Menggapai 20 Juta Wisman yang Ditargetkan Jokowi

Wisata313 Dilihat

IkonWonderful Indonesia” tidak ampuh untuk memasarkan pariwisata nasional di luar Yogyakarta dan Bali karena di banyak daerah tujuan wisata (DTW) termasuk 10 DTW baru yang dicanangkan Presiden Jokowi tidak ada ‘hospitality’ (keramahtamahan) yang alami.

Itu artinya target Jokowi mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara (Wisman) ke Indonesia bisa ‘gatot’ (gagal total). Padahal, Presiden Jokowi sudah menetapkan 10 DTW baru di luar Yogyakarta dan Bali sebagai pendukung target 20 juta Wisman pada tahun 2019. “Saya sudah janjian dengan Menpar. Awas loh ya 2019. Saya targetkan angka. Kalau enggak ketemu, ya… ganti,” kata Jokowi sambil tertawa di Makassar (cnnindonesia, 26/11-2016).

Lihat saja kasus yang baru terjadi (12/6-2018) di Labuan Bajo, Pulau Flores, NTT. Seorang turis Perancis diperkosa oleh pemandu wisata lepas. Ini jelas iklan buruk dan busuk yang menenggelamkan DTW itu. Apalagi nanti pelaku hanya dihukum ringan, maka bencana pun akan melanda karena berita itu akan tersebar luas ke dunia yang membuat turis takut ke Labuan Bajo. Kejadian ini bertolak belakang dengan keramahan yang ditawarkan (Baca juga: Pariwisata, Adakah “Hospitality” di Danau Toba dan DTW Lain Selain di Bali dan Yogyakarta?).

Kasus-kasus pemerkosaan terhadap Wisman di Labuan Bajo itu bukan yang pertama.

Tahun 2013 seorang turis Australia  LKT, 28 tahun, jadi korban pemerkosaan dan perampokan di Villa Damais, Jalan Bumbak Nomor 189, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (27/4/2013) pukul 04.00 Wita (surabaya.tribunnews.com, 24/6-2018)

Masih di Bali tahun 2017, seperti dilansir Tribun Bali, CM (21), wisatawan asing asal Swiss, melaporkan tiga pemuda lokal yakni I Made YU (21), I Gede KK (24), dan I Gede RS (27) ke Polsek Nusa Penida, karena mahasiswa itu tidak terima jadi korban perkosaan tiga laki-laki itu (surabaya.tribunnews.com, 24/6-2018).

Tahun 2018 turis Denmark diperkosa di  di Pulau Nyang Nyang, Desa Pasakiat Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Kejadian pada tanggal 24/4-2018 (surabaya.tribunnews.com, 24/6-2018).

Bisa jadi kasus-kasus kejahatan seksual bagaikan fenomena gunung es. Yang dilaporkan hanya sebagian kecil karena berbagai alasan. Biar pun tidak dilaporkan bisa saja informasi tentang kejahatan seksual tsb. merebak di pusat-pusat informasi pariwisata mancanegara.

Kejahatan seksual yang merupakan kejahatan terhadap harkat dan martabat manusia jadi kabar tidak baik bagi pariwisata nasional yang gaungnya ke seluruh dunia. Kalau ada pelaku yang mengatakan karena pengaruh miras, maka hukumannya lebih berat yaitu perkosaan berencana.

Salah satu dari 10 DTW baru adalah Danau Toba di Sumatera Utara. Kecelakaan kapal di danau itu bisa juga jadi kabar buruk bagi wisatawan. Apalagi kecelakaan terakhir menyisakan duka karena 200 penumpang terkubur bersama kapal di dasar danau. 

DTW baru lain adalah: Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Pulau Morotai di Maluku Utara, Kepulauan Seribu di Jakarta, Tanjung Lesung di Banten, Borobudur di Jawa Tengah, Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur. Tanpa aktivitas pariwisata yang khas akan sulit bagi DTW ini menarik wisatawan.

Selain kejahatan seksual, kecelakaan transportasi,  kriminalitas lain pun sering terjadi. Pencopetan sampai perampokan. Yang paling sering terjadi adalah pelecehan seksual secara verbal dan nonverbal. Jangankan dengan cara berpakain Wisman seperti Bali, cara berpakaian Wisman di Yogyakarta yang lebih sopan pun akan jadi sasaran pelecehan di daerah lain.

Baca juga: Mewujudkan Pariwisata Indonesia sebagai “ASIA Landscape” 

Tampaknya, perlu edukasi yang berkesinambungan di DTW di luar Yogyakarta dan Bali tentang sikap keseharian dalam menerima wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Tanpa edukasi yang komprehensif akan sulit mengharapkan ‘hospitality’ sebagai bagian dari pelayanan.

Masalah harga minuman, makana, souvenir dan jasa pun jadi masalah besar karena tidak ada standar. Bahkan, banyak tempat yang tidak mencantumkan daftar menu, harga dan tarif jasa. Kondisi ini jelas bisa merugikan wisatawan nusantara dan mancanegara.

Baca juga: Daftar Menu dan Harga Penting dalam Pariwisata dan Jangan Tipu Lagi Wisatawan dengan Harga yang Tidak Pasti

“Wonderful Indonesia” juga tidak fantastis karena semua negara wonderful. Apanya yang wonderful?

 Alam? Di negara lain juga ada alam yang wonderful.

Cara Malaysia mempromosikan negaranya sebagai tujuan wisata sangat realistis yaitu ‘Truly Asia’. Padahal, tidak semua unsur Asia ada di Malaysia. Dengan tagline ini Malaysia dikunjungi 20 juta turis tiap tahun.

Sedangkan di Indonesia banyak objek wisata yang tidak ada di banyak negara Asia dan merupakan bagian dari budaya global, seperti candi dan subak.

Tagline atau ikon promosi pariwisata Indonesia patut juga dievaluasi agar lebih menggigit dan menunjukkan identitas khas Indonesia. Misalnya, dengan ikon Asia Landscape.

Sedangkan infrastruktur, seperti jalan raya, jalan tol, pelabuhan dan bandar udara ke DTW sudah jadi bagian dari program pemerataan pembangunan Jokowi.

Dengan cara-cara seperti sekarang, apakah target Jokowi bisa tercapai? Jawabannya terpulang kepada DTW di luar Yogyakarta dan Bali (Kompasiana, 26 Juli 2018)

*Jakal Km 5.6, Yogyakarta, 26/7-2018

Tinggalkan Balasan