Ada Dangdut dan Kasidahan di Buenos Aires
Plaza de Mayo merupakan jantung nya kota Buenos Aires. Lapangan yang konon sudah ada sejak jaman pra kedatangan bangsa Eropa di daratan sebelah selatan benua Amerika ini memang menjadi tempat favorit untuk warga Buenos Aires bermain, berkumpul, bercengkerama dan juga sekalian berdemonstrasi.
Pada saat kunjungan saya ke Plaza ini dengan naik Subte linea D dan turun di Estacion Catedral, hari sudah senja walau jam baru saja menunjukkan sekitar pukul 5 sore. Maklum, di bulan-bulan musim dingin, matahari memang malas terbit dan lebih cepat tenggelam di belahan bumi bagian selatan ini. Namun suasana di Plaza de Mayo masih cukup ramai dan semarak.
Yang menarik perhatian adalah banyaknya spanduk yang menyatakan protes terhadap kebijakan pemerintah Argentina terhadap para veteran perang Malvinas. Tentu saja masih dalam rangka memperingati 30 tahun perang yang telah mengukir sejarah kekalahan Argentina terhadap Inggris yang menamakan kepulauan itu Falkland Islands, sementara Argentina menamakannya Islas Malvinas
Somos, Los exsoldados, negados, olvidados, estafados. Nada ni Nadie, lograra callarnos. Oh Juremos luchar hasta morir.
Demikian salah satu spanduk yang ditulis dengan cat berlumuran darah warna merah pada kain putih. Artinya kira-kira, Kami para mantan tentara. Dianggap tiada, dilupakan, ditipu. Kami bukan siapa-siapa juga bukan apa-apa. Kami mampu diam. Oh kami bersumpah untuk berjuang sampai mati.
Saya terus berjalan meninggalkan Plaza de Mayo dan tertarik dengan alunan musik yang berasal dari sepotong jalan di belakang Museo de Cabildo y Revolucion de Mayo. Yang menarik adalah iramanya yang akrab mirip dangdut dan kasidahan. Mula-mula saya mengira saya salah mendengar karena irama musik di Argentina umumnya berirama Latin yang riang.
Dengan rasa penasaran, saya pun mendekati tempat itu. Ternyata di sebuah jalan yang ditutup untuk arus lalu lintas, didirikan sebuah panggung besar dan ratusan kursi pun disediakan untuk penonton. Saya perhatikan tema acara ini yang judulnya Buenos Aires Celebra. Sedangkan di atas panggung sedang bermain irama musik timur tengah nan rancak dan menggoda. Selain pemain musik, beberapa penari dengan pakaian khas padang pasir juga menari dengan riangnya. Sementara di sebuah sudut jalan, pada sebuah tiang tertera sebuah bendera Argentina dan bendera Suriah.
Ketika lagu selesai, para penonton yang kebanyakan berwajah ke Arabia dan tentu saja penduduk Buenos Aires dan sebagian lagi para wisatawan pun bertepuk tangan dengan riang. Pembawa acara pun kemudian berbicara d alam bahasa Spanyol yang memperkenalkan lagu, dan penari berikutnya yang akan naik panggung.
Ternyata sore itu sedang diadakan semacam acara persahabatan Argentina dengan Suriah yang diadakan oleh penduduk Argentina keturunan timur tengah. Mereka mengadakan hiburan musik dan juga bazaar sebagai tanda keprihatinan atas gejolak politik yang saat ini terjadi di Suriah.
Saya terus berjalan melihat kios-kios berbentuk tenda putih. Banyak dijual barang-barang seperti T shirt dengan gambar menandakan persahabatan Argentina dengan negara-negara timur tengah. Ada yang bergambar Lebanon, Suriah, Palestina, Irak dan negara-negara lainnya. Salah satunya berjudul Al din, Dimask Artesianas Arabes.
Selain itu, juga terdapat beberapa kios yang menjual makanan khas Timur Tengah seperti kebab, sawarma. Yang cukup menggugah hati adalah tulisan pada sebuah kios yang berbunyi “Siria es el Corazon latente del Arabismo. Como puede sobrevivir el dcuerpo sin Corazon” yang artinya “Suria adalah jantung dunia Arab. Bagaimana tubuh dapat terus hidup tanpa hati?
U Saya terus berjalan dan sempat bercakap-cakap dengan seorang penjaga stan. Seorang wanita beretnis timur tengah yang mengaku ayahnya berasal dari Suriah namun dia sendiri lahir di Argentina. Saya sempat pun berbicara dalam bahasa Spanyol ketika menanyakan harga sebuah T-Shirt bergambar bendera Suriah dan Argentina. Namun saya mendapat harga khusus ketika saya kemudian melanjutkan dengan bahasa Arab dengan wanita yang ramah itu.
Malam kian larut namun lagu dan tarian terus menggema dan menghibur sebagian masyarakat Buenos Aires. Saya pun kembali menuju Plaza de Mayo untuk kemudian menuju Estacionsubte. Namun hati saya tetap tertinggal di sini, tepat di tengah pusat ibukota Argentina. Kota yang selalu kusebut dengan Mi Buenos Aires Querido atau Buenos Aires ku yang tercinta.
Buenos Aires