Peta dusun Tilong: google map
Selama masa pandemic covid 19, aku menghabiskan waktu di kampung, Tilong. Sebuah kampung kecil di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Pandemi ini telah mengekang banyak orang untuk tidak bepergian, termasuk aku.
Hari-hariku hanya terisi dengan membaca hal-hal yang ringan dan yang lucu. Sekali dua aku menantang diri sendiri untuk menuangkan isi hati dan pikiran dalam tulisan yang – sekali lagi – ringan dan bersahaja. Tulisan yang sekiranya mungkin tidak mengerutkan dahi orang yang membaca. Atau menyunting tulisan yang sudah jadi dan tertayang.
Kegiatan membaca yang selalu kujalani adalah: Baca Alkitab sesudah bangun pagi, memantau dan membaca berita di media sosial atau media online, membaca tulisan-tulisan yang pernah kubuat atau membaca buku untuk mendapat informasi yang kuperlu.
Kalau menulis, kebetulan sekarang aku sedang menantang diriku untuk rutin menulis. Sehari satu tulisan untuk ditayangkan di webside YPTD. Ini adalah program yang dicanangkan YPTD, menulis 40 hari nonstop.
Hal ini bukanlah sesuatu yang gampang, sebaliknya juga tidak sulit-sulit amat. Hanya yang diperlukan adalah kemampuan kemauan memaksakan diri memerangi kemasalan. Semoga aku berhasil mengalahkan dan menaklukkan diri sendiri.
Selain itu, aku juga diajak oleh teman-teman WA grup menulis untuk urunan membuat antologi. Beragam tema yang ditawarkan kepada para penulis. Aku mengambil tema yang ringan dan bersahaja juga. Seturut kemampuanku mengurai isi kepala dan hati.
Sedangkan menyunting tulisan, tidak selalu kulakukan. Hanya sekelabat saja ketika sedang membuka berkas-berkas lama. Artinya ketika aku menemui sesuatu yang ganjil dari tulisan sendiri, aku perbaiki semampuku tentunya.
Cuma baru-baru ini aku diminta secara sengaja oleh Pak Haji Thamrin untuk menyunting. Menengok tulisan teman-teman pegiat literasi YPTD. Tulisan-tulisan yang terkumpul saat YPTD merayakan ulang tahunnya yang pertama. Kumpulan tulisan ini akan dijahit menjadi sebuah buku antologi. Semoga aku mampu menuntaskannya dengan elok.
Oleh Karena itu, aku harus menyediakan waktu terbaik demi membidik meneropongnya. Itu telah berlangsung sejak beberapa hari terakhir ini. Yaitu membaca hasil karya teman-teman penulis hebat YPTD. Darinya aku mendapat banyak hal baru yang tak kuduga. Sungguh menggembirakan memberdayakan.
Begitulah kebiasaanku merayakan hidup di kampung kecil terpencil ini. Kampung yang tidak ada wajahnya di peta Indonesia. Dan tidak dikenal siapa-siapa kecuali penduduk asli. Tapi dari sini, Tilong, aku belajar berliterasi secara intens.
Semoga aku mampu membawa namanya dikenal di seluruh pelosok nusantara melalui goresan-goresanku. Syukur-syukur dan hebat benar jika bakal dikenal oleh dunia. Ya, sekedar khayalan di sore hari dan tindakan membanggakan diri.
Aku ingat akan apa yang dilakukan oleh salah seorang sastrawan besar Indonesia, A. A. Navis. Dia tidak berpendidikan tinggi, tapi namanya melambung tinggi karena kualitas karya yang ditorehkan. Ia bahkan pernah menjadi Guru Besar Bahasa Indonesia di perguruan tinggi di Jepang. Luar biasa, bukan?
Ali Akbar Navis, demikian nama lengkapanya, berasal dari daerah terpencil di Sumatera Barat. Kampungnya tidak dikenal juga dulunya di awal dia mengarungi lautan karang mengarang. Tapi kini, kampungnya dikenal banyak orang kendati dia sudah takada. Bahkan Mbah Google pun tahu dari kampung mana ia berasal. Itu akibat penetrasi literasi yang ia geluti.
Kampung Jawa, Padang Panjang nama tempat itu tepatnya. Walau terpencil namun menjadi terkenal karena ada A. A. Navis di sana. Jujur kukatakan padamu, kawan, bahwa beliau merupakan salah satu penulis kesukaanku. Aku suka sekali gayanya bertutur. Gayanya menulis menjadi pijakanku berkarya.
Maka tidaklah tabu untuk membuntuti jejak sang maestro sastra Indonesia itu. Dan rasanya tidak mustahil pula bagimu dan bagiku untuk berbuat hal yang sama dengannya. Gegara A. A. Navis, kampungnya jadi terkenal. Siapa tahu gegara kita, kau dan aku, dusun kita jadi mendunia.
Semoga dengan aktivitas berliterasiku di kampung terpencil ini, bisa membuatnya dikenal di mana-mana. Dan kiranya aku mampu mengasah nama Tilong menjadi kinclong dengan kekuatan literasiku yang bersahaja. Sebab itu, aku mohon doa restumu para sahabatku.
Aku sungguh percaya akan kekuatan doamu, sobatku. Ia akan menguakkan pintu sorga untuk mencurahkan kuasa kemampuan itu padaku. Amin, jadilah kehendak-Mu!
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Kamis, 26 Agustus 2021 (17.17 wita)