AMIRA (BAGIAN 3)

Fiksiana, KMAB37 Dilihat

Hampir satu bulan Harris duduk di kursi roda. Kesehatannya mulai membaik. Tulang-tulang yang patah mulai menunjukan kesembuhan. Memar-memar di tubuhnya sudah memudar bahkan hampir hilang.Harris mulai turun dari kursi roda dan menggerakkan kedua kakinya perlahan. Masih terasa ngilu namun ditahannya. Dia ingin Kembali berjalan normal dan mulai melatih otot-otot di kakinya. Sementara tangan kanannya belum bisa lepas dari ikatan gipt yang menahanya. Tangannya masih berat untuk di gerakan. Tapi Harris terus berusaha agar cepet sembuh.

“Jangan terlalu keras Harris, pelan-pelan saja latihannya nanti juga sembuh.”bu Dyah mengingatkan.
“Ya Mah… oh ya besok kalau Harris sembuh dan bisa berjalan, Harris mau ziarah ke makam Luci dan menemui nenek yang sudah menolong Harris.” Jawab Harris sambil Kembali duduk di kursi roda.

Harris merasa ada orang lain selain nenek penolong itu. Seorang gadis yang wajahnya tidak begitu jelas. Yang dia hapal gadis itu memiliki rambut Panjang hitam dan sedikit bergelombang. Tubuhnya tinggi semampai dan memiliki lesung pipi yang menawan. Tapi saat itu dia berada diantara sadar dan tidak.

“Boleh saja, nanti biar kita sama-sama ke sana, Mamah sama Papah juga mau mengucapkan terimakasih sama mak Ita, kalau tidak ada dia entah bagaimana nasib kamu.” Lanjut bu Dyah
“Bagaimana keadaan Fandy mah? Apa dia sudah sadar dari komanya?”
“Kata keluarganya Fandy sudah sadar dari koma,tapi …” Bu Dyah tidak melanjutkan bicaranya.
“Tapi kenapa Mah…?” Harris menatap mamahnya penasaran
“Menurut dokter Fandy lumpuh permanen, dia sekarang dibawa keluarganya ke Bandung, jika kamu ingin menengoknya kamu harus benar-benar sembuh.” Lanjut bu Dyah

Harris terdiam, ada rasa bersalah di hatinya. Kalau saja dia tidak mengajak Fandy sahabatnya, mungkin kejadian ini tidak akan menimpa Fandy. Tapi semua telah terjadi, Harris berjanji jika keadaannya sudah benar-benar sembuh dia akan menengok Fandy di Bandung.
Harris terus melatih otot-otot di kakinya. Setiap pagi berjalan perlahan sampai akhirnya mampu berjalan seperti semula. Hanya tangannya yang belum bisa di turunkan, butuh waktu yang lama agar pen bisa menyesuaikan dengan gerak tangannya.

Walau demikian cukup baginya untuk menemui sang penolong. Kakinya sudah cukup kuat untuk berjalan. Sebenarnya ada satu yang membuatnya penasaran. Dia merasa bukan hanya satu yang menolongnya tapi dua orang. Seorang gadis cantik yang menolongnya saat terjatuh di tangga rumah dan memberinya minum.

Harris dan kedua orang tuanya bersiap untuk pergi menemui nenek penolong yang ada di sebuah desa terpencil di daerah Pangandaran. Sebuah desa di perbatasan Pangandaran dimana mobilnya tergelincir dan jatuh ke jurang saat hendak melangsungkan pernikahan Bersama Luci.
Pagi itu mobil melaju perlahan menuju perkampungan di mana Mak Ita berada. Sebuah kampung kecil yang terletak di kecamatan Parigi sebuah desa kecil Bernama Selasari. Mobil perlahan menyusuri jalanan yang cukup terjal, berbukit dengan suhu udara yang sejuk.

Setelah hampir 2 jam dari Ciamis mereka tiba di tempat tujuan. Pak Irsyad langsung menemui pak Kosim yang dulu ditemuinya saat mencari Harris.Pak Kosim mengantarnya ke rumah kepala Desa. Setelah itu, mereka mengantar pak Irsyad menuju rumah Mak Ita. Karena akses ke rumah Mak Ita sulit maka mereka berjalan kaki menuju ke sana.Jalan setapak yang mereka lalui cukup menyulitkan Harris, namun dia berusaha untuk bisa menemui penolongnya. Tiba di sebuah rumah panggung, Pak Lurah langsung mengetuk pintu. Tidak berapa lama pintu terbuka. Muncul seorang perempuan setengah baya, wajahnya terlihat kaget melihat pak lurah dan beberapa orang yang tidak di kenalnya.

