Pikun Stadium 1

Menjadi tua adalah kepastian.  Tidak perlu diperdebatan seiring semakin lama hidup dialam dunia.  Fakta tak terbantahkan bahwa pada periode lanjut usia terjadi penurunan fungsi tubuh.  Penurunan kemampuan anatomi fisiologi terutama dirasakan pada panca indra.

Mau apa lagi, pasrah sembari berupaya menahan agar penurunan fungsi tubuh itu tidak men sensara kan badan dan pikiran dan merepotkan keluarga.  Kali ini awak lebih fokus pada salah satu penurunan fungsi tubuh pada daya ingat. Bolehlah dikatakan kosa kata Pikun.

Benar juga dikatakan Prof Reni Hawadi Akbar bahwa kepikunan itu adalah suatu keniscayaan. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini  menegaskan sejatinya kepikunan itu sebenarnya sudah termaktub pada Al. Qur’an.  Mari kita sejenak mengaji  melihat dan membaca Surah Yasin Ayat 68 (36:68)

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Dan Barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalika dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?

Ukuran panjang umur untuk orang Indonesia bolehlah dihitung ketika tiba usia  60 tahun.  Lebih tepat masuk usia pensiun di usia 58.  Bisa jadi Pemerintah berpatokan di usia 60 tahun  memang sebaiknya beristirahat. Istirahat menikmati kehidupan tenang dengan uang pensiun, beribadah dan memperbanyak silaturahim.

Jangan lagi diberi beban pikiran dan tanggung jawab besar.  Resikonya  tahu sendiri, terjadilah kesalahan kesalahan beruntun karena kemampuan nalar beransur menurun. Akibatnya terjadi kerugian pada diri sendiri dan tentu organisasi tempat dia memaksa mengabdi.

Terus terang awak secara pribadi sudah merasakan penurunan fungsi fisiologi terutama daya ingat dan reflek anatomi tubuh. Daya ingat itu pada sisi mengingat nama.  Aneh juga ya ketika bersua dengan sahabat lama. Wajahnya masih teringat tetapi ketika soal nama , Masya Allah sudah banget mengingatnya.

Jadi inikah namanya pikun stadium 1 (satu). Tak perlu dipersoalkan soal stadium ini bersebab awak memakai untuk diri sendiri.  Bisa jadi para ahli telah menetapkan stadium pikun itu pada skala 1 sampai 3.  Tentu lengkap dengan gejala gejala jelas per stadium yang terjadi pada perubahan ekmampuan hidup  lansia.

Baiklah.  Kepikunan itu ringan terasa hampir setiap hari.  Terutama terkait kaca mata atau benda benda kecil yang acap dipakai seperti kunci, pena pinsil, buku serta alat kebutuhan pribadi. Contoh paling jelas terkait kacamata yang menjadi alat terpenting.  Baru saja meletakakan benda itu dalam hitungan detik, awak sudah seperti kehilangan. Dimana tadi meletakkan si kaca mata. Masya Allah.

Sering juga terjadi hal hal seperti ini.  Satu lagi kepikunan terkait rencana yang terlintas diakal pikiran.   Tiba tiba sekali lagi dalam hitungan detik ide atau pekerjaan yang akan dilakukan hilang secara ghaib. Apakah sobat lansia merasakan hal seperti ini kah ?

Sebenarnya awak sudah memiliki obat adequat untuk melawan kepikunan tarutama terkait daya ingat.  Lupa, itu wajib dilawan dengan cara ampuh yaitu eksekusi.  Awak menamakan eksekusi yaitu ketika teringat akan melakukan sesuatu, maka segera eksekusi, jangan tunggu, kerjakan secepatnya.

Kalau tidak langsung di eksekusi, susah sekali,  memboster daya ingat dengan satu pertanyaan.

“apa ya tadi yang akan awak lakukan ?”

Obat mujarab ini sebenarnya cukup ampuh.  Terkadang berhasil terkadang tidak,  Namun bersyukur alah bisa karena terbiasa, Lebih banyak berhasilnya. Bisa jadi inilah satu anugrah Illahi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang agar para lansia tahu diri, maka banyaklah mengaji.

Awak  teringat Ibunda tercinta Almarhumah Hj Kamsiah binti Sutan Mahmud. Pada usia 90 tahun Mamak demikian kami anak cucu memanggilnya masih bisa mengenali seluruh wajah apalagi nama anak dan cucunya. Luar biasa.  Ternyata tidak Ibunda tidak terlanda penyakit tua bernama pikun itu.

Rahasianya hanya satu.  Mengaji.  Mamak embaca Ayat ayat suci Alqur’an setiap saat. Secara ilmiah memory permanent Ibunda Tercinta selalu di up grade.  Refresh, bersih tidak ada pikiran masa lalu mengganggu daya ingat Mamak. Alhamdulillah pembelajaran mempertajam dan mempertahankan daya ingat itu intinya adalah Literasi.

Literasi dimaknai sebagai 2 kegiatan tak terpisahkan.  Membaca dan Menulis. Alhamdulillah awak merasakan upaya memperlambat tibanya kepikunan stadium 3 dengan menokohkan diri sebagai Penggiat Literasi.  Inilah panggilan atau sebutan baru Thamrin Dahlan.

Tentu ada sebab musabab mengapa awak memilih sebutan Penggiat Literasi. Kamis, 25 Maret 2021 Mbak Dewi Savitri mengundang untuk menjadi Nara Sumber pada webinar Ngaji Online Alumni Kajian Timur Tengah Psikologi Islam Universitas Indonesia.

Tentu saja erasa tersanjung,  siap laksanakan ibarat seorang prajurit mendapat perintah komandan.

“Pak Thamrin mau disebut sebagai apa?”

Waduh,  ini dia pertanyaan Mbak Dewi yang tidak bisa dijawab seketika. Awak memang penulis, dosen, penerbit buku, ketua kaum petokayo, mantan polisi dan lain lain sebutan lain termasuk panggilan Pak Haji di lingkunagn masjid dan di WAG Terbitkan Buku Gratis. Adalagi panggilan spesial Haji Sidieq dan Sutan Sati dilingkungan keluarga dekat.

Inspirasi datang setika.  Alhamdulillah bersyukur karena judul paparan bertemakan Buku Muara Tulisan, seketika awak menjawab pertanyaan Mbak Dewi yang akan bertindak sebagai Moderator diacara meeting virtual itu. Tanpa keraguan via Hp awak sedikit teriak

” Penggiat Literasi”

Alhamdulillah, saking senangnya mendapat satu panggilam yang sangat pas dengan  pekerjaan sekarang yaitu menerbitkan buku ber ISBN tanpa biaya. Baik sodara sahabat dan teman teman seprofesi mari kita saling memanggil nama dan sebutan sebagai Penggiat Literasi. InshaAllah pada pada masanya sebutan itu menjadi Pejuang Literasi dan mungkin sampai ke sebutan terhormat Pahlawan Literasi.

Salam Literasi

BHP, 270321

YPTD

 

Tinggalkan Balasan