Setiap perjalanan kadang mengungkap banyak kisah yang menarik dan tidak terbayangkan sebelumnya. Seperti kisah jelajah saya mencari angin sambil cuci mata di Rustavelli Avenue, pusat kota Tbilisi di senja nan menyenangkan di bulan Agustus.
Rustavelli Avenue adalah jantung kota Tbilisi. Di sini, kita bisa melihat apa saja yang ada di Georgia, dari bangunan bersejarah, monumen, Gedung kesenian, pengemis, dan tentu saja pedagang kaki lima. Oh ya, jangan lupa, kaki lima di Rustavelli Avenue sangat nyaman karena cukup lebar dan selalu ramai.
Ada lumayan banyak pedagang kaki lima dengan bermacam-macam barang dagangan. Tentu saja kebanyakan adalah cenderamata alias suvenir yang menarik tentang kota Tbilisi dan negara Georgia. Ada gantungan kunci, tempelan kulkas, dan pernak-pernik lain yang menarik.
Harganya juga cukup ekonomis dan kalau kita pandai menawar, bisa mendapatkannya dengan harga murah. Sebagaimana biasa, saya selalu membeli benda yang tidak mahal dan mudah dibawa pulang yaitu tempelan kulkas atau piring pajangan.
Namun, uniknya sebagaimana di negara-negara eks Soviet. Banyak juga benda-benda dari era Soviet yang merupakan memorabilia dipajang dan dijual juga buat turis mancanegara. Foto dan patung Stalin, logo palu arit dan bahkan baju tentara era Soviet.
Tiba-tiba saja saya tertarik dengan sebuah kumpulan medali yang berukiran gambar ibu yang menggendong anak. Medali ini ada bermacam-macam dan juga bertuliskan CCCP alias USSR atau Uni Soviet lengkap dengan logo palu aritnya. Di atasnya ada tulisan Materinskaya Slava yang berarti Kemuliaan Ibu atau Maternal Glory. Tentu saja saya tidak berniat membelinya. Namun karena penasaran, saya pun bertanya:
“Chto Eto?” Alias apa ini.
Dengan Bahasa Rusia campur Inggris sedikit-sedikit penjual itu kemudian menjelaskan bahwa medali itu adalah Materinskaya Slava Alias Lencana Penghargaan Buat Seorang Ibu yang telah melahirkan banyak anak.
Saya terkaget mengapa ibu yang melahirkan banyak anak harus mendapat medali atau lencana.
Pochemu? Mengapa tanya saya.
Kembali dengan Bahasa Rusia dan Inggris terputus penjual tadi menjelaskan bahwa ketika Perang Dunia Kedua, Uni Soviet merupakan negara yang paling banyak menderita dengan jumlah kematian lebih 30 juta jiwa. Karena sejak 1946, Stalin mengumukan bahwa ibu yang melahirkan lebih 7 anak akan mendapat lencana,
Lencana Materinkaya Slava itu ternyata terbagi tiga, Yang paling rendah atau Kelas tiga untuk ibu yang telah melahirkan 7 anak, kelas dua untuk ibu yang telah melahirkan 8 anak, dan kelas Utama untuk ibunya telah melahirkan 9 anak.
Wah saya langsung termenung. Kalau begitu banyak orang tua zaman saya yang akan menerima medali itu seandainya sistem medali seperti di Soviet juga diterapkan di Indonesia.
Yang lebih mengagumkan lagi adalah, sang menjual kemudian menunjukkan sebuah medali lagi. Saya membaca tulisan dalam Aksara Kiril yaitu Mat-Heroinya atau artinya Ibu Pahlawan. Medali ini berbentuk Bintang Bersudut Lima berlapis Emas.
Tidak perlu saya bertanya, sang penjual menjelaskan kalau ini untuk kaum ibu yang dianggap pahlawan karena telah melahirkan 10 anak atau lebih.
Saya hanya termenung dan kemudian bertanya apakah praktik ini masih diterapkan di Georgia sekarang. Sang penjual sambil tersenyum menjawab: Nyet, alias tidak. Rupanya sejak jatuhnya Uni Soviet otomatis program itu tidak berlaku lagi. Walau kemudian saya mengetahu bahwa sebagian republik eks Soviet seperti Kazakhstan dan bahkan negeri nan luas tapi sepi penduduk Mongolia juga memberikan lencana penghargaan kepada ibu-ibu yang melahirkan banyak anak.
Kalau di Indonesia, tentunya bisa tambah banyak penduduknya.