“Pak Lurah…. Mari masuk.”
Mak Ita menyambutnya dengan sedikit gugup. Digelarnya tikar lusuh dan segera ke dapur dan Kembali sambil membawa cangkir dan teko berisi air. Dengan tenang Pak Lurah mengungkapkan maksud kedatangan tamunya.
“Mak Ita tentu kaget melihat bapak dan ibu yang baru di kenal kan?” Pak Lurah menatap wajah mak Ita.
Mak Ita mengangguk, sejujurnya dia merasa kaget melihat tamu-tamu yang datang ke rumahnya. Selain itu juga ada perasaan takut jika ada hal yang tidak dia inginkan. Dengan sigap dia menjawab.
“Iya Pak… ada apa sehingga Bapak sama Ibu datang ke rumah saya?” matanya bergantian meihat tamu yang duduk di hadapannya.
“Mak Ita hapal tidak dengan pemuda ini?” Tanya pak Lurah sambil menunjuk ke arah Harris.

Mak Ita menatap Harris, keningnya terlihat berkerut tanda mengingat-ingat siapa pemuda itu. Tapi dia sama sekali tidak mengingatnya. Ini karena penampilan Harris berbeda. Saat terjatuh tubuh dan wajahnya lebam-lebam, pakaian dan wajahnya kotor.
Yang berdiri dihadapan Mak Ita sekarang seorang pemuda tampan, wajahnya bersih dan pakaiannya juga terlihat mahal. Mak Ita menggeleng matanya menatap Pak Lurah minta dijelaskan siapa pemuda yang duduk di hadapannya.

“Ini Nak Harris, pemuda yang Mak tolong waktu itu, sekarang dia ke sini untuk mengucapkan terimakasih. Di sampingnya Pak Irsyad dan bu Dyah, orang tua nak Harris.” Pak Lurah menjelaskan. Mak Ita manggut-manggut. Harris mengulurkan tangannya begitu juga pak Irsyad dan bu Dyah. Mereka mengucapkan terimakasih atas pertolongan mak Ita.

“Jika saja tidak segera di tolong, Harris saat ini mungkin sudah tidak ada, sekali lagi kami ucapkan terimakasih.” Sambung bu Dyah.
“Semua itu karena Allah, mak hanya perantara saja.” Kata mak Ita
“Oh iya mak… apakah emak tinggal sendiri di rumah ini? Atau ada orang lain selain Emak…?” Harris ikut bicara. Rupanya dia penasaran dengan gadis yang ditemuinya saat itu.
“Maksud kamu Amira?” Nenek menatap Harris.
“Saya tidak tahu Nek… yang saya ingat dia menolong saya saat jatuh di tangga, gadis berambut Panjang, dengan kulit putih dan lesung pipi yang manis, saya di papahnya kemudian diberi minum setelah itu saya tidak ingat apa-apa lagi.” Cerita Harris.
“Itu cucu saya, Namanya Amira, tapi sayang dia tidak ada di sini sekarang.” Nek Ita tertunduk, terlihat raut sedih di wajahnya.
“Amira kemana memangnya mak…?” Harris penasaran.
“Dua hari yang lalu dia di bawa ke bandung oleh kang Usep untuk mencari kerja, Amira sendiri yang ingin bekerja.” Jelas Mak Ita.
“Di bandungnya di mana Mak?” Harris semakin penasaran
“Nenek tidak tahu, Amira bilang nanti kalau sudah punya pekerjaan akan segera memberi kabar ke sini.”

Harris manggut-manggut, wajahnya terlihat kecewa. Pak lurah dan pak Irsyad juga mang Kosim terlihat akrab. Yang di ceritakan tidak lain pengalaman mereka saat membawa Harris ke rumah sakit. Pak Irsyad juga tidak kalah, ikut bercerita saat mencari Harris selam beberapa hari di daerah tersebut. Setelah ngobrol Panjang, Pak Irsyad dan bu Dyah pamit, sebelumnya mereka memberikan oleh-oleh untuk Mak Ita, pak lurah juga pak Kosim. Mereka menerimanya dengan suka cita. Dan Harris berjanji suatu saat dia akan Kembali menemui mak Ita.

#kmab8

Tinggalkan Balasan