Aswad, Pahlawan Malam

Cerpen49 Dilihat

Di sebuah rumah di pinggir jalan, hiduplah seorang nenek beserta anak bungsu dan cucunya serta seekor kucing betina yang sedang hamil tua. Ustadzah Aisy, begitu orang-orang memanggilnya karena nenek itu adalah guru agama di beberapa masjid di wilayah tersebut.

Sang bungsu yang bernama Ul sangat menyukai kucing. Setiap kucing yang menghampirinya pasti akan betah tinggal dengannya, seperti si Miao, kucing betina yang sedang hamil tua itu.

Sama halnya dengan sang anak, Ustadzah Aisy pun sangat menyukai kucing karena kucing adalah salah satu binatang penghuni surga dan yang dicinta Rasulullah.

Setiap hari, sang nenek selalu menyempatkan membeli ikan tongkol di Pasar Jembatan, sebuah pasar yang letaknya berhadapan dengan masjid tempat beliau mengajarkan ilmu agama. terkadang beliau menyuruh cucunya yang bernama Lal untuk mampir ke pasar jika beliau lupa. Bahkan pernah pula beliau membeli ikan di gerobak sayur yang sering melewati depan rumah walaupun harganya cukup mahal, yang terpenting beliau bisa memberi makan Miao.

Hari melahirkan tiba. Miao melahirkan empat ekor bayi kucing yang sangat manis. dua ekor mirip Miao memiliki dua warna bulu yaitu paduan putih dan agak kecoklatan, satu ekor berbulu putih, dan satu ekor lagi berbulu putih hitam. Kelahiran empat bayi kucing ini membuat nenek Aisy kerepotan,pasalnya bayi-bayi kucing itu lahir di kolong ranjang tidurnya. Setiap malam bayi-bayi itu mengeluarkan suara bergantian membuat nenek tak bisa tidur. sehingga nenek memutuskan akan membuang keempat bayi kucing beserta Miao ibunya ke pasar dekat rumah jika para bayi sudah lepas ASI.

Masa itu tiba, nenek memindahkan Miao dan anak-anaknya ke dalam kandang yang agak besar dengan perbekalan makanan layaknya ingin memondokkan anak-anaknya dulu. Beliau meminta anak bungsu dan cucunya untuk menempatkan Miao dan anak-anaknya di pasar dekat lapak ikan tongkol agar Miao tidak sulit mencari makanan untuknya dan anak-anaknya. Ul mengiyakan. Saat Ul dan Lal membawa mereka, hati nenek merasa sedih namun beliau bingung jika mereka tinggal di rumah pastinya setiap malam sang nenek tak bisa tidur.

Belum hilang kesedihan sang nenek dan belum pula Ul dan Lal kembali, Miao dan kedua anaknya yang berbulu putih dan berbulu hitam putih datang menghampiri nenek. Nenek terkejut karena sang bungsu yang mengantarkan belum kembali dari pasar. Namun si nenek bahagia karena ternyata Miao sangat mencintainya. “Mungkin mereka ingin tinggal bersamaku” ucap nenek dalam hati.

Tak selang berapa lama, Ul dan Lal pulang.Mereka pun terkejut mendapati Miao bersenda gurau di depan pintu. “Lah, kok Miao ke sini lagi?”ujar Ul.”Miao…….” jawab si induk kucing sambil mengeluskan kepalanya ke kaki Ul. “kalian belum lagi datang, mereka sudah kembali.” jawab sang nenek. “Sepertinya mereka tak ingin berpisah dari kita.” lanjutnya. “Ya sudahlah, tak salah dia merindukan nenek karena nenek sangat baik hati, tak elak manusia yang terdampar di rumah ini, kucing pun nenek jamu dengan istimewa. tapi kenapa hanya dua anak yang dia bawa?” sambung Lal setelah ia mencuci tangan. “Entahlah…mungkin keduanya telah berpisah di pasar tadi, itulah tingkah kucing”, jawab nenek yang sejak Ul kecil sudah memelihara puluhan ekor kucing jalanan sehingga tahu tabiatnya.

Nenek membiarkan Miao dan anak-anaknya yang sudah lincah berjalan tinggal lagi di rumah. Hingga suatu hari, Aswad dan Abyad, begitu nenek Aisy memberi nama anak-anak Miao buang air sembarangan, tidak seperti sang ibu yang selalu keluar rumah jika ingin buang air membuat nenek dan Ul kesal. Untuk yang kedua kalinya, mereka dibuang ke pasar dengan hati kesal.

Kali ini mereka diantar oleh Dil dan Ziz, kedua cucu nenek yang sengaja berkunjung saat libur sekolah itu. Lagi, kedua cucu nenek itu belum kembali
namun Aswad sudah sampai di rumah. Ul dan Lal tertawa terbahak-bahak melihat keterkejutan Dil dan Ziz saat kembali tetapi Aswad si kucing berbulu hitam sudah tiba.

Nenek lelah dengan kedatangan Aswad yang tak kunjung pergi dari rumah dan membiarkan kucing hitam itu tinggal.

Suatu hari segerombolan tikus mendatangi rumah nenek dan merusak semua barang nenek. Aswad terlihat jengkel dengan ulah nakal tikus-tikus itu.
“Malam ini aku tak akan membiarkan mereka merusak lagi. Nenek Aisy sangat baik padaku, waktuku untuk berbalas budi. Kutunggu mereka sampai datang dan aku gigit semuanya agar tak lagi mengganggu.”

Tepat pukul 00.00 WIB, Aswad mulai beraksi.Matanya yang bulat hitam mengawasi seluruh pelosok lubang datangnya gerombolan tikus.”mereka pasti datang karena nenek memberi makanan bekas untuk mereka.”kata Aswad yakin.
Benar juga perkiraan sang kucing hitam itu. segerombolan tikus nakal berdatangan karena mengendus makanan yang disajikan. tak banyak berfikir, Aswad langsung menerkam mereka satu persatu dan menyeretnya keluar rumah agar nenek tidak ketakutan melihat mayat-mayat tikus bergeletakan. setelah beraksi bak pahlawan bertopeng, Aswad tertidur pulas di samping nenek Aisy.

Pagi hari tiba. alangkah terkejutnya ketika Ziz membersihkan halaman rumah, dia ketakutan dan berteriak kencang,” nenek…..itu apa?????”. nenek Aisy segera menghampiri Ziz yang berteriak kencang dan melihat apa yang Ziz tunjuk. “mayat-mayat tikus bergeletakan???apa ini ulah Aswad????” ujar nenek sambil melihat Aswad. Aswad mengelus-elus kaki nenek tanda mengiyakan pertanyaannya. Aswad semakin disayang nenek Aisy. Beliau selalu menyediakan makanan untuknya.

 

 

Tinggalkan Balasan

2 komentar