Semua orang pernah merasakan panik sehebat apapun dia. Panik datang seketika tanpa disangka berkaitan sesuatu yang datang tidak terduga.

Itulah pengalaman depan benda modern bernama Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Suatu ketika awak (saya) bersegera ke salah satu mart (supermarket) di kawasan Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur.

Pasalnya sepagi itu beringsut keluar rumah. Tujuan ingin menunaikan janji ke tukang koran. Bayaran langganan harian Republika sudah telat sehari. Katika itu awak tidak memegang uang tunai.

Proses mengambil uang lancar-lancar saja.  Namun ketika mengambil struk transaksi, awak kaget seribu kaget. Pada lembaran kertas putih tersebut tercetak saldo rekening Bank, kok tinggal seratus lima ribu rupiah.

Padahal menurut perhitungan, seharusnya saldo masih cukup banyak untuk keperluan keluarga / rumah tangga sebulan ke depan. Panik. Ada apa denganmu wahai ATM? kenapa ada perbedaan perhitungan diantara kita?

Untunglah suasana panik hanya berlangsung 47 detik. Ternyata, struk ATM itu milik pelanggan sebelumnya.  Itupun disadari  setelah meneliti nomor Rekening Bank.

Yes lega. Gegara (akibat) struk ATM yang tertinggal tidak ambil seorang (pun) empunya sebelumnya.  Jadilah lansia panik semua karena terburu buru .  Kurang Tenang.  maklum perihal uang , man.

Setelah membuang kertas putih kecil penyebab duka, awak mengambil struk yang kemudian baru keluar sesuai giliran.

Alhamdulillah, dana sisa nan (yang) tertulis sesuai dengan saldo. Untuk memastikan, maka dilakukan lagi transaksi di ATM. Hanya sekedar menyakinkan “ketik saldo”, maka dilayar terpampang jumlah uang sesuai di struk.

Panik beberapa detik di depan ATM.  Bisa jadi peristiwa seperti ini  mungkin terjadi pada siapa saja. Oleh karena (itu), ada baiknya kisah nyata ini dipublikasikan di media sosial agar pengalaman panik empat puluh tujuh detik bermanfaat adanya bagi khalayak.

Selain itu ada tujuan kedua, yaitu mengikuti petuah guru mulia. Jauh berjalan banyak dilihat. Banyak dilihat banyak ditulis. Sesungguhnya, setiap tulisan memiliki roh ketika di publikasi melalui jaringan dunia maya.

Tujuan ketiga, dalam kapasitas seorang jurnalis bergiat setiap hari menulis. Menulis ibarat mengkonsumsi vitamin agar tetap sehat jiwa raga.

One day one posting or more bermuara pada penerbitan buku. Insha Allah, buku demi buku terbit .  Buku adalah muara tulisan.  Penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) siap memfasilitasi.

  • Salam-salaman
  • YPTD

Tinggalkan Balasan