Senandung “Don’t Cry for Me Argentina” di La Recolita
“Don’t cry for me Argentina,
the truth I never left you,
all through my wild days, my mad existence,
I kept my promise, don’t keep your distance!”
Ini adalah lagu yang pernah sangat populer di akhir tahun 1970-an dan lirik lagu ini pula yang membawa saya mengunjungi Cementerio de La Recoleta yang merupakan pemakaman paling terkenal di Buenos Aires.
Berdasarkan peta kota Buenos Aires yang saya miliki, pemakaman ini terletak di belakang Buenos Aires Design yang di dalamnya kebetulan terdapat restoran tematik Hard Rock Café. Ketika mencari pintu gerbangnya, saya ternyata salah mengambil arah sehingga harus berjalan mengelilingi pemakaman ini melalui Jalan Vicente Lopez.
Akhirnya saya menemukan pintu gerbang berwarna putih yang dihiasi empat buah pilar gaya Yunani yang memberikan kesan megah.
“Requiescant in Pace” tertera di atas pintu gerbang ini seakan-akan mendoakan penduduknya agak beristirahat dalam damai.
Sebelum masuk melalui pintu gerbang ini saya sempat melihat-lihat di halaman depan dan menemukan sebuah patung dan juga sebuah papan keterangan dari “Hacienda Buenos Aires” tentang pemakaman ini.
Keterangan yang ditulis dalam bahasa Spanyol, Inggris, dan Portugis ini menceritakan sedikit mengenai sejarah pemakaman yang diresmikan pada 17 November 1881 ini.
“Buenos Dias”, demikian tegur sapa petugas kepada saya, dan kemudian saya pun masuk ke dalam setelah menanyakan apakah perlu bayar atau gratis. Setelah benar gratis maka saya pun menuju ke sebuah ruangan di sebelah kanan.
Ternyata ini adalah sebuah kapel kecil yang di dalamnya terdapat sebuah patung marmer Yesus Kristus.
Sebelum pintu masuk juga terdapat sebuah papan pengumuman mengenai “Visitas Guiadas Gratuitas” atau Tur Gratis dengan Pemandu. Ada jadwal tur baik dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan juga Italia disertai waktu dan tempat berkumpul. Namun saya lebih suka melihat-lihat tempat ini sendirian saja sambil menikmati suasana pemakaman yang cukup ramai dikunjungi wisatawan mancanegara ini.
Begitu memasuki kompleks pemakaman, terlihat sekali kemegahan “Kota Orang Mati” ini, karena bentuk makam yang mirip dengan bangunan atau rumah yang dihiasi ornamen baik berbentuk patung dan hiasan lainnya. Di pemakaman ini kita bisa mengunjungi mausoleum orang-orang kaya dan juga terkenal dalam sejarah Argentina.
Tujuan utama saya adalah mencari Makam Evita Peron yang terkenal karena sebuah lagu “Don’t Cry for me Argentina”. Karena itu, saya mencoba mencari letak makamnya berdasarkan sebuah prasasti yang berisi nama dan alamat makam.
“Aqui descansan quienes nos preceden en el camino de la vida. Es en lugar respectable, que debe ser respetado”,
demikian tertulis di pojok kiri atas prasasti ini. Artinya kira-kira, di sini terbaring mereka yang telah mendahului kita di dalam perjalanan hidup. Ini adalah tempat terhormat, yang karenanya harus dihormati
Saya mencoba mencari nama Evita Peron, namun tidak dapat menemukannya. Karena itu saya pun hanya mengikut arus dan berjalan-jalan di sekitar pemakaman yang di sebagian tempat ada kerumunan turis, sementara di tempat lain nampak sangat sepi.
Saya menyusuri lorong-lorong dan secara tidak sengaja menemukan mausoleum Carlos Pellegrini, yang kebetulan namanya diabadikan pada nama sebuah jalan di pusat kota Buenos Aires.
Carlos Pellegrini ternyata mantan Presiden Argentina di akhir abad ke 19 yang pada sekitar tahun 1890-an berhasil mengendalikan negeri ini keluar dari krisis keuangan dan kemudian menjadi salah satu negeri yang makmur sampai tahun 1930-an sehingga kota Buenos Aires pun terkenal dengan julukan “Paris of the South”.
