MEMBANGUN BUDAYA BERPIKIR POSITIF

Berpikir Positif di Masa Pandemi COVID-19

Positive Thinking
Sumber: https://glocalkhabar.com/positive-thinking-essence-of-life/

“Positive thinking is a mental and emotional attitude that focuses on the bright side of life and expects positive results.” (Remez Sasson)

Malam ini ada informasi sedikit menyentak masuk di grup WhatsApp jemaat. Inti pesannya demikian.

“Selamat malam bapak/ibu, sdr (i)  warga Jemaat Bukit Sion Salubarani. Disampaikan bahwa besok semua ibadah di gereja ditunda untuk sementara berhubung ada warga jemaat yang reaktif antigen. Sambil menunggu swabnya,  semoga semua baik-baik saja. Mari kita satukan hati untuk saling mendoakan supaya kita semua terpelihara dalam kasihNya dan kita beribadah di rumah masing-masing. Terima kasih . TYM”

Sampai di sini, dapatlah ditarik kesimpulan awal bahwa virus korona telah sampai ke wilayah pedesaan. Penyebarannya bukan hanya menyasar masyarakat perkotaan. Belum dapat dipastikan dari mana sumber awalnya hingga virus ini telah berdiam diri pada warga kampung saya. Mungkinkah ada anggota keluarga yang pulang dari wilayah zona merah? Ataukah ada tamu yang berkunjung di mana yang bersangkutan selama ini tinggal di zona lock down? Entahlah, namun masih masifnya pergerakan masyarakat ke kota-kota besar di berbagai wilayah Indonesia dan sebaliknya ikut memicu sampainya virus ini ke wilayah pinggiran dan pedesaan.

Kelurahan Salubarani adalah wilayah di ujung selatan Kabupaten Tana Toraja yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Enrekang.  Minimnya pemeriksaan dan program rapid test antigen bagi para pendatang kemungkinan telah membuat setiap orang yang hendak masuk atau pun keluar dari wilayah Tana Toraja merasa tanpa beban. Dengan kata lain terkesan bebas untuk melaksanakan aktifitas lintas daerah. Hal ini pun ditopang oleh adanya pasar di kampung saya ini. Pastinya setiap hari lalu lintas pedagang tak terhitung.

Berkaca pada kondisi sederhana seperti ini, maka penting untuk membangun budaya berpikir positif terhadap pandemi virus korona. Tak eloklah kiranya, selaku masyarakat biasa yang tidak paham akan proses lahir, perkembangan, cara hidup, dan penyebaran virus mematikan ini, banyak berkomentar miring terhadap kebijakan pemerintah pusat hingga ke daerah. Tak layaklah kita berujar bahwa setiap orang pada akhirnya akan kembali berkalang tanah. Sekiranya kita ditanya, “Apakah Anda siap mati sekarang?” Jawaban yang jujur pastinya akan seperti ini, “Saya belum siap mati, saya tidak bersedia mati dalam situasi seperti ini.”

Sisi Positif BDR

Kemarin dalam perjalan ke sekolah, saya sempat singgah membeli makanan ringan di sebuah kios. Pemilik kios telah mengenal saya dan saya pun mengenal pasangan suami-istri tersebut. Suami pemilik kios bertanya pada saya dalam bahasa Toraja, “Taek pa ra ka na massikola tu pia, pak guru”? (Apakah siswa belum bisa masuk sekolah, pak guru? Saya balas, “Taek pa (belum), sesuai aturan gubernur, belajar dari rumah (BDR) masih berlangsung hingga tanggal 1 April 2021 ini.”

Si bapak sontak membalas dalam bahasa, “Ah, taekmo na tongan te, baga mo te to ma’parenta.” (Ah, tidak benar ini, pemerintah bodoh). Saya hanya tersenyum, sambil membalas, “BDR ini baik, ada sisi positifnya, siswa belajar mandiri, belajar bekerjasama dengan orang tua/keluarga dalam mengakses pelajaran dan sumber-sumber belajar lainnya. Mungkin inilah potret pendidikan ke depan, siswa akan belajar secara daring, saya yakin bahwa proses pendidikan yang berjalan saat ini tidak akan berjalan mundur lagi, belajar online akan berjalan berdampingan dengan belajar tatap muka di masa depan.”

