KMAA #20: AU KAN KI

Ilustrasi: indonesia.id.

Nama senantiasa melekat pada sesuatu sebagai identitasnya. Orang mengenal sesuatu itu karena ada sebutan yang menempel padanya. Oleh karena itu, dari nama tersebut ia dapat dikenal secara luas. Artinya sebuah nama memiliki kedalaman makna dan semua yang berkelindan di dalamnya.

Tidak ada satu makhluk atau benda apapun di dunia ini yang tidak punya nama. Mulai dari yang besar dan kasat mata hingga yang halus tak terlihat ada namanya. Dengan nama itu ia mudah diidentifikasi. Mudah dikenali. Dengan adanya nama mempermudah kita untuk mengetahui apa siapa dia itu.

Apa itu nama? Menurut Mbak Wikipedia: Nama adalah sebutan atau label yang diberikan kepada manusia, tempat, produk dan bahkan gagasan atau konsep yang biasanya digunakan untuk membedakan satu sama lain. Nama dapat dipakai untuk mengenali sekelompok atau hanya sebuah benda dalam konteks yang unik maupun yang diberikan.

Sampai pada paragraf ini, teman-teman mungkin bertanya: Judul tulisan ini apa? Yaitu apa artinya? Sebab judulnya sudah bertengger di puncak tulisan. Tapi belum ada uraiannya sama sekali tentang maknanya. Gelap!

Ini dia, sobat! Aku sedang mengurainya untukmu. Judul di atas sengaja kupantrikan dalam bahasa Timor. Kesengajaan itu terbersit karena isi tulisan ini menggiringku ke sana. Yaitu tentang kampung-kampung yang namanya tercetus dari kata-kata bahasa Timor.

Awalnya aku memberinya judul: Nama dan Semua yang Berkelindan di Dalamnya. Tapi aku berubah pikiran seperti alasan di paragraf sebelumnya. Dan kuganti dengan kosa kata bahasa Timor seperti yang tertera sekarang: Au Kan Ki artinya namaku. Ada aura kebanggaan ketika kami di Timor mengucapkan: Au kan ki. Namaku!

Sehubungan dengan nama seperti terurai di atas, ada yang ingin aku sampaikan kali ini. Aku akan memberikan sedikit informasi tentang tempat kecilku yang terpencil ini. Ya, aku ingin para pembaca kenal lebih dekat dengan Tilong. Berarti termasuk kampung-kampung lain seperti yang pernah kutulis dan tayangkan beberapa waktu lalu.

Tilong

Tentang nama Tilong, aku mengutip tulisan dari seorang penulis senior NTT yaitu: Roni Bani. Aku mengutipnya seara langsung dari blog pribadi atas seijin beliau tentunya. Ini alamat blognya: https://uminiibaki.blogspot.com/2020/08/tilon-atau-tilong.html.

…Nama Tilon, yang sekarang menjadi Tilong. Sebagai Atoin Meto (orang Timor, pen.) yang terus belajar, saya paham bahwa ada varian dialek Uab Meto (bahasa Timor, pen.), yang menyebabkan lafal berbeda, di antaranya /tilon/ atau /tiron/. Pertanyaannya, apa artinya?

Tilon atau tiron, artinya tidur beristirahat sambil memamah. Siapa yang tidur beristirahat sambil memamah? Jawabannya, sapi dan kuda. Sapi dan kuda bila tidur sambil memamah, atau mengunyah Atoin’ Meto’ menggunakan kata /tilon/ atau /tiron/.

Oleh karena itu, ada dua kampung di sekitar Kupang Timur yang dinamakan Bijaetilon (sapi memamah, pen.) dan Bikaestilon (kuda memamah, pen.). Apakah kedua kampung ini masih ada? Jawabannya, secara faktual keduanya sudah punah, tetapi nama mereka dikenang selalu di Oefafi dan wilayah yang sekarang di sana dibangun waduk/bendungan besar yang disebut Tilong Dam.

Mengapa menjadi tilong? Saya mesti mengatakan bahwa mungkin pada saat penamaan, tidak ada diskusi yang sifatnya ethno-linguitic dan socio-linguitic kepada para tokoh masyarakat di sekitar lokasi. Umumnya program dan proyek pemerintah hanya melibatkan pemerintah daerah yang staf khususnya belum tentu paham ethno-linguistic dan socio-linguistic.

Begitulah evolusi nama Tilong dan artinya. Kiranya uraian dari penulis senior NTT ini memuaskan dahaga keingintahuan Anda tentang Tilong. Terima kasih kuhaturkan kepada Bapak Roni Bani atas informasi bernas ini.

Oepunu

Oepunu adalah kampung paling barat Tilong. Ia dinamai seperti itu karena kondisi dulunya begitu. Kemungkinan pada saat para pionir pertama menempatinya mereka mendapati situasi demikian. Karena itu mereka menamai dia Oepunu.

Nama ini terbentuk dari dua penggalan kata, yaitu: Oe dan Punu. Oe artinya air. Sedangkan Punu berarti bau busuk. Jadi Oepunu artinya air yang berbau menyengat yang tidak sedap. Bau bangkai. Bau busuk. Otomatis tidak bisa dimanfaatkan.

Tapi sobat tidak usah merasa mual dan jijik dengan nama itu dari ceritaku. Sebab itu dulu. Hikayatnya penamaannya demikian. Sekarang tidak lagi berbau tidak sedap karena sering dimanfaatkan sehingga terus dibersihkan. Ia menjadi sumber penghidupan masyarakat Oepunu.