Saya terus mengembara dan menyaksikan berbagai macam jenis makam dari orang-orang penting ini. Hiasan yang paling banyak adalah bentuk malaikat bersayap dan juga tanda-tanda berbentuk salib. Namun tidak sedikit juga berbentuk patung lengkap dengan pakaian kebesaran militer dari yang empunya makam.
Namun saya masih penasaran belum menemukan makam Evita. Di sebuah persimpangan jalan saya sempat bertanya kepada seorang petugas.
“Donde esta Evita?”
Sang penjaga kemudian berbicara dalam bahasa Spanyol yang sangat cepat dan menunjuk ke suatu arah. Saya pun mengikuti petunjuk tersebut namun akhirnya tetap tidak dapat menemukan makam Evita.
Akhirnya di sebuah tempat saya pun mencoba bertanya lagi kepada seorang petugas setengah baya yang sedang bersandar pada sebuah makam. Kali ini dia memberikan jawaban yang jelas.
” Familia Duarte, uno dos tres a la derecho”.
Jawabnya sambil menunjuk ke depan memberi saya arahan bahwa saya harus berjalan tiga blok kemudian belok kanan dan harus mencari nama Familia Duarte.
Pantas saya tidak menemukan nama Evita Peron dalam daftar nama di prasasti, ternyata Nama lengkap nya adalah Maria Eva Duarte de Peron dan dalam daftar dimasukkan dalam nama keluarga Duarte.
Setelah belok kanan tidak sulit menemukan makam ini karena adanya kelompok turis dengan seorang pemandu dalam bahasa Inggris yang kebetulan berkunjung.
Selain itu di dinding makam terdapat banyak karangan bunga yang diletakkan menunjukkan bahwa Evita memang sering dikunjungi baik oleh turis maupun rakyat Argentina yang masih mengaguminya.
Pada dinding makam ada banyak terdapat plakat bertuliskan pujian dan kenangan buat Evita dalam Bahasa Spanyol.
“Evita Peron. 1952 28 de Julio 1952“, demikian tertera di atas plakat yang menegaskan tanggal kematian Evita.
“no me llores perdida ni lejana
yo soy parte esencial de tu existencia
todo amor y dolor me fue previsto
cumpli mi humilde imitacion de cristo
joven anduvo en mi senda que la siga
sus discipulas”
Demikian lah kalimat yang tertulis, di mana kalimat pertama dapat diartikan sebagai “Janganlah menangis karena kehilangan ku karena aku tetap dekat denganmu”. Mungkin dari sinilah inspirasi lagu Don’t Cry for me Argentina berasal.
“Tempat ini bukan merupakan tempat makam pertama bagi Evita” demikian keterangan pemandu yang saya coba sedikit mencuri dengar. Ternyata kehidupan Eva Peron memang sangat tragis. Dia berasal dari keluarga miskin dan kemudian pindah ke kota metropolitan Buenos Aires ketika berusia 15 tahun dan bertemu dengan Juan Peron pada 1944 yang kemudian menjadi Presiden pada 1946.
Evita menjadi istri kedua Juan Peron. Ketika Juan menjadi presiden inilah Evita sangat berkuasa dan banyak membuat kebijakan yang sangat populis dan menguntungkan rakyat miskin. Karena itu dia sangat dicintai rakyatnya.
Namun Evita tiba-tiba meninggal pada usia yang sangat muda yaitu 33 tahun di tahun 1952 saat masih menjadi first lady Argentina. Dan Argentina pun berkabung karenanya.
Jenazahnya kemudian dibalsam dengan tujuan akan dibangun sebuah mausoleum yang megah. Namun kemudian Juan Peron pun dijatuhkan dari kekuasaannya pada 1955 sehingga jenazah ini kemudian sempat menghilang selama lebih 16 tahun. Akhirnya jenazah diketemukan di suatu tempat di Italia pada 1971 dan kemudian diterbangkan ke Spanyol di mana Juan Peron sedang berada dalam pengasingan.
Ketika Isabel Peron – Istri ke tiga Juan -menjadi Presiden, jenazah Evita dikembalikan ke Argentina, sempat disandingkan dengan jenazah Juan Peron untuk kemudian dikuburkan di pemakaman Recolita ini.
Setelah puas mengembara di Recolita, saya meninggalkan pemakaman sambil merenung kisah tragis jasad yang harus bertahun-tahun menderita sebelum menemukan tempat peristirahatannya di sini.
Di La Recolita, di Buenos Aires
Buenos Aires, Mei 2012