TERPURUK

Tak pernah terbayang sebelumnya, rasanya seperti mimpi. Hari-hari indah pergi, keceriaan direnggut, kesibukan pagi menghilang. Hal yang pernah dilarang, kini harus digenggam setiap hari. Anak-anak harus menatap sinar biru benda ini setiap hari.

Maret 2020 jadi mimpi buruk tak terduga. Pandemi covid-19 melanda tanah air. Ketakutan dan kepanikan mewarnai keseharian kami. Semua berubah, mulai dari pelaksanaan lockdowan, pembatasan social berskala besar (PSBB), karantina, bekerja dari rumah (Work From Home), hingga penerapan new normal.

Semua merasakan dampaknya. Roda perekonomian sesaat terhenti. Masyarakat kecil menjerit, para pedagang mengeluh, buruh dan karyawan dirumahkan. Bahkan banyak diantara mereka yang tertunduk lesu karena di PHK. Begitu juga dengan siswa yang terpaksa harus belajar dari rumah.

Saat pemerintah mengeluarkan edaran pembelajaran dari rumah, kebingungan begitu terasa, ketidaksiapan mewarnai proses pembelajaran. Bagaimana pembelajaran berlangsung, dengan cara apa menyampaikan pembelajaran, apakah anak-anak menerima pembelajaran dari rumah (BDR) ..?

Begitu banyak pertanyaan yang muncul, tak ada jawaban, semua terjadi begitu tiba-tiba , Perlu tindakan cepat dan bijak dalam menyikapi masalah ini. Pembelajaran harus tetap berlangsung, mengutamakan kesehatan dan keselamatan dari dampak buruk covid-19 adalah keharusan.

Pembelajaran Daring, metode ini dipilih untuk melaksanakan pembelajaran. Menggunakan teknologi dan jaringan Internet dirasa aman untuk mencegah penularan covid-19 di lingkungan sekolah. Menyiapkan pembelajaran Daring sungguh berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Banyak persiapan yang harus dilakukan, Guru dituntut untuk menyajikan pembelajaran yang Variatif dan Inovatif. Kemampuan IT sangat diperlukan dalam kegiatan ini.

Untuk bisa melakukan pembelajaran daring guru dituntut menguasai IT. Hal ini dilakukan supaya siswa terlayani dengan baik. Saat itu benar-benar bingung, entah apa yang akan diberikan, jangankan membuat video membuka aplikasi pembelajaran di hand phone saja kesulitan.

Sesaat setelah diumumkan untuk segera melakukan pembelajaran daring, aku terdiam. Apa yang bisa kulakukan dalam pembelajaran ini. selain gaptek aku sendiri bingung dengan cara apa aku mengajar. Murid-murid di tempatku sebagian besar tidak memiliki handphone. Yang memiliki hanphone juga kesulitan membeli kuota. Bahkan sinyak internet di tempat kami tidak stabil.

Untuk sesaat pembelajaran terhenti. Anak-anak merasa bahagia karena libur belajar. Mereka menyangka libur ini hanya sesaat. Tapi setelah berlangsung lebih dari satu minggu. Anak-anak mulai jenuh. Mereka mulai bertanya kapan sekolah. Aku dan anak-anak mulai gelisah.

Aku merasa putus asa. Apalagi saat mereka ramai-ramai menggunakan aplikasi dalam pembelajaran. Ada yang menggunakan google classroom, aplikasi zoom meeting, google meet, you tube, google dokumen, WA grup dan lain-lain. Semuanya benar-benar asing di telingaku.

Disaat itu untunglah ada kebijakan untuk mengadakan luring bagi mereka yang tidak memiliki handphone. Aku mulai bersemangat. Segera aku memanggil mereka untuk datang ke sekolah dengan menggunakan pakaian bebas.

Dengan anusias mereka bergiliran datang ke sekolah untuk belajar. Saat itulah aku punya kesempatan untuk menanyakan siapa diantara mereka yang memiliki handphone. Awalnya kegiatan berjalan lancar. Namun Pembelajaran luring ternyata tidak bisa efektip. Mereka bahkan tidak tahu jadwal luring. Banyak diantaranya yang tidak hadir.

Walau demikian aku tetap punya harapan. Walaupun sedikit yang datang untuk luring, setidaknya aku memiliki data anak yang memiliki handphone. Aku mencoba membuat grup WA. Anak yang tidak memiliki handphone diminta bergabung untuk belajar kelompok. Awalnya semua berjalan lancar. Tapi setelah beberapa minggu anak kembali mengeluh.

Tidak sedikit diantara mereka yang mengeluhkan kuota, bahkan anak-anak yang luring mulai malas ke sekolah. Mereka mengeluh tidak ada kendaraan, bahkan banyak diantaranya yang benar-benar berhenti belajar. Kucoba untuk menelpon mereka satu persatu. Tapi handphone mereka tidak aktif. Untuk mereka yang luring pun semakin berkurang.

Kucoba mendatangi orang tua mereka. kutanya mengapa anaknya tidak mengirim tugas. Tapi sungguh tidak disangka bukannya membantu, mereka malah menyalahkan aku karena sudah memberikan pekerjaan tambahan kepada mereka. Bahkan ada diantara mereka yang bilang kalau mereka tidak bisa membantu anaknya belajar karena mereka sendiri tidak bisa pelajaran tersebut.

“Kami tidak sekolah bu, makanya anak-anak kami sekolahkan agar pintar dan tidak bodoh seperti kami. Kami tidak bisa membantu bukan karena sibuk, tapi memang tidak paham, bagaimana kami bisa mengajarkan itu pada anak-anak kami?” Itulah jawaban yang aku terima dari mereka. Aku hanya bisa diam, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar terpuruk

#Kisah dibalik pembelajaran daring
#KMAA-1

Tinggalkan Balasan