Gambar membangun percaya diri: intisari.grid.id.
Aku senang membangun rasa percaya diri orang-orang di sekelilingku. Terutama anak-anak muda harapan bangsa. Aku tidak bisa tidak menggerakkan mereka untuk mencapai apa yang terbaik baginya. Bagiku adalah kerugian besar jika anak muda tidak mencapai prestasi optimalnya. Kecuali dia, mereka tidak mau. Aku tak akan paksakan diri.
Membangun orang lain adalah tugas mulia seorang guru. Dan ketika dia membangun siswanya dia tidak boleh memilah milih. Semua anak harus diperlakukan dengan cara yang sama. Tidak boleh ada unsur suka dan tidak suka. Atau yang biasa orang pintar bilang: Favoritism.
Aku setuju dan suka dengan pemikiran Mary Livingstone yang berjudul: This I Believe. Tulisan itu kemudian dikutip oleh Charles A. Bucher ke dalam bukunya: Foundations of Physical Education (1964:415). Begini isi tulisan itu: This I believe that we should treat every child as he were our very own. Artinya: Inilah yang kupercayai kuyakini bahwa kita harus memperlakukan setiap anak layaknya anak kita sendiri.
Bila demikian adanya, adakah seseorang akan memperlakukan anaknya sendiri dengan sembarangan? Apakah dia tidak akan memperdulikan kemajuan anak kandungnya? Banggakah ia melihat anaknya terseok tertatih mengejar ketertinggalan? Atau yang lebih parah lagi adalah bahagiakah ia melihat anaknya tinggal dalam kebodohan?
Nonsense. Pastinya tidak mungkin sebab sangat tidak masuk akal. Dan aku sangat percaya tidak ada satu orangtua pun yang akan bersikap senaif itu. Sebaliknya, ia akan merawat buah hatinya hingga ke dimensi tertinggi yang dia impikan. Dia akan menuntun setiap anaknya dengan kasih sayang penuh yang sempurna.
Karena alasan itulah, sebisa mungkin dalam setiap kesempatan aku membangun rasa percaya diri anak. Tentunya dengan cara yang kubisa dan kupunyai. Atau kalau tidak mampu membangun, aku tidak mau menghancurkan rasa percaya diri mereka. Bagaimana caranya?
Memberitahukan Kelebihannya
Aku senang membisikkan apa yang menjadi kelebihan anak atau orang-orang yang berada di sekelilingku. Kepada anak-anak ketika mengajar di kelas. Atau kepada orang-orang ketika berteman atau bekerjasama dengan mereka. Apakah itu sebagai rekan kerja atau pun sebagai pemimpinnya.
Memang tidak ada seorang manusia pun yang hanya memiliki kelebihan. Mesti ada kekurangannya. Karena itu adalah sebuah keseimbangan hidup. Tetapi aku tidak mau mengobral seluruh kekurangannya, kalau kebetulan banyak.
Biasanya aku hanya menyampaikan yang kelihatan, menonjol dan yang sangat mengganggu. Baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Itupun paling banyak dua kekurangan yang kusampaikan. Tujuannya agar ia tidak merasa diri sebagai orang yang tak memiliki sesuatu yang berharga yang membanggakannya.
Memberi Kesempatan Seseorang untuk Melakukan
Sering kita mendengar bahwa seseorang tak mampu melakukan sesuatu. Entah dianggap tidak punya pengetahuan atau keterampilan tertentu. Karena anggapan menohok harkat diri, ia tidak pernah diberi kesempatan untuk membuktikan.
Aku memiliki pengalaman ini. Ketika sebagai kepala sekolah di Makassar, aku suka membagi tugas dan peran anak melakukan sesuatu. Dan suatu ketika aku memberi tugas kepada salah seorang anak yang dianggap tak mampu. Yaitu membaca teks Pancasila saat upacara.
Aku membagikan tugas di hari Jumat untuk dipelajari selama hari-hari di rumah, Sabtu dan Minggu. Di hari Senin, mereka akan melaksanakan tugas itu secara bertanggung jawab penuh. Dan ternyata ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Selesai melaksanakan tugas baru dia datang kepadaku dan menyampaikan ucapan terima kasih. Ia datang dengan orangtuanya (mamanya). Saat itulah aku diberitahukan bahwa tugas itu sudah diidamkannya sejak lama tapi tidak pernah diberi. Dan aku orang pertama yang mempercayakannya. Dan dia sangat bangga dengan tugas itu. Sejak saat itu ia menjadi orang yang percaya diri.
Tidak Menghina
Sekiranya aku tak mampu memberitahukan kelebihannya, aku akan berusaha untuk tidak menghina. Atau aku menghindari sikap merendahkan orang. Sebab ketika menghina atau merendahkan orang, itu sudah merusak percaya dirinya. Malah sudah menghancurkan harkat kemanusiaan seseorang.
Aku pernah mendengar argumentasi bahwa untuk membangkitkan seseorang, hina atau rendahkan. Dengan begitu ia kan bangkit memperbaiki kehinaannya. Mungkin benar menurut orang itu. Tapi bagiku, ucapanku adalah doa yang memiliki kekuatan. Ia memiliki kekuatan mencipta yang dahsyat.
Bila ucapan adalah doa yang mendobrak, berhati-hatilah dalam berucap. Bertekadlah mengeluarkan kata-kata yang membangun bukan sebaliknya apalagi asal bicara. Orang Jakarta bilang: Asal nyablak. Kenapa? Sebab sesudah kita mengucapkannya, biasanya ia akan maujud. Dia berubah menjadi kenyataan.
Melarang Orang Menghina/Merendahkan
Kebiasaan kita yang tak terkontrol adalah secara spontan merendahkan atau menghina orang yang keliru. Bila seseorang salah mengucapkan atau melakukan sesuatu ia akan mendapat hinaan atau ejekan. Karena dengan bersikap seperti itu, kita merasa diri lebih hebat. Padahal belum tentu ia mampu ketika berada di posisi itu.
Nah, sebagai guru aku melarang anak menertawai apalagi menghina anak lain yang membuat kekeliruan. Biasanya kubilang: “Kalau ada teman yang tidak bisa (menjawab atau melakukan), tidak boleh ditertawai. Kalau ada, yang tertawa saya suruh menggantikan yang membuat kesalahan tadi.”
Hal menertawakan bukan hanya dominasi anak-anak. Justru lebih banyak orang dewasa yang melakukannya. Entah dengan maksud sengaja ataupun tidak. Menurutku, orang dewasalah yang harus mampu menahan diri dari menertawakan orang yang keliru.
Lewat Yel-yel
Kita bisa juga membangun semangat yang menumbuhkan kepercayaan diri lewat yel-yel. Karena pengetahuan tersebut, aku menciptakan yel-yel untuk mahasiswa yang berada di sekelilingku. Mereka yang tercatat sebagai mahasiswa PJKR UPG 1945 NTT.
Begini yel-yelnya!
PJKR UPG NOMOR SATU
PJKR UPG PALING YAHUD
PJKR UPG SELALU YANG TERBAIK
KUCINTA PJKR UPG ‘45
KUCINTA PJKR UPG ‘45
KUCINTA PJKR UPG ‘45
KUCINTA PJKR
KUCINTA UPG
KUCINTA PJKR UPG ‘45
Dengan yel-yel dia tidak hanya membangun rasa percaya dirinya tetapi juga lembaga. Harapannya ia akan terus berjuang untuk membuktikan dirinya sebagai yang terbaik. Dan akan berimbas berujung pada peningkatan kualitas lembaga. Kelihatannya terlalu muluk-muluk tapi aku percaya itu. Bila anggota berkualitas, lembaga pasti berkualitas.
Manakala anak muda memiliki percaya diri yang baik, ia tidak akan gampang menyerah. Ia akan berjuang terus hingga memperoleh apa yang dicita-citakannya. Dengan perjuangan yang tak kenal lelah, suatu saat kelak buah perjuangannya akan dipetik dengan sorak sorai.
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Jumat, 17 September 2021 (17.37 wita)