Cover buku oleh Ajinatha

Niat Buruk Tyo 39

Kurasa ada yang membuntutiku saat berbelanja kebutuhan sehari-hariku. Ada perasaan tak enak menyelimuti hatiku.

Buru-buru aku memilih aneka kebutuhanku selama beberapa hari ke depan. Langsung saja kubawa ke kasir. Aku harus segera pergi dari swalayan.

Selesai juga kasir menghitung dan memasukkan belanjaanku ke dalam tas belanjaku. Aku lega dan segera menuju tempat parkir.

“Ajeng, tunggu!”

Aku sangat mengenal suara itu. Bukan suara mas Pras. Meski sekilas suaranya sama. 

Ya…aku yakin bahwa itu suara Tyo. Aku panik. Apalagi tukang parkir masih sibuk mengeluarkan kendaraan lain.

“Sombong amat kamu, Ajeng…” tanganku ditariknya kuat-kuat.  Aku sangat takut.

Ya Allah, kenapa aku harus bertemu dengan Tyo di saat aku sendirian begini, batinku berkata.

***

“Ajeng, aku ingin kita bersama lagi. Aku nggak rela, kamu hidup dengan Bekti…”

Aku palingkan pandanganku ke arah luar. Terpaksa aku menuruti Tyo untuk makan bersamanya.

“Hidupku bukan menjadi urusanmu, Tyo. Kamu sudah punya anak isteri. Dan tolong hormati aku. Aku ini saudara iparmu…”

Kudengar ledakan tawa Tyo. Aku muak mendengarnya.

“Saudara ipar? Hahahaha… aku tahu kamu sekarang ragu pada Bekti, Jeng. Kamu minggat dari rumah kan?”

Aku kesal bukan main. Aku merasa ada benarnya dari ucapan Rindu, Tyo bisa melakukan apapun demi keinginannya. Dia tak mau melihatku bahagia bersama mas Pras.

Tak kupedulikan ucapan-ucapan Tyo. Namun dari semua ucapan, yang paling membuatku muak adalah dia akan meninggalkan anak istrinya. Demi bersamaku.

Tinggalkan Balasan