Gambar ilustrasi: republika.co.id.
Kita suka dan biasa menayangkan tulisan, gambar dan/atau video di media sosial. Medsos yang dimaksud bisa berupa aplikasi WA, FB, IG, Telegram, Tweeter, dan yang lainnya. Media itu bisa yang bersifat pribadi atau grup. Dan semua itu ada di genggaman, di telepon pintar.
Akibat penetrasi teknologi yang mengglobal dan intensitas aktivitas bermedia sosial tinggi membuka mata literasi digital kita. Karena itu, tidak ada lagi seorang pun di dunia ini yang tertutup dengan teknologi informasi. Setiap orang pernah bersentuhan dan pernah menggunakan telepon seluler.
Oleh sebab itu, menjadi suatu keanehan dan kekuranglengkapan hidup saat ini jika tidak menggunakannya. Meski demikian, harus diakui bahwa tidak sedikit orang juga yang tidak atau belum memilikinya. Tapi sekalipun begitu, sekuruang-kurangnya, mereka pernah menggunakannya. Atau setidak-tidaknya pernah melihat dan menyentuhnya.
Maka dapat dikatakan bahwa telepon seluler dan/atau telepon pintar sudah tak asing lagi bagi siapa pun di mana pun. Dengan demikian setiap orang sudah terbiasa dengan mengirim dan menerima pesan atau informasi. Apakah itu yang berupa tulisan, gambar atau pun video. Dan kreativitas itu seakan tak terbendung.
Media sosial sekarang ini telah menjadi bagian dari aktualisasi diri. Yaitu cara orang per orang menyatakan siapa dirinya. Ia sudah bukan lagi hanya sekedar media komunikasi tetapi ia telah menjadi cara promosi diri. Ia menjadi cara “menjual” diri kepada dunia. Lewat media ini banyak orang jadi mengenal siapa seseorang itu sesungguhnya.
Karena medsos telah menjadi ajang promosi diri, maka ada saja ide untuk senantiasa tampil beda supaya tidak dibilang tidak kreatif. Maka setiap hari selalu ada saja hal-hal yang ‘baru’ untuk dikedepantayangkan. Sungguh sangat memperkaya jiwa mereka yang membacanya.
Sayangnya gegara ingin eksis di medsos, masih banyak yang ‘memaksa’ diri menjadi orang bijaksana yang paling arif. Cara yang ditempuh adalah dengan menayangkan imbauan atau kata-kata bernergi untuk mengubah banyak orang. Informasi itu akan memberi semacam kesaksian siapa pengirimnya. Dia bisa memberi penguatan kepada pembaca atau sebaliknya.
Di antaranya dengan menayangkan hal-hal positif yaitu informasi ‘baru’ yang melegakan dan memperkaya sidang pembaca. Tetapi tidak sedikit pula informasi negatif yang menohok dan memporak-poranda ketahanan jiwa pembaca. Yaitu hal-hal yang merusak anak bangsa. Seyogyanya apapun yang ditayangkan adalah untuk memotivasi demi membangun yang terpuruk.
Adalah fakta bahwa tidak sedikit informasi negatif yang marak beredar di media sosial. Hal semacam itu membuat pembacanya menggelengkan kepala, tidak setuju. Tetapi ia hanya mampu berdecak dalam nelangsa. Dan hanya mampu juga memproteksi diri dengan cara yang bijaksana menurut nurani masing-masing.
Bagaimana dengan keberadaan kita? Apakah yang kita tayangkan itu sesuai dan seiras dengan kehidupan kita? Sudahkah kita melakukan segala imbauan yang telah kita tayangkan? Pernahkan kita merasa janggal dan/atau risih dengan tayangan sendiri yang berseberangan dengan yang kita lakoni?
Jika demikian, apa yang harus dilakukan? Menurut hemat penulis, yang terbaik adalah menulis dan menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan apa yang kita alami dan jalani. Sebab itu lebih berdayaguna dan bertenaga serta bisa dipertanggungjawabkan.
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Rabu,7 Juli 2021 (21.00 wita)