Sang bapak pun menimpali ucapan saya, “Iya, benar pak guru, tapi bagaimana dengan anak-anak yang tak punya jaringan internet?”Sambil membayar makanan yang saya pesan, saya menutup pembicaraan, “Percayalah pak, pemerintah pasti punya solusi ke depan, kita ambil sisi positif dari pandemi ini. Pemerintah mengambil kebijakan BDR ini dalam rangka mempertimbangkan keselamatan siswa, orang tua, dan para guru. Terima kasih ya, saya lanjut ke sekolah dulu.”

Di sisa perjalanan ke sekolah, saya berpikir bahwa sebenarnya inilah potret pemikiran sebagian orang akan pandemi ini dalam konteks pendidikan. Kesabaran mengajar anak sendiri di rumah, kesabaran melihat anak selalu di depan gawai setiap hari sepertinya telah menipis. Sehingga setiap ujung pembicaraan menyalahkan pemerintah. Tidak setuju dengan kebijakan pemerintah. Padahal apa yang pemerintah lakukan sudah baik adanya. Semuanya ditujukan untuk keselamatan rakyat Indonesia. Memang harus diakui bahwa di sana-sini masih banyak kekurangan dan ketimpangan. Namun, ini adalah tanggung jawab kita semua untuk mendukung program pemerintah memutus  rantai virus korona. Jika ini sudah terwujud, maka kerinduan kita untuk bertatap muka dalam proses pembelajaran di sekolah niscaya terealisasi.

Tak ada hal yang lebih baik selain mengambil sisi positif, memaknai setiap situasi yang terjadi dalam kehidupan kita, khususnya kondisi pendidikan kita. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, namun kita selaku pendidik dan orang tua harus saling mendukung demi terwujudnya layanan pendidikan yang lebih optimal di masa penuh keterbatasan saat ini.

Cara Mengembangkan Pikiran Positif

Jadi, membangun pikiran negatif pada kondisi bangsa kita saat ini, sebenarnya hanyalah kebiasaan buruk yang bisa diubah. Berikut beberapa cara untuk mengembangkan pemikiran positif:

Berlatihlah bersyukur

Mari menghitung berkat yang diberikan sang Pencipta kepada kita. Ini membantu kita memiliki pikiran yang lebih positif. Mungkin ada di antara kita yang menyimpan buku catatan dan mencatat hal-hal yang kita syukuri. Selebihnya ada baiknya berterima kasih kepada orang lain pada saat kita menjalani kehidupan sehari-hari.

Bergaul dengan orang-orang yang berpikiran positif dan maju

Berada di sekitar orang yang optimis dapat membantu kita berpikir seperti mereka. Artinya ada optimisme menular dari orang-orang tersebut kepada kita.

Temukan hal-hal baik yang telah terjadi setiap hari

Misalnya mengingat apa yang kita nikmati hari ini atau apa yang membuat kita merasa dihargai oleh orang-orang di sekitar kita. Hal-hal sederhana ini dapat membantu kita memiliki pikiran positif sebelum tidur, yang kemudian memengaruhi pikiran pertama kita pada pagi esok hari.

Matikan berita

Perkembangan teknologi informasi yang tak terbendung saat ini ikut mendongkrak pesatnya perkembangan berita, entah itu factual news maupun hoax. Tambahan pula, iklim politik saat ini dapat membuat kita sulit untuk bersikap optimis. Mendapatkan informasi itu penting, tetapi cobalah untuk membatasi jumlah waktu yang kita habiskan untuk mendapatkan berita. Matikan berita yang bersumber dari media sosial. Bijaklah dalam mengakses berita online.

Tersenyum

Tersenyum dapat mengubah suasana hati kita dan juga membantu kita terhubung dengan orang lain. Selain itu, tersenyum dapat menurunkan tekanan darah dan hormon stres, yang juga baik untuk jantung kita.

Membangun budaya berpikir positif sangat penting dalam upaya menempatkan diri kita pada posisi yang selalu sesuai dengan perkembangan kehidupan kita. Salam sehat. Salam Belajar Dari Rumah.

Yulius Roma Patandean

SMAN 5 Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan

NPA. 20020400134

Tinggalkan Balasan