Seindah Pelangi (3)

“ Walaikumsalam, maaf. Sewaktu membaca pesan pertama dari Aditya, kapal sudah berjalan dan hilang sinyal. Sesampai di rumah, Asiyah langsung bersih – bersih dan sholat, karena kepenatan Aisyah langsung tidur. Besoknya sudah kerja kembali, maaf kalau terlupa akan pesan dari Aditya” aku mengirim balasan untuk  Adiyta.

Bunyi pesan masuk terdengar lagi, ku buka dan ku baca “ Aisyah belum menjawab pertanyaan Aditya, bisakah kita berteman ?”

Aku berpikir sejenak tidak ada salahnya punya teman banyak, aku membalas pesan Aditya.

“ Selama Aditya merasa tidak keberatan untuk menjadi kawan Aisyah, Aisyah tidak akan memutus silaturahmi. Silaturahmi itu penting untuk memperpanjang umur.” Tulisku.

 

Semejak siang itu, Aditya dua hari sekali  berkirim pesan kepadaku. Percakapan yang kami bincangkan seputar pekerjaan masing – masing, sebulan kemudian pesan yang ku terima selalunya dua hari sekali, berganti menjadi satu hari sekali.

Aku agak risih dengan pesan yang datang setiap hari, pasti ada apa – apanya pikirku, akhirnya aku berpikir untuk menghentikan pesan setiap hari ini dengan cara yang halus.

Pada hari kesepuluh setelah menerima pesan setiap hari, aku menulis pesan kepada Aditya dengan bunyi pesan:

“ Assalamualaikum, maaf beberapa hari kedepan Aiysah tidak bisa membalas pesan Aditya. Ada banyak pekerjaan kantor yang harus Aisyah selesai karena mengejar target.”

Aditya membalas pesanku singkat “ Ok, Aditya mengerti.”

Aku bernapas lega, belum sempat aku meletakan telponku ke meja. Aku melihat ada yang meneleponku. Aditya nama yang tertera pada layar handphone ku. Ada apa gerangan fikirku.

Aku menekan tombol menjawab panggilan, “ Assalamualikum, ada apa Aditya.”

Aku mendengar suara dari seberang sana, “ Nanti malam Aisyah ada waktu?”

Lama aku baru menjawab, “ ada apa ya?”

“ Nanti malam saja Aditya beritahu,” suara Aditya terdengar serius.

Aku tidak berani untuk bertanya lebih lanjut,  Aditya meneleponku, tidak pernah Aditya meneleponku. Untuk mengalihkan pandangan teman kantor yang melihatku menerima telepon di jam kantor.

Aku menjawab, “ Inshaallah, setelah sholat Isya’ saja nelponya ya. “ kataku kepada Aditya.

Setelah mendengar jawabanku, aku tidak mendengar suara  dari Aditya selain kalimat “ sampai jam delapan nanti malam, Assalamualikum.”

Aku menjawab salam Aditya dalam hati walaikumsalam. Talian telephon sudah terputus, aku hanya heran saja, ada apa dengan Aditya.

Aku sengaja menjada jarak dengan Aditya, karena aku tidak merasa mempunyai hubungan apa – apa dengannya. Sebagai seorang teman rasanya berlebihan jika Aditya mengirim pesan setiap hari.

Tapi karena pekerjaan kantor masih ada yang harus di kerjakan, aku tidak mau mencari jawaban atas pertanyaanku sendiri tentang Aditya.

***

Setelah sholat Isya’, aku duduk menemani ibu dan ayah menonton acara TV, biasa acara berita terkini yang kami tonton, sambil mendiskusikan isu – isu terkini yang terkait dengan Indonesia dan Manca Negara.

Karena kebiasan Aditya yang tidak pernah tepat waktu jika berjanji aku tidak memikirkan janji tadi siang dengan Aditya.

Jam delapan tepat handphoneku berbunyi, tertera di layar handphone ku nama Aditya. Tidak seperti biasayan pikirku.

“ Ibu Ayah, Aisyah ke kamar dulu, ada telepon dari teman. Sepertinya penting, karena tadi siang kami sudah janjian akan membahasnya malam ini,” pamitku kepada ibu dan ayah.

“ Assalamualaikum, ada apa Aditya? Sepertinya ada yang penting,” tanyaku setelah mengangkat telephon dari Aditya.

“ Walaikumsalam, Aisyah sekarang lagi sendiri?” Aditya malah balik bertanya kepadaku.

“ Memangnya kenapa? Iya, Aisyah sendiri di dalam kamar. Tadi Aisyah lagi nonton sama ibu dan ayah tapi sekarang sudah di kamar .” Aku menjelaskan kepada Aditya.

Aku mendengar nada yang aneh dari pertanyaan aditya, tidak seperti biasa.

Aditya biasanya hanya mengirim pesan tidak pernah menelepon.

Aku jadi penasaran, “ Aditya, ada apa? Ada masalah serius. “ tanyaku?

“ Aisyah sudah hampir tiga bulan kita berteman, “ kata Aditya.

“ Aditya mau menanyakan sesuatu kepada Aisyah, Aditya berharap Aisyah menjawabnya dengan jujur,” terdengar suara aditya ditelephonku.

“ Ada apa, Aditya?” tanyaku penasaran.

“ Apakah Aisyah sudah ada teman lelaki?” Tanya Aditya

Spontan aku menjawab “  banyak, memangnya kenapa?”

Aku mendengar desahan napas berat diseberang sana, dan terdengar suara Aditya “ bukan itu yang Aditya maksud, Aisyah. Maksud Aditya sudah punya kekasih.”

Lama aku terdiam, apa maksud Aditya bertanya demikian. Tanya ku dalam hati.

Aku mendengar Aditya memanggil beberapa kali namaku, mungkin karena aku hanya terdiam mendengar pertanyaan darinya.

“ Itu pertanyaan pribadi, Aisyah tidak akan menjawab pertanyaan ini.” Kataku setelah mendengar Aditya beberapa menggulang menyebut namaku dari seberang sana.

“ Tapi ini penting buat Aditya, Aisyah,” aku mendengar suara dari telephon gemgamku.

“ Tapi buat apa Aditya menanyakan itu sekaitu sekarang,” tanyaku lagi.

Terdengar suara dari seberang sana, “ jika Aisyah belum punya kekasih, maukah Aisyah menjadi kekasih Aditya.” Pertanyaan Aditya membuatku menjadi geli, tanpa sengaja aku tertawa.(bersambung)

Tinggalkan Balasan