Cerpen: Percakapan Anak Lelaki dengan Ibu Sebelum Tidur

Cerpen96 Dilihat

Malam itu Bayu terlihat kelelahan. Mukanya kusam, lengkungan hitam di sekitar mata mulai tampak, rambut pun acak-acakan. Makanan kesukaannya yang disediakan ibu ketika siang, tak mampu menyegarkan tampilannya.

Mengikuti kegiatan belajar melalui gawai sepanjang hari, sangat menguras energinya. Delapan jam telah dihabiskan di depan layar berukuran 30 X 20 cm, bersama dengan rangkaian pekerjaan rumah yang tak habis-habisnya.

Dia sebetulnya suka belajar. Hanya saja, karena hari sebelumnya terlalu berlebihan, hari itu tanda-tanda kurang istirahat bermunculan satu per satu. Kendati begitu, animo belajar tak menunjukkan ingin istirahat.

“Bayu, istirahat dulu belajarnya. Ayuk makan malam dulu” seru Ayah.

“Baik, Yah”. Jawab Bayu. Bayu kemudian bergerak dari kursi nyamannya, menuju ke ruang dapur. Di sana sudah terlihat Ayah dan Ibu duduk bersebelahan, lengkap dengan menu makan malam. Semangkuk soto ayam hangat dengan daun bawang, makanan kesukaannya, sudah siap di meja makan.

Di depan meja, televisi berbunyi dengan suara agak kencang. Pembawa berita yang cantik jelita, sedang membawakan berita, menemani ramah tamah keluarga kecil itu.

“Telah terjadi pembunuhan di kota Landung, Provinsi Sembarang. Seorang wanita tewas dan mayatnya ditemukan mengambang di sungai dekat kota. Beruntung, seorang warga menemukan dan segera melaporkan ke kantor polisi terdekat. Sampai berita ini diwartakan, polisi masih mengusut tuntas dan mengejar pelaku pembunuhan.”

Bayu melihatnya. Sembari mulut mengunyah daging ayam yang empuk beserta kuah hangatnya, dia tidak sedikitpun mengalihkan perhatian dari berita itu. Dia memang seorang anak yang suka melakukan analisis. Kritis.

Berhubung waktu telah mendekati larut malam, setelah makan, seperti biasa ketiga anggota keluarga itu bersiap-siap untuk tidur malam. Sebelum tidur, ibu menemani Bayu di kamarnya, hingga dia menutup mata.

“Ibu, Bayu mau nanya.” Cakap Bayu kepada Ibu di atas tempat tidurnya.

“Nanya apa, Nak?”

“Kenapa sih Bu orang melakukan kejahatan?” Bayu melanjutkan kalimatnya. Sepertinya cuplikan berita tadi berubah menjadi pertanyaan dalam ingatan kepalanya.

“Kamu penasaran ya dengan berita tadi?” Tanya ibu menegaskan pertanyaannya.

“Iya bu. Ibu selalu mengajariku untuk terus berbuat kebaikan. Di sekolah, ibu guru juga sama. Semua serempak memintaku untuk berbuat kebaikan. Tapi yang aku bingung, mengapa bisa ada orang jahat ya, Bu? Apa mereka tidak beroleh pengajaran sama sepertiku?”

Ibu terdiam sejenak. Keningnya mengerut. Berusaha mencari jawaban yang kira-kira mudah dimengerti oleh anaknya yang baru genap berusia sepuluh tahun tahun ini.

“Ibu tidak bisa jawab Nak, karena ibu tidak tanya langsung mereka. Hanya saja, ibu yakin semua orangtua pasti ajarannya sama seperti ayah dan ibu. Tidak akan pernah ada maksud untuk menjadikan setiap anak jahat, dengan sengaja memberikan ajaran yang buruk.”

“Kalau begitu, mereka gagal ya Bu melakukan ajaran orangtuanya?” Tanya Bayu lebih lanjut.

“Iya Nak. Tidak semua anak gampang nurut sama omongan orangtua. Tapi ya gitu, kalau bandel, mereka dicari-cari polisi atas perbuatan jahatnya. Kamu tidak mau kan Nak? Hidup dikejar-kejar seperti itu? Makanya, kamu harus nurut sama ajaran ibu.”

“Iya Bu, Bayu gag mau kayak mereka. Bayu ingin hidup tenang aja, Bu.”

“Ya udah, Nak, sudah malam ini. Yuk tidur. Biar besok bisa belajar lagi.”

Lampu kamar pun dimatikan. Bayu akhirnya tidur dengan pertanyaan yang telah terjawab. Hujan yang datang dengan beberapa rintik ikut menemaninya mengakhiri malam itu.

Jakarta

10 Oktober 2020

Catatan: Telah tayang pula di Kompasiana.com

Tinggalkan Balasan