Merupa Dan Menulis Itu Adalah Sahabat Karib

Edukasi, Humaniora406 Dilihat
Merupa dan menulis sebuah kolaborasi yang manis (karya Joko Dwiatmoko)

Merupa dan Menulis, sebuah kolaborasi yang manis. Apalagi di zaman sekarang ini mulai terjadi penurunan minat membaca karena banyak orang lebih suka melihat keindahan langsung dari produk digital berupa visualisasi literasi, atau narasi visual yang muncul dan terwakili di medium digital seperti komputer, televisi, ataupun gambar hidup yang banyak bermunculan di pinggir jalan, di gedung.Merupa dalam artian melakukan aktifitas menulis bisa memberi daya tarik karya sastra atau tulisan. 

Perangkat LED memungkinkan melihat televisi besar yang terus bergerak dan menarik secara visual. Sekilas bila keliling di kota besar seperti Jakarta teknologi digital telah menenggelamkan narasi tertulis. Hanya dengan melihat gambar dan simbol – simbol visual, masyarakat sudah bisa membayangkan dan memberi narasi sendiri pada pikirannya.

Semua berhubungan dengan bahasa visual, bahasa gambar yang sedikit banyak menggusur budaya baca. Jutaan pengguna gadget, bahkan lebih 100 juta HP dimiliki masyarakat Indonesia. Kalau diteliti apa yang pertama kali dilihat. Tentu saja gambar.

Maka gambar dan desain yang menarik seperti sebuah keharusan.Kemasan, desain rumah, interior, eksterior, Kitchen Set, lukisan, hiasan dinding, mural, graffiti terus menggempur mata masyarakat sehari- hari. Kota- kota besar dengan budaya urbannya serta mereka yang senang nongkrong entah di mall atau di taman, di tempat terbuka sudah banyak didesain dengan produk seni rupa agar menawan dan enak menjadi tempat tongkrongan.

Merupa atau menggunakan bahasa visual untuk menambah menarik sebuah tulisan apa salahnya? Tidak salah bahkan malah menambah keindahan. Buku yang ditulis oleh para penulis memerlukan gambar menarik supaya secara visual menarik minat pembaca. Sebuah caver buku menjadi pintu masuk untuk melihat halaman – halaman buku. Dengan buku yang dirancang cavernya menarik secara visual maka akan semakin banyak orang tertarik untuk membaca dan mengkoleksi buku.

Beberapa kali dalam artikel saya gambar- gambar penyerta saya gambar sendiri.Karya lukis, ilustrasi, gambar bisa menambah bobot sebuah tulisan. Dalam pengajaran seni rupa di kelas, saya sering menjelaskan tentang ilustrasi. Ilustrasi yang definisi umumnya karya seni rupa yang memperjelas sebuah narasi / tulisan.

 

gambar ilustrasi karya Joko Dwiatmoko

Fungsi ilustrasi bisa memberi efek visualisasi dari narasi, tulisan – tulisan yang ada dibuku sehingga kemasan/packaging sebuah buku bisa sangat menarik. Lihat saja buku buku novel, sastra puisi yang polos, tanpa caver menarik, di toko buku mungkin hanya dilirik sebentar, langsung ditinggalkan. Padahal buku itu sebenarnya berkualitas, namun dengan tampilan biasa maka buku itu hanya menghuni rak tanpa pernah dilirik.

 

Nah itulah betapa besar pengaruh desain caver atau karya seni rupa dalam memberi sentuhan artistik kumpulan tulisan. Jika buku puisi atau buku cerpen disertakan gambar- gambar ilustrasi vignette atau vinyet pasti jauh lebih menarik. Dalam masyarakat yang lebih memprioritaskan bahasa visual memberi bobot tulisan dengan menambah gambar, hiasan atau caver yang menarik rasanya saat ini seni rupa tidak lagi mengherankan.  Bahkan ada beberapa buku yang memuat tuntunan, quote, permenungan sengaja dibuat menarik dengan menambah ragam hias supaya tampak estetis dan mudah terekam di otak.

Saya mempunyai buku Nasihat Diri yang sebagian besar tulisan dan isi halamannya diberi ilustrasi ragam hias menarik. Sama halnya kalau melihat puisi yang dihias dengan sulur- sulur dari ragam tumbuhan yang dideformasi atau dalam istilah seni rupa ada istilah stilasi. Gambar yang sudah melalui penggayaan, digayakan.

Jadi kalau bicara karya sastra disandingkan dengan karya seni rupa, sudah tidak mengherankan. Sastra koran seperti terlihat di Koran Kompas misalnya, selalu menyandingkan ilustrasi cerpen dari dari karya – karya perupa/pelukis. Isi dan gambar ilustrasi dipadupadankan dan saling memberi penguatan.

 Penulis dan perupa bisa saling bersinergi untuk saling menguatkan. Lukisan dan karya seni rupa yang kuat dan berkualitas, bisa saja sudah mengandung narasi yang bisa saja dipersepsikan oleh para penikmatnya. Demikian para sastrawan, penulis bisa saja membuat narasi tertulis menterjemahkan bahasa gambar dan sebaliknya.

Semoga pembaca mengikuti diskripsi saya tentang seni rupa. Banyak seni rupawan mempunyai kecakapan menulis, contohnya S Sudjojono, Barli dan beberapa pelukis juga mempunyai kemampuan menciptakan cerpen dan juga membuat novel. Bambang Shakuntala yang dikenal dengan karikaturis, pelukis menulis novel juga.

Jadi kalau saya sebagai guru seni rupa aktif menulis semoga saja bisa memberi sedikit kontribusi untuk menarasikan bahasa rupa. Narasi sastra gambar bisa dilihat dari relief yang muncul di candi. Seperti di Borobudur. Dari narasi narasi visual bisa juga muncul tulisan – tulisan dari tiap suku dan etnis, juga temuan karya sastra yang ditemukan di lontar ataupun di prasasti yang diukir di batu sebagai peninggalan visual.

Jadi tidak aneh sebenarnya jika sastra, literasi disandingkan dengan karya seni rupa. Malah seni rupa dan sastra bisa disebut simbiosis mutualisme.

 

Jonggol, Senin 13 September 2021

 

Sumber referensi : Dua Seni Rupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman

Nasihat Diri;Teddy Prasetya Yuliawan, penerbit Metagraf

Tinggalkan Balasan