Gagal Paham (KMAC – 14)

Perihal Paham

 

Catatan Thamrin Dahlan

  • Kritik dibilang Sirik
  • Peduli dibilang Benci
  • Menginformasikan dibilang Sok Tau

Walaupun terdengar hampir sama di telinga orang justru Saham lebih nyaring suaranya dibanding Paham apalagi Waham. Tidak bisa disalahkan karena Saham  menjadi incaran. Manusiawi bersikap sedemikian rupa bersebab Saham berkaitan erat dengan uang dan secara langsung berhubungan dengan hajad hidup orang banyak (kaya).

Orang kecil (ok) tidak tertarik membicarakan tentang apa itu Paham.  Demikian pula wong cilik (wc) mana mereka paham apa itu Waham.  Justru mereka protes kalau di sebut sebagai WC dan pasti senang gembira ria di gelari OK.

Lain pula dengan Waham,  Berdasarkan penelusuran  di mbah gugle di jelaskan bahwa Waham adalah salah satu gejala perilaku yang berhubungan dengan kejiwaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan : waham/wa*ham/ n keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika; sangka; curiga.

Awak mencoba menyusun satu kalimat terkait 3 kosa kata tersebut.  Seseorang anak manusia selaiknya Paham bahwa Saham bukanlah segalanya dalam kehidupan di dunia kecuali bagi oknum yang memiliki Waham, dia mempunyai anggapan bahwa kalau tidak punya Saham maka dia belum paham tentang kehidupan.

Ya sudah biarlah Saham dan Waham berjalan sendiri sendiri atau berkolaborasi tidak terlalu penting  untuk dijadikan  pembahasan dalam artikel ini. Beberapa hari lalu awak mendapat kiriman satu tulisan tentang Paham dari sahabat seperjuangan dokter S Budi Siswanto. Setelah dibaca dan direnungkan posting tersebut kita semakin paham betapa selama ini tidak mampu membedakan makna hakiki dari Paham, Kurang Paham, Salah Paham dan Gagal Paham.

Oleh karena itu atas seizin pemilik ilmu paham awak kutip secara lengkap artikel tersebut yang bertajuk   Kopi Pagi ( Urip Knowledge Sharing ) Secangkir Ilmu Paham. Tentu semua ini dilakukan dalam rangka berbagi Ilmun Pengetahuan (science) dan sesuai pula dengan kode etik keilmuan dalam hal penyebaran Ilmu pengetahuan.  Artinya  sumber tulisan wajib dicantumkan agar terhindar dari dakwaan plagiat.

Tingkat terbawah dalam ilmu itu adalah paham.  Ini wilayah kejernihan logika berfikir dan kerendahan hati. Ilmu tidak membutakan, malah menjadikannya kaya.  Tingkat ke dua terbawah adalah kurang paham. Orang kurang paham akan terus belajar sampai dia paham.  Dia akan terus bertanya untuk mendapatkan simpul simpul pemahaman yang benar.

Naik setingkat lagi adalah mereka yang salah paham.  Salah paham itu biasanya karena emosi dikedepankan, sehingga dia tidak sempat berfikir jernih. Dan ketika mereka akhirnya paham, mereka biasanya meminta maaf atas kesalah-paham. Jika tidak, dia akan naik ke tingkat tertinggi dari ilmu itu.

Nah, tingkat tertinggi dari ilmu itu adalah gagal paham. Gagal paham ini biasanya lebih karena kesombongan. Karena merasa berilmu, dia sudah tidak mau lagi menerima ilmu dari orang lain. Tidak mau lagi menerima masukan dari siapapun (baik itu nasehat  dan lain lain ), atau pilih-pilih hanya mau menerima ilmu (nasehat) dari yang dia suka saja,  bukan mengkaji ilmu (apa) yang disampaikan, tapi lebih mempertimbangkan siapa yang menyampaikan?

Kondisi pancaindera orang Gagal Paham Tertutup hatinya.  Tertutup pula akal pikiran, pendengaran dan logika. Ia selalu merasa cukup dengan pendapat sendiri. Parahnya lagi Dia tidak menyadari bahwa pemahaman-nya yang gagal itu, menjadi bahan tertawaan orang yang paham. Dia tetap dengan dirinya, dan dia bangga dengan ke-gagal paham-annya. Sikap seperti ini sudah masuk ke wilayah Waham

Kenapa posisi Paham ada di tingkat terbawah dan Gagal Paham di tingkat yg paling tinggi ? Apa tidak terbalik ? Orang semakin paham akan semakin membumi, menunduk, merendah. Dia menjadi bijaksana, karena akhirnya dia tahu, bahwa sebenarnya banyak sekali ilmu yang belum dia ketahui, dia merasa se-akan2 dia tidak tahu apa-apa.

Dia terus mau terima ilmu, darimana-pun ilmu itu datangnya.  Dia tidak melihat siapa yang bicara, tetapi dia melihat apa yang disampaikan. Dia paham. Ilmu itu seperti air, dan air hanya ngalir ke tempat lebih rendah.  Semakin merendah-kan hatinya, semakin tercurah ilmu kepada-nya.

Sedangkan waham Gagal Paham itu ilmu tingkat tinggi. Seperti balon gas yang berada di atas awan. Dia terbang tinggi dengan kesombongan. Memandang rendah ke-ilmu-an orang lain yang tak sepaham dengan-nya, Dan merasa akulah kebenaran.  Masalahnya dia tidak mempunyai pijakan kuat, sehingga mudah ditiup angin tanpa mampu menolak dan menunggu saat balon gas meletus.

Seseorang Gagal Paham sering berubah arah, tanpa kejelasan yang pasti. Akhirnya dia terbawa ke-mana mana sampai terlupa jalan pulang, tersesat dengan pemahamannya dan lambat laun akan dibinasakan oleh kesombongan.  Dia tidak akan mengakui ke-gagal paham-annya, dan tidak ada penyesalan yang sangat dalam.  Inilah posisi penyakit Waham stadium akhir.

Jadi yang perlu diingat, akal akan berfungsi dengan benar, ketika hatimu merendah. Ketika hatimu meninggi maka ilmu jugalah yang akan membutakan si pemilik akal. Ternyata di situlah kuncinya.  Lidah orang bijak, berada didalam hatinya, dan tidak pernah melukai hati siapapun yang mendengar, tetapi hati orang dungu, berada di belakang lidahnya, selalu hanya ingin perkataannya saja paling benar dan harus didengar.

Ilmu itu open ending.  Makin digali makin terasa dangkal. Jadi kalau ada orang yang merasa sudah tahu segalanya, berarti dia sejatinya tidak tahu apa_apa.  Sebaliknya orang Gagal Paham terlihat dari sikap dan ungkapan bernada aneh.  Kalau kita melakukan kritik dia bilang kita sirik.  Apabila kita peduli terhadap seseuatu dia bilang kita benci. Anehnya lagi ketika kita menyampaikan Informasi benar bukan hoax kita di dakwa Sok Tau. Cape deh.

Paling tidak setelah memiliki Ilmu Paham, kita akan tergelak tertawa atau minimal tersenyum ketika menyaksikan debat di Televisi. Biasanya debat berada di kisaran Ipoleksosbudhankam (idelogi, politik, ekonomi, social budaya dan pertahanan keamanan) dengan pembicara Pakar atau yang mengaku pakar. Sobat pasti mampu mendiagnosa siapa dari peserta debat itu dalam kategori : Paham. Kurang – Paham, Salah – Paham dan juga di oknum si Gagal — Paham dengan cara memperhatikan gestr tubuh.  Apabila Narasumber terlihat ngotot dang acap menggunakan kosa kata Pokoknya maka itulah ciri ciri orang Gagal Paham

Point yang ingin awak sampaikan disini adalah supaya kita paham sepaham pahamnya apa yang dibicarakan.  Tujuannya agar  terhindar dari sikap salah paham dan gagal paham. Itu saja. Berbagi ilmu pengeahuan adalah satu kewajiban antar sesama umat manusia sebagai buah dari belajar dalam pengajaran.  Bukankah nenek moyang kita menganjurkan agar manusia terus belajar.  Tuntutlah ilmu dari mulai buaian sampai ke liang lahat.

 

Salamsalaman

TD

Tinggalkan Balasan

2 komentar