Secangkir Skoteng Kala Senja
Tung Widut
Senja menembus kaca besar di dinding barta cafe
Melupakan gemerlap percikan air kolam di bawahnya
Bening membiru menyorotkan lantai dasar
Aneka hidangan sepanjang meja
Mengelilingi para pejuang menikmati hidangan
Tatap sayu membaca setiap tulisan di papan
Skoteng membuat hati jatuh tersebar
Menutup makna rasa di setiap piring yang berserak
Kaki merayu penuh ragu
Cangkir berkuping dua menawarkan
Bersedia membantu membawa
menuju kenikmatan
Memutuskan ku pinang secangkir skoteng
Keraguan muncul atas sebuah kejanggalan
Ada penyekat antara kita
Bulatan kacang belum telanjang
Pisang ketela masing berjaket ketat
Keraguan semakin memancing akal
Akankah ku siram jaket dan baju
Oh ku tangguhkan lamaran ku
Ku buat janji atas sebuah pilihan
Aku keliru
Jawaban tak semesra ku harapkan
Senyum itu hanya kesalah pahaman
Skoteng selalu ingin sendirian
Tanpa cumbu pada kasur empuk
Dia tak ingin ucapan cinta
Yang butuhkan teman biasa