KMAA#27 : Diterima S2 DiSertai Derai Air Mata Part 1

Novel111 Dilihat

 

Menjadi sukarelawan di Lombok seakan menjadi pupuk bagi hubungan Umam dan Aisyah. Semenjak kepulangannya dari sana, tampak hubungan mereka semakin lengket. Hampir semua tugas dan hal lainnya selalu didiskusikan dan diselesaikan bersama.

“Ada yang bisa saya bantu?’ tanya Aisyah sembari menghampiri Umam yang tampak sibuk mempersiapkan kegiatan kajian rutin di masjid kampus.

“O, ya…tolong kamu Carikan taplak meja untuk