatuhan Warga Terhadap Aturan PSBB Sangat Rendah

Di kawasan ASEAN proporsi tes per 1 juta populasi (urutan berdasarkan jumlah kasus positif Covid-19) adalah: Singapura 57.252, Indonesia 721, Filipina 2.809, Malaysia 16.085, Thailand 5.380, Vietnam 2.828, Myanmar 374, Brunei 42.666, Kamboja 1.102 dan Laos 806 ( worldometers.info/coronavirus).

Tingkat kepatuhan warga Indonesia terhadap protokol kesehatan WHO, seperti selalu pakai masker, jaga jarak, hindari kerumunan, dll. sangat rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN tingkat kepatuhan warga Indonesia terhadap protokol kesehatan WHO yang paling rendah.

Bahkan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah juga tidak sepenuhnya dipatuhi warga. Buktinya, tiap hari ada warga yang melawan aturan PSBB. Bahkan, pemerintah sendiri memberikan izin untuk angkutan umum darat, KA, laut dan udara dengan berbagai alasan sebagai pembenaran. Padahal, hal ini sama saja melonggarkan PSBB.

Dok Pribadi

Memang, ada syarat ‘surat bebas corona’, tapi ini pun menyesatkan karena ‘surat bebas corona’ bukan vaksin. ‘Bebas corona’ jika hasil tes Covid-19 dengan spesimen swab metode PCR atau TCM negatif hanya berlaku sampai tes. Setelah tes, dalam hitungan jam atau hari, bisa saja ybs. tertular Covid-19. Apalagi dengan rapid test yang hasilnya bisa reaktif atau nonraktif palsu ‘surat bebas corona’ tidak jaminan.

Disebutkan ‘surat bebas corona’ dengan tes metode PCR atau TCM berlaku 7 (tujuh) hari. Ini benar-benar tidak masuk akal karena dalam tujuh hari ada risiko tertular Covid-19. Begitu juga dengan ‘surat bebas corona’ dengan rapid test berlaku 3 (tiga) hari juga konyol karena dalam hitungan jam setelah tes bisa saja tertular corona.

Tampaknya, pemerintah ‘gembira’ dengan laporan kasus harian Covid-19 yang ‘landai’. Padahal, ini terjadi karena jumlah warga yang jalani tes Covid-19 dengan metode PCR dan TCM juga sedikit. Pada periode 1 Mei — 27 Mei 2020, misalnya, jumlah warga yang tes Covid-19 setiap hari antara 2.562 (terendah) dan 8.595 (terbanyak).

Dengan kondisi jumlah warga yang jalani tes Covid-19 dengan metode PCR atau TCM  sangat sedikit hasil tes tidak bisa jadi patokan pandemi. Apalagi proporsi tes per 1 juta populasi juga sangat rendah (Kompasiana, 27 Mei 2020). *

Tinggalkan Balasan