Ending Novel Novelis (35)

Cover buku
Cover buku oleh Ajinatha

Pulangkan Aku 

 

“Pulangkan aku, mas” ucapku lirih.

Mas Pras segera melepaskan pelukannya.

“Pulang ke mana, Ajeng?”

Tak ada jawaban dari mulutku.

“Kamu hanya bercanda kan, Ajeng?”

Aku gelengkan kepala.

“Oh… ya Allah. Sebenarnya apa yang terjadi?” Mas Pras terlihat putus asa. Aku sebenarnya tak tega melihatnya. Tapi aku harus memikirkan diriku sendiri untuk saat ini.

“Kalau mas tak mau pulangkan aku, aku akan pulang sendiri…” ucapku kemudian.

“Kamu nggak boleh meninggalkan rumah ini, Ajeng. Nggak boleh. Aku hancur, Ajeng!” Suara mas Pras mulai meninggi.

“Nggak, mas. Mas Pras nggak perlu khawatir. Aku sama sekali tak tertarik dengan perusahaan.”

“Apa maksudmu, Ajeng?”

“Ayah juga sudah tua. Ayah merasa tak bisa melanjutkan perusahaan lagi. Sudah lama ayah mencari mas Pras dan Tyo untuk mengembalikan perusahaan ayah kalian.”

Sunyi. Aku dan mas Pras sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Kalau ayah tahu sejak awal kalau kalian adalah penerus pimpinan perusahaan, pasti sudah diserahkan kepada kalian.”

Aku segera menuju lemari pakaian. Kuambil pakaianku dan kumasukkan ke dalam koper kecilku.

“Ajeng, apa yang kamu lakukan?” Mas Pras mendekatiku.

“Aku mau pulang, mas…”

Mas Pras kebingungan. Terus terang aku juga bingung. Aku perlu jauh dari mas Pras, entah untuk sejenak atau selamanya.

**

Pakaian sudah selesai kumasukkan ke dalam koper. Kutinggalkan mas Pras.

“Persetan dengan perusahaan itu, Ajeng! Aku hanya butuh kamu.”

Ucapan mas Pras tak kupedulikan.

***

Perempuan Biasa

Aku tahu hidup tak mudah. Penuh rintangan, onak berduri, jurang yang terjal. Tapi hidup tak selamanya seperti itu. Keberhasilan, kebahagiaan akan kudapat.

Berkali-kali aku jatuh. Tapi aku harus bangkit. Aku tak ingin hidupku tak memiliki arti. Aku akan tetap menjadi perempuan yang tegar, kuat, optimis, ceria.

Sudah lama kuterjatuh dalam duka. Saat ini aku berusaha menyingkirkan sakit dan perih. Dari luar kuterlihat ceria. Tapi hati bicara lain, luka harus disembuhkan.

Ini awal bangkitnya seorang perempuan. Perempuan yang mengharapkan ketulusan, keikhlasan, kejujuran, rasa tanggungjawab dan kepercayaan

Aku hanya perempuan biasa. Rasa sabar ada batas. Aku mengerti tapi kadang ego bicara. Aku punya hati dan pemahaman sendiri. Karena aku hanya manusia. Perempuan biasa

 

Sudah seminggu aku tak bersama mas Pras. Mas Pras sering menghubungiku dan menanyakan keberadaanku.

Kubaca sekilas dari WhatsApp yang dikirimkannya. Meski tak kubuka. Intinya mas Pras mencariku di rumah ayah. Dan ayah malah menanyakan kenapa mas Pras cuma sendirian.

Sebenarnya aku merindukan mas Pras. Namun saat ingat obrolan mas Pras dan Tyo, hatiku hancur lebur.

_____

**Puisi telah tayang di Kompasiana**

 

Tinggalkan Balasan