Merupa, Perupa Yang Menulis

BUKU, Sosbud97 Dilihat
Ada waktu untuk menulis dan melukis (dokpri)

Merupa, Perupa yang Menulis

Banyak perupa yang di sela aktifitasnya melukis masih sempat membuat puisi, sajak dan tulisan berisi kritikan. Banyak perupa selain merupa adalah penulis handal. Lalu mengapa mereka bisa masuk dalam dua dunia itu. Apakah para perupa itu mampu menulis sebagus sastrawan?

Banyak seniman yang dalam hidupnya pernah menerbitkan buku ada Jeihan Sukmantoro, Made Wianta, S Sudjojono, Danarto. Kritikus seni Sanento Yuliman yang berlatar pendidikan seni rupa lebih sering membuat tulisan dan sajak. Juga pengamat seni Rupa Agus Dermawan T. Butet Kartaredjasa pernah belajar berbasis seni rupa tetapi iapun pernah menerima penghargaan ketika beraktifitas dalam dunia tulis menulis.

Bagaimana sebenarnya hubungan antara seniman perupa dengan dunia sastra?Secara kebetulan penulis juga berlatar pendidikan seni rupa. Sering membuat coretan berdasarkan imajinasi yang bisa berkonsep puitis, sastra. Mengungkapkan makna seni rupa dalam jalinan kata sastrawi yang penuh penafsiran dan kebebasan dalam berkata- kata. Seperti halnya coret- coretan spontan yang mengisi ruang putih, apalah bedanya menjentikkan jari untuk merangkai kata dalam semburan rasa kata.

Saat mencoret – coret, membuat sketsa spontan ,perupa tengah mengalirkan imajinasi lewat garis. Garis – garis itu bisa bersinergi dengan puisi, cerpen untuk menegaskan sebuah karya sastra di ruang imajinasi para pembaca. Cover cerpen di koran misalnya, ilustrasinya bisa sangat mendukung karya sastra. Karya sastra menjadi dalam dan berkualitas.

Garis – garis spontan berpadu dengan rangkaian kata indah, dengan susunan yang berirama dengan rima – rima yang menggoda ditambah rupa puisi yang lebih menantang dengan adanya sketsa diantara bait puisi tersebut.

Jadi apa salahnya perupa menulis, seperti halnya sastrawan yang berusaha menggerakkan jari tangan dan kuas untuk menterjemahkan hasrat sastranya yang kadang malah terwakili saat ia menggerakkan penanya untuk membuat coretan spontan, dibantu dengan warna – warna yang mewakili dunia imajinasinya.

Apa salahnya perupa menulis karena sama sama menorehkan karya, sama – sama lahir dari jiwa dan berusaha menampakkan jiwa kethoknya seperti halnya kata- kata yang muncul dari senirupawan S, Sudjojono, yang menawarkan kebaruan dalam seni rupa Indonesia. Lihat saja ilustrasi puisi di Horizon, majalah sastra lainnya, Majas dan goresan tinta warna dalam ilustrasi cerpen, tulisan bersinergi dengan gambar, gambar memberi roh pada tulisan. Seniman tidak pernah alergi pada dunia sastra begitupun sastrawan banyak terbantu oleh goresan – goresan atraktif dari perupa.

Jeihan Sukmantoro pelukis antik, yang dengan ciri khas lukisan mata hitamnya sudah pernah membuat buku kumpulan puisi berjudul Mata mBeling. Ia menoreh liarkan bahasanya dengan puisi – puisi mbelingnya. Made Wianta sering melukis dengan sajak – sajak yang tertoreh di kanvasnya. Dan ketika jurnalis budayawan, sastrawan Gunawan Muhammad merupa, membuat lukisan dan mentahbiskan dirinya sebagai pelukis para perupa tidaklah kaget.

Seperti ada hubungan khusus antara sastrawan dan perupa. Perupa bisa menuliskan kata – kata sepenuh jiwa, iapun tetap melukis sesuai hasrat yang datang dari jiwanya.Maka ketika ada yang bertanya , Mengapa banyak seniman perupa bisa membuat karya tulis sama bagusnya ketika ia melukis, karena setiap rajutan dalam jiwanya ia bisa melampiaskan luapan emosinya dalam torehan goresan dan warna serta menulis sajak dan sastra sama baiknya.

Lalu apakah semua sastrawan dan penulis membuat lukisan sama baiknya saat ia menulis dan mengantar kata? Kata saya itu berbeda. Tidak semua penulis mampu menggambar dengan baik dan berbakat. Ada beberapa orang yang dilimpahi berkat dengan kemampuan multitalenta beberapa contoh seniman perupa yang saya sebutkan di atas adalah seniman dengan kemampuan multitalenta. Salah satunya anda? (Kompasiana,22 September 2020)

 

 

Tinggalkan Balasan