Keluhan orang tua yang aku terima saat pembelajaran daring memang beragam. Ada yang bilang tidak punya uang untuk membeli kuota, jaringan lelet, sibuk bekerja, tidak paham pelajaran, bahkan ada yang membuatku sangat miris, mereka bilang mengajar bukan tugas kami tapi tugas guru di sekolah.
Jujur saja keluhan mereka juga keluhanku. Tapi tugas mengajar dan mendidik tidak seharusnya dibebankan kepada guru apalagi saat pandemic melanda tanah air. Kucoba memberi pemahan kepada mereka, bahwa ini tugas bersama. Demi anak-anak orang tua harus terlibat dalam pembelajaran ini.
Tapi lagi-lagi jawaban mereka membuatku bertambah bingung. Mereka bilang ” Bu untuk mengajar, kami siap tapi pelajarannya susah, beda dengan pelajaran dulu, saya sendiri tidak mengerti bagaimana bisa menjelaskan dan mengajarkan kepada anak-anak kami”.
Aku kembali terdiam. Aku ingin sekali memberikan pembelajaran daring sama seperti tatap muka. Memberikan penjelasan yang memudahkan mereka memahaminya. Tapi jujur aku belum menguasai metode dan aplikasi pembelajaran daring. Selama beberapa minggu aku hanya terpaku pada gambar dan instruksi yang di kirim lewat WA grup.
Aku berusaha googling bagaimana memberikan pembelajaran daring dengan penjelasan yang rinci agar anak-anak bisa memahaminya. Tapi kemampuanku yang pas-pasan tidak sanggup memahami penjelasan dari google. Aku malah pusing dan bingung sendiri.
Ditengah kebingunganku, beberapa rekan yang tergabung di MGMP mengajakku untuk mengikuti pelatihan daring. Pelatihan itu memberikan materi bagaimana menggunakan aplikasi mengajar daring agar anak tidak bosan dan memahami pembelajaran.
Dengan antusias aku berusaha mengikuti pembelajaran itu. Ilmu yang diberikan di pelatihan langsung diterapkan pada anak-anak. Aplikasi pertama yang diberikan adalah Aplikasi Google Glassroom.
Aplikasi ini segera di unduh oleh anak-anak. Sebagian besar diantara mereka mengeluh. Keluhannya antara lain:
1. Aplikasinya memerlukan ruang yang cukup besar, sementara kapasitas di handphone sedikit, akibatnya banyak yang tidak bisa mengunduhnya
2. Anak-anak yang mampu membuka google classroom kesulitan melihat tugas atau materi yang diberikan guru.
3. Kesulita mengirim tugas ke google classroom
Selain keluhan anak, aplikasi google classroom juga menjadi kendala untuk guru, guu mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi nama anak. Mereka yang mempu membaca dan megirim tugas ke google classroom, menuliskan nama email tidak sesuai dengan namanya. Hal ini menyulitkan guru untuk mengetahui siapa anak yang sudah mengirim tugas.
Sebagai alternative mengirim tugas, aku meminta mereka menulis tugasnya di buku catatan. Kemudian photo jawabannya dan kirim japri ke nomor watshaapku. Dengan antusias mereka mengirim jawaban tersebut.
Jawaban itu menumpuk di memori handphoneku. Akibatnya memori handphone penuh dan sering ngebleng. Tapi tidak apa-apa aku mencoba memeriksa jawaban mereka satu persatu dan menghapusnya saat sudah aku koreksi.
Kegiatan ini berlangsung sampai aku selesai mengadakan pelatihan. Praktek google classroom tetap aku jalankan walaupun banyak dari mereka yang tidak bisa ikut karena handphonenya mempunyai memori kecil.
Dilihat dari jumlah total mereka yang tergabung di google classroom hanya sekitar 60 %, sisanya tetap tergabung di wa grup. Pembelajaran aku berikan dengan dua aplikasi memang lumayan repot. Ditambah luring bagi mereka yang tidak memiliki handphone. Sungguh menguras energi dan pikiranku, tapi aku tetap bertahan.
Tibalah waktunya untuk mengadakan ulangan harian. Aku coba menggunakan google dokumen. Awal menggunakan aplikasi ini, anak-anak kebingungan bagaimana cara menjawabnya. Aku mencoba memberikan tutorial cara mengisinya, agar lebih mudah dan dipahami.
Anak-anak kembali antusias, beberapa diantara mereka berhasil. Mereka sangat senang apalagi skornya bisa dilihat sesaat setelah selesai mengerjakan ulangan harian. Tapi kendala tetap saja ada. Beberapa diantara mereka tidak bisa menuliskan password emailnya.
Aku kembali memberikan tutorial cara membuat email baru, dengan menggunakan password yang mudah di ingat. Tapi sebagian besar mereka tidak bisa menangkap perintahku. Yah… tidak beda denganku yang kesulitan dalam memahami materi online. Tapi aku belum menyerah, aku berusaha belajar agar mereka mematuhi dan memahami perintahku.
#Kisah Dibalik Pembelajaraan Daring
#KMAA-2