Bumi itu bulat. Demikian kita diajarkan di sekolah sejak SD dahulu. Walau belakangan banyak juga teman dan sahabat yang menganut Teori Bumi Datar mengatakan hal yang lain namun biarlah sepenggal kisah ini membuktikan bahwa bumi memang bulat. persis seperti bola dunia yang sudah kita kenal.
Teman, beginilah kisahnya,
Sejenak kita kembali ke masa lampau, hampir 32 tahun yang lalu, pada akhir tahun 1989, tepatnya di pertengahan bulan November. Perjalanan ini dimulai dari Bandara Soekarno Hatta, di pagi yang cerah sekitar pukul 9.45 dengan pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 800 dengan tujuan ibukota perfilman Holywood, yaitu Los Angeles alias LA. Tetapi tentu saja bukan Lenteng Agung. Ini benar-benar Los Angeles.
Tentu saja sebelumnya kami harus mengurus visa ke beberapa negara yang akan kami kunjungi. Yang pertama adalah mengurus visa ke Amerika Serikat. Kala itu bikin visa ke Amerika sangatlah mudah. Hanya memerlukan surat dari kantor dan mengajukan ke kedutaan di pagi hari, sorenya sudah selesai. Visa juga berlaku selama lima tahun dan yang paling asyik adalah tanpa biaya alias gratis. Untuk berkunjung ke Belanda tentunya juga memerlukan visa yang kala itu hanya berlaku di tiga negara Benelux, yaitu Belgia, Nederland dan Luxembourg.
Kita kembali ke Bandara Soekarno Hatta dan Garuda Indonesia GA 800. Pesawat Garuda DC 10 ini merupakan pesawat berbadan lebar dengan tiga buah mesin yang saat ini sudah pensiun. Penerbangan pagi itu merupakan penerbangan yang lumayan anjang karena harus transit di beberapa kota. Transit pertama di Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar. Sewaktu transit, kami sempat membeli dua bungkus kacang asin Bali yang lucunya tidak semat disentuh sampai kembali ke Jakarta, sebelas hari kemudian.
Setelah transit sekitar 1 jam di Bali. Pesawat yang sama kemudian terbang ke arah timur. Kali ini mampir sebentar di Bandara Frans Kaseipo di pulau Biak. Waktu tempuh penerbangan Bali – Biak sekitar 5 jam penerbangan. Hari sudah mulai gelap ketika kami mendarat dan semua penumpang dipersilahkan singgah sebentar di terminal. Untuk mempromosikan wisata Papua, ada tarian tradisional Papua yang menyambut kami ketika berjalan di tarmak dari pesawat ke terminal.
Kemudian, dimulailah sektor terjauh dari penerbangan ini, yaitu penerbangan Biak ke Honolulu selama kurang lebih sembilan jam. Untungnya konfigurasi tempat duduk di dalam kabin yaitu 2-5-2 membuat kita dapat tidur di kursi tengah, kebetulan penumpang tidak penuh. Hari sudah pagi ketika pesawat mendarat di Bandara Internasional Honolulu, Hawaii. Walau sudah melewati satu malam, namun karena melewati garis batas tanggal internasional, kita masih di hari yang sama ketika berangkat dari Jakarta kemarin.
Hawaii, atau tepatnya Honolulu yang terletak di pulau Oahu ini menjadi tempat pertama saya menghirup udara di wilayah Amerika Serikat. Sebuah wilayah di tengah Kepulauan Pacific yang terkenal dengan tarian Hula-Hula. Semua penumpang beristirahat berjalan meluruskan kaki sambil melihat-lihat di terminal. Sudah belasan jam kami terbang dan tujuan akhir masih lumayan jauh.
Sektor terakhir adalah Honolulu Los Angeles yang walau pun masih di wilayah Amerika Serikat, penerbangan di atas Samudra Pasifik ini lumayan jauh dan lama yaitu sekitar 5 atau 6 jam.
Akhirnya, sekitar pukul 19,45 malam waktu Los Angeles, pesawat Garuda yang kami tumpangi mendarat di Bandara Los Angeles atau LAX. Kami tiba di Terminal yang disebut Tom Bradley International Terminal.. Total waktu penerbangan berikut tiga kali transit sekitar 24 jam.
Sebuah bus, dengan sopir berkulit hitam bertubuh besar membawa, kami menuju tujuan pertama di benua Amerika yaitu Anaheim, di kawasan yang dijuluki the happiest place on earth yaitu Disneyland. Asyiknya malam itu bus besar itu hanya berisi dua orang penumpang walau sopir sudah tiga kali memutar mengelilingi beberapa terminal di Bandara LAX sambil berteriak, Anaheim, Buena Vista, Disney Land. Ongkos bus sekitar. Welcome to America.
Kami menginap empat malam di Anaheim. Selain bermain di Disneyland kami juga sempat ikut tur keliling kota Los Angeles seperti ke Universal Studio, Farmer’s Market, Holywood dan tempat-tempat menarik lainnya. Ada sebuah pengalaman yang membuat perjalanan ini menjadi tidak terlupakan adalah kami sempat ditinggal bus wisata di Farmer’s Market. Ketika kami sedang celingukan mencari bus, seorang perempuan berusia 50 tahunan penjaga sebuah toko memberi tahu bahwa bus baru saja berangkat sekitar 5 menit lalu. Untungnya dia membantu menelepon taksi sehingga kami dapat menyusul bus ke Universal Studio. Sopir taksi seorang perempuan yang juga berkulit hitam dan kami harus merogoh sekitar 20 Dollar karena tertinggal bus.
Dalam kunjungan singkat ke Amerika Serikat ini, kota Las Vegas juga tidak lupa disambangi dengan ikut tur satu hari alias One Day Tour. Lumayan mengasyikkan berkunjung ke kota hiburan di tengah Gurun Pasir di negara bagian Nevada melewati jalan raya Interstate yang lebar di negeri Paman Sam.
Kunjungan singkat ke Amerika pun berakhir. Kini benua Eropa telah menanti, Penerbangan malam hari dari Los Angeles dengan pesawat B747 KLM berlangsung sekitar 9 jam. Dari Bandara Schipol kami menuju hotel di pusat kota dengan taksi. Ongkosnya sekitar 40 Gulden Belanda, Di sini kita banyak berjalan kaki menyusuri kota yang dipenuhi dengan kanal nan cantik. Amsterdam juga terkenal dengan museum dan hiburan malamnya yang menggoda.
Anjangsana ke negeri Belanda lebih singkat dibandingkan ke Amerika, yaitu hanya dua malam saja. Selain di Amsterdam, banyak lokasi menarik yang dikunjungi termasuk desa kecil Volendam. Di sini kita dapat berfoto dengan pakaian tradisional Belanda yang unik dengan peci hitam yang khas dan kelom kayu yang terkenal.
Dari Belanda, perjalanan terus berlanjut ke timur, menuju negeri Jerman, tepatnya kota Munchen. Kala itu Jerman masih terbelah dua Jerman Barat yang disebut Bundes Republik Deutscland, dan Jerman Timur yang disebut DDR atau Deutsche Demokratische Republik. Kalau sekarang kita harus memiliki visa Schengen jika ingin ke Jerman, waktu itu pemegang paspor Indonesia dapat berkunjung ke Jerman Barat selama tiga bulan tanpa visa.
Kota Munchen atau Munich terkenal dengan festival minum bir Oktoberfest yang diselenggarakan di Theresienwiese di pusat kota. Perjalanan ada waktu itu memang lebih mengasyikkan dan penuh tantangan. Mata uang yang digunakan di Jerman juga belum Euro seperti sekarang melainkan DM atau Deutsche Mark yang nilai tukarnya sekitar 1,95 DM per US Dolarnya. Untuk memesan hotel juga biasanya dilakukan setelah tiba di di flughaven atau bandara. Maklum yang nama nya internet belum ada, apa lagi selfi atau Google Map.
Sudah Sembilan hari perjalanan termasuk satu malam di pesawat antara Los Angeles dan Amsterdam. Dari Munchen, kami melanjutkan jalan-jalan dengan pesawat Lufthansa kami menuju kota terbesar di Jerman Barat yaitu Frankfurt. Yang masih saya ingat dari penerbangan domestik ini adalah pramugari tidak membagikan makanan di dalam pesawat, melainkan penumpang mengambil sendiri makanan di dalam plastik yang terdiri dari sebuah pisang dan roti sebelum masuk ke dalam kabin.
Frankfurt, di kota pusat keuangan Jerman ini, kami hanya menginap semalam di dekat Hauptbahnhof atau stasiun kereta api utama untuk sekedar beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan esok. Tidak banyak tempat yang kami lihat di Frankfurt.
Pada hari kesebelas , tepat siang hari, dengan pesawat Boeing 747 Garuda Indonesia, kami melanjutkan perjalanan untuk kembali pulang ke tanah air. Perjalanan ini pun sempat transit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan juga negara tetangga Singapura.
Keesokan harinya, di sore hari, pesawat Garuda Indonesia kami pun mendarat kembali di Bandara Soekarno-Hatta. Selesai sudah perjalanan keliling dunia melewati sepuluh bandara yaitu Jakarta, Denpasar, Biak, Honolulu, Los Angeles, Amsterdam. Munich, Frankfurt, Abu Dhabi, dan Singapura.
Dan dua bungkus oleh-oleh kacang asin yang dibeli di Bali harus mengeliling dunia serta lepas landas dan mendarat sebanyak sembilan kali dan melewati berbagai negara sebelum sampai di ibukota Jakarta.
Sebuah kisah yang tidak terlupakan yang membuktikan bahwa bumi memang bulat.