AMIRA ( Bagian1)

Fiksiana, KMAB47 Dilihat

Amira berjalan tergesa menuju warung. Hari ini tubuh nenek sangat panas. Obat herbal yang biasa dipakai tidak sanggup menyebuhkannya. Berbekal uang sepuluh ribu Amira mencari obat penurun panas untuk nenek.

“Ami… kamu mau kemana?” Tanya Seorang gadis berjalan mendekati Amira.
Sinta adalah sahabat Amira waktu mereka sekolah di Sekolah Dasar. Hanya Sinta satu-satunya sahabat yang dimiliki Amira. Hanya dia yang mau berteman dengan gadis miskin seperti Amira. Sinta sendiri bukan anak orang kaya, mungkin hal itu yang membuat mereka bisa akrab.

Setelah lulus SD mereka jarang bertemu. Amira tidak melanjutkan sekolah, dia harus membantu nenek untuk bekerja di kebun sedangkan Sinta melanjutkan ke SMP. Sayang setelah lulus SMP Sinta juga tidak bisa melanjutkan ke SMA karena tidak punya biaya.

“Sinta…! aku mau beli obat untuk nenek.” Jawab Amira, wajahnya terlihat senang bisa Kembali bertemu Sinta sahabatnya, mereka berjabat tangan.
“Nenek sakit apa?”
“Panas, Aku mau ke warung pak haji Udin, kamu sendiri mau kemana?” tanya Amira.
“Kebetulan aku juga mau ke warung pak haji Udin mau beli gula, kita sama-sama yah.” Sinta berjalan di samping Amira.
“Ami… kamu jarang main ke rumah kenapa?” sambil melangkah Sinta mengajak ngobrol Amira.
“Aku sibuk di kebun, bantu Nenek, kamu sendiri jarang main ke rumah, kamu sibuk apa?” Amira melirik Sinta.
“Aku sedang mencari pekerjaan, kemaren sempet bekerja di pasar sebagai penjaga toko, sayang gajinya kecil dipakai ongkos bolak-balik rumah juga habis, rencananya aku mau bekerja di rumah makan, katanya di sana disediakan pondokan jadi gak perlu bolak-balik lumayan uangnya bisa di tabung.” Jawab Sinta bersemangat.
“Kapan kamu mulai kerja?” Tanya Amira.
“Kata kang Usep senin depan.” Jawab Sinta
“Siapa kang Usep?” Amira mengeryitkan dahinya
“Kang Usep itu orang yang membantu mencari pekerjaan di kota. Kamu mau dicarikan pekerjaan di kota sama kang Usep?” Sinta memandang Amira
“Aku mau tapi aku tidak tega meninggalkan nenek, apalagi nenek sedang sakit.” jawab Amira sedih.
“Ya sudah…. nanti kalau kamu mau bekerja hubungi saja aku atau kamu hubungi kang usep minta dicarikan pekerjaan sama dia, aku beli gula dulu yah.” Jawab Sinta sambil berbelok ke warung pak Haji Udin di ikuti Amira.

Amira bergegas masuk ke kamar sambil membawa obat dan segelas air. Terlihat neneknya terbaring di ranjang. Wajahnya terlihat pucat.
“Nek minum obat dulu.” Amira membangunkan nenek . Perlahan nenek membuka mata, bangkit dari tidur dan menyandarkan tubuhnya ke ranjang. Amira memberikan obat ketangan nenek. Nenek memasukan obat ke mulut dan di dorongnya dengan segelas air. Setelah itu kembali berbaring. Amira menyelimuti tubuh nenek.

Amira duduk disamping nenek. Pikirannya melayang, dia teringat kata-kata Sinta yang akan pergi senin depan untuk bekerja di rumah makan. Amira juga ingin seperti Sinta, bisa bekerja di dan mendapatkan uang. Jika dia punya uang, hidupnya pasti berubah. Dia bisa membeli apa saja yang dia inginkan dan nenek tidak perlu bekerja di kebun.

Tapi tegakah dia meninggalkan nenek sendiri? bagaimana jika selama dia bekerja nenek sakit, siapa yang akan menjaga dan merawatnya? Amira menarik napas Panjang. Membuang semua beban dihatinya. Dia membaringkan tubuhnya dan tertidur.

Amira bangun kesiangan. Mungkin karena semalam tidur terlalu larut. Sinar matahari masuk ke kamarnya melalui celah-celah pada anyaman bambu. Dengan malas Amira beranjak dari tempat tidur. Diliriknya Nenek yang tidur di sampingnya. Betapa terkejutnya Amira melihat tempat itu kosong. Hanya tinggal bantal dan selimut yang tergeletak di sana.

Amira segera keluar dan berlari ke arah dapur, matanya mencari keberadaan nenek. Tidak ada nenek disana. Amira berlari ke pintu depan, masih terkunci. Amira semakin panik dia berteriak-teriak memanggil Nenek. Langkahnya berhenti di ruang tengah.

Terdengar suara pintu di buka dari arah dapur. Amira berlari dan mendapati Nenek masuk dari pintu dapur. Tangannya mengenggam seikat sayur yang masih segar. Rupanya nenek baru saja memetik sayuran di belakang.
“Nenek dari mana?” Suara Amira tegang.
“Nenek habis dari belakang memetik sayur buat masak.” Jawabnya sambil menyimpan sayur di atas meja.
“Mengapa tidak membangungkan Ami?” Amira mendekat dan menuntun neneknya untuk duduk.
“Nenek kasihan melihat Ami yang tidur pulas.” jawab Nenek lalu duduk di kursi dapur.
“Apa nenek sudah baikan sekarang?” Amira menatap wajah neneknya yang masih terlihat pucat.
“Alhamdulillah panasnya sudah turun, obat yang kamu berikan semalam cocok untuk nenek.” Jawab Nenek.
“Ya sudah sekarang nenek istirahat, biar Ami yang masak.”

Amira meraih kayu bakar dan menyalakan tungku. Menyimpan dandang diatasnya lalu mengisinya dengan air. Pekerjaan yang biasa dilakukan selain berkebun. Sambil memasak pikirannya masih mengingat pembicaraannya dengan Sinta. Suatu saat dia akan menceritakan keinginannya jika Nenek sudah benar-benar sembuh.


#kmab6

Tinggalkan Balasan