Tuahanat

Kampung Tuahanat berada di sebelah selatan Oepunu. Nama itu disematkan berdasarkan kebiasaan dan kebisaan masayrakatnya. Kebiasaan dan kebisaan itu diperoleh karena tuntutan alamnya. Yaitu di sana ditumbuhi banyak pohon gewang, coryphe utan. Apa itu pohon gewang? Anda bisa membacanya di tulisanku berjudul: Tilong & Sumber Dayanya.  berbatasan dengan Sabaat.

Nama Tuahanat terbentuk dari dua suku kata, yaitu: Tua dan Hanat. Tua artinya nira atau kami menyebutnya tuak. Sedangkan Hanat artinya memasak, menanak atau mengolah. Jadi Tuahanat artinya memasak atau mengolah tuak/nira.

Hasil olahan nira/tuak bisa berupa gula, baik yang cair maupun yang padat sifatnya. Yang cair dikenal dengan sebutan gula air dan yang padat, gula batu. Hasil olahan lainnya adalah: Cuka, dan minuman beralkohol yang kami sebut laru.

Saekase

Sampai tulisan ini selesai aku belum mendapatkan informasi yang meyakinkan tentang nama ini. Bukan artinya secara hurufiah tetapi filosofi yang terkandung di dalamnya. Yaitu mengapa ia dinamai demikian? Informasi filosofis itu yang tidak aku dapatkan.

Secara hurufiah, nama Saekase terbentuk dari kata: Sae dan Kase. Sae artinya naik atau mengendarai dan Kase artinya orang kota. Kalau digabung, Saekase artinya naik orang kota. Kemungkinan maksudnya adalah menumpang di kendaraan orang kota.

Inilah yang kubilang arti secara filosofinya kurang meyakinkan. Tapi biarlah dulu demikian. Minimal ada gambaran untuk Anda, pembaca yang terhormat. Semoga suatu saat aku bisa mendapatkan keterangan yang lebih jelas tentang ini.

Fatukanutu

Kampung ini dinamai demikian karena kondisi alamnya. Yaitu tanahnya yang bertaburan berbatu-batu kecil atau kerikil. Dengan pengungkapan lain, batunya tidak besar. Batu yang tidak tertanam dalam tanah. Bebatuan lepas yang hanya bertebaran di atas tanah. Batu yang bisa dengan mudah dipungut dan dipindahkan. Entah dibuang atau dimanfaatkan.

Bentukan nama itu dari kata: Fatu dan Kanutu. Fatu itu batu, sedangkan Kanutu berarti kecil. Maka, Fatukanutu artinya bebatuan kecil atau batu-batu kerikil. Mungkin ketika para pendahulu kampung itu akan memanfaatkan lahan, mereka mendapati kondisinya berbatu seperti itu sehingga dinamai demikian.

Oelnasi

Oelnasi berada di selatan Fatukanutu. Ia menjadi pusat pemerintahan Desa Oelnasi yang menjadi bagian dari Kecamatan Kupang Tengah. Kondisi alamnya yang menuntun para penghuninya untuk menamainya demikian.

Pembentukan nama kampung ini berasal dari Kata: Oel dan Nasi. Oel itu air dan Nasi, hutan. Jadi Oelnasi berarti air yang ada di dalam hutan. Ia dinamakan demikian mungkin karena penduduk kala itu menemukan air yang berbual-bual di dalam hutan. Sebuah penemuan yang tidak disengaja. Dan di dalam kekaguman keheranannya terlontar terucap kata itu: Oelnasi!

Oelbubuk

Oelbubuk berasal dari kata: Oel dan Bubuk. Oel artinya air, sedangkan Bubuk itu pohon ara. Jadi Oelbubuk artinya air yang keluar dari pohon ara. Bukan dari batang pohonnya, tetapi di dekatnya. Airnya berbual-bual dari antara akar-akar pohon ara tersebut.

Nefosamene

Di kampung inilah tebentang megah Bendungan Tilong sekarang. Gegara dam ini, nama Tilong dikenal oleh Mr. Google. Awalahnya hanyalah semacam kolam kecil atau kubangan. Dulunya adalah kumpulan air yang tergenang yang biasa dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk kelangsungan hidup.

Nefosamene berasal dari kata: Nefo dan Samene. Nefo artinya kolam atau danau, sedangkan Samene adalah nama belakang atau fam dari pemiliknya. Ia dinamakan demikian karena pemilik kolam atau danau itu adalah keluarga Samene. Sekarang lebih terkenal dengan nama mentereng, Bendungan Tilong.

Kiuana

Nama Kiuana berasal dari bentukan kata: Kiu dan Ana. Kiu artinya pohon asam yang biasa di sini kami menyebutnya dengan tambaring. Kata tambaring sendiri datang dari bahasa Inggris, tamarin. Sedangkan Ana artinya kecil. Jadi Kiuana artinya pohon asa kecil. Kemungkinan pohon asam kecil itu yang tertangkap terekam mata penduduk awal saat mendiami kampung ini.

Demikian kedelapan nama kampung di Tilong dengan keunikan masing-masing. Kampung-kampung segala segala ‘kemegahan’ yang terkandung di dalamnya. Semoga cerita ini memberi sedikit hiburan kepada sobat pembaca di sana. Syukur-syukur bisa membawa manfaat.

Tabe, Pareng, Punten!

 

 

Tilong-Kupang, NTT

Rabu, 8 September 2021 (13.40 wita)

Tinggalkan Balasan