Memiliki Kartu BPJS : Untuk Jaga Jaga

Bagaimana Nanti Saja

Tidak seperti negara negara maju lainnya,  pada umumnya masyarakat Indonesia belum begitu paham akan manfaat dan pentingnya Asuransi.  Bisa jadi persoalan ini muncul karena penghasilan rata rata rakyat Indonesia belum begitu besar sehingga tidak cukup untuk menyisakan dana tersebut untuk iuran asuransi.

Seringkali keluar ucapan “gimana nanti saja” ketika pihak asuransi menawarkan polis untuk keikutan – sertaan dalam jaminan kesehatan. dan juga  jaminan kematian, jaminan kecelakaan atau jaminan harta benda lainnya. Insurance minded memang belum melekat di budaya rakyat seiring dengan kondisi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.

Gimana  nanti aja merupakan pendapat umum warga yang membuat kita miris.  Rakyat menganggap apa yang akan terjadi di kemudian hari urusan belakang terutama masalah sakit. Tentu rakyat mengiringi doa semoga tidak terjadi musibah yang menyangkut penderitaan sakit atau kehilangan harta benda.

Ketika musibah yang tidak diharapkan dan tidak terduga itu benar benar terjadi maka mereka bingung.  Darimana mendapatkan dana guna  menbiayai pengobatan. Dalam kondisi seperti ini Pemerintah harus hadir.  Sesuai Amanat UUD 45 dimana tanggung jawab terhadap masalah pendidikan dan kesehatan rakyat menjadi tugas utama Pemerintah berkuasa.

Tampaknya  rakyat berserah diri kepada keadaan atau yang lebih tepat rakyat pasrah.  Pasrah ketika kedua masalah pokok  kesejahteraan itu pada suatu saat menghampiri mereka. Rakyat pasrah swaktu salah satu anggota keluarga jatuh sakit dan memerlukan perawatan.

Jalan pintas ditempuh  meminjam uang ke tetangga atau ke rentenir.  Upaya lain juga sering dilakukan meminta belas kasihan Rumah Sakit agar diberi keringanan biaya sembari menyodorkan Surat Keterangan Tidak Mampu dari Pak  Lurah.

Kondisi faktual masyarakat miskin. Boro boro menyisakan dana asuransi,  untuk biaya makan sehari hari saja tidak cukup. Asuransi masih dianggap barang aneh bin mewah bagi sebagian besar rakyat Indonesia.

Inilah kendala utama yang di hadapi Manajemen Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSKes) ketika menggaungkan Program Pemerintah dalam upaya memecahkan permasalahan kesehatan rakyat miskin. Tentu saja permasalahan ini merupakan tantangan bagi BPJS Kesehatan untuk diatasi melalui upaya sosialisasi terus menerus agar rakyat bersedia menjadi peserta BPJS.

Tanggung Jawab Pemerintah

Pemerintah nampaknya sadar akan permasalahan pokok rakyat terkait kesehatan. Melalui Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang kemudian ditindak lanjuti dengan UU Nomor 24 Tahun 2011 di bentuk satu Lembaga Negara yang langsung berada di bawah Presiden yang diberi nama BPJS. Disana ada BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Setelah melalui persiapan panjang maka BPJS Kesehatan mulai di canangkan 1 Januari 2014 sebagai bentuk peleburan dari  Askes. Tentu saja BPJS wajib meluaskan jaringan pelayanan kesehatan bekerjasama dengan Rumah Sakit dan Poliklinik.

Publik BPJS Kesehatan terdapat peningkatan jumlah Rumah Sakit dan Poliklinik yang melayani peserta BPJS. Berdasarkan Data dan fakta distribusi fasilitas kesehatan sudah hampir  merata menyebar di seluruh Indonesia.  Pelayanan tingkat pertama sampai pada pelayanan tingkat rujukan. Selain instusi kesehatan milik pemerintah pusat/daerah, pihak TNI/POlri dan rumah sakit /poliklinik swasta pun telah terdaftar sebagai sentra pelayanan peserta BPJS Kesehatan.

Sebelum ada, Peserta Askes  hanyalah Pegawai Negeri Sipil dan Personil TNI/Polri serta Pensiunan.  Iuran bulanan langsung dipotong dari gaji/dana pensiun.

Merujuk kepada tujuan mulia meningkatkan derajat kesehatan rakyat maka BPJS berupaya merekrut seluruh warga negara Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan. Pekerjaan tidak mudah untuk memotivasi rakyat sebagai peserta BPJS Kesehatan terkait dengan stigma belum mendarah dagingnya paradigma asuransi.

Pemahaman rakyat terkait asuransi masih berkutat pada stiqma “bayar dulu,  pelayanan nanti” nampaknya masih belum bisa di terima akal sehat kaum dhuafa.

Inilah tantangan BPJS Kesehatan pada sessi  upaya promosi menggiring rakyat sebagai peserta aktif.  Selama  ini berdasarkan data empiris, rakyat baru “terpaksa” menjadi peserta BPJS setelah jatuh sakit.

Mereka terburu buru malah terkadang sedikit memaksa ingin segera menjadi peserta asuransi kesehatan, padahal ketika mereka masih sehat tidak sedikitpun terpikir untuk menjadi peserta. Ya stigma “bagaimana nanti saja ” itulah yang menjadi pola pikir rayat golongan menengah kebawah.

Sedia Payung Sebelum Hujan

Walaupun data peserta BPJS sudah semakin meningkat namun  jumlah itu harus terus ditingkatkan sampai mencapai angka dimana seluruh rakyat Indonesia telah tercover BPJS Kesehatan. Bertambahnya jumlah peserta BPJS bukan saja untuk mengamankan ketersediaan dana pembayaran klaim fasilitas kesehatan tetapi juga bisa dijadikan indikator  kondisi kesehatan rakyat semakin baik.

Sasaran orang sehat menjadi peserta BPJS Kes merupakan tantangan untuk segera dilaksanakan pada program kedepan. Diharapkan rakyat ketika masih sehat telah menjadi peserta BPJS dengan merubah stigma “bagaimana nanti saja  ” menjadi pemahaman relaistik yaitu “jaga jaga”.

Bisa jadi menanamkan sikap  “jaga jaga”  dialam pikiran rakyat tak berpunya bisa menjadi lebih ampuh mengingat iuran BPJS kesehatan tidaklah terlalu mahal. Sikap jaga jaga itu sebenarnya sama juga dengan pepatah kuno nenek moyang kita yaitu sedia payung sebelum hujan.

Rakyat harus disadarkan bahwa dengan hanya membayar iuran  perbulan mereka telah mendapat jaminan pelayanan kesehatan paripurna.  Artinya ketika mereka atau anggota keluarga jatuh sakit tidak perlu lagi buru buru mencari kartu BPJS.  Mereka bisa segera dilayani dimana mereka suka tanpa sedikitpun di kenakan biaya.

Selain itu harus di kondisikan warga merasa lebih tenang dan aman serta nyaman ketika telah memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan. Artinya  kepemilikan kartu itu sebagai jaminan kesehatan yang bisa dipercaya membantu ketika mereka sakit.

Warga juga harus diberi pemahaman bahwa dengan kepersertaan menjadi anggota BPJS mereka telah ikut menolong saudara saudaranya se-bangsa dan se -tanah air dari kesulitan pembiayaan pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit.

Jangan sebut lagi istilah asuransi kesehatan kepada rakyat.  Pasti mereka bingung karena paradigma asuransi itu belum nyambung dalam alam pikiran golongan ekonomi lemah.  Ubah paradigma “bagaimana nanti saja ” menjadi “Jaga Jaga”  Ada nuansa ketenangan bathin di hati rakyat setelah mempunyai kartu BPJS Kesehatan sebagaimana mereka memiliki KTP.

Kita tahu sendirinya betapa nyamannya rakyat mempunyai KTP.  Memiliki kartu tanda penduduk resmi rakyat  diakui sebagai warga negara.  KTP senjata ampuh untuk memeperileh kemudahan ketika  berurusan dengan aparat menyangkut hajad hidup dan kehidupan.

Ssaran Pemerintah  kedepan yaitu menjadikan  kartu BPJS Kesehatan sederajat dengan KTP di lihat dari fungsi dan kegunaannya dalam manapak hidup keseharian.

  • BHP, 1 Agustus 2023
  • Salamsalaman
  • Tede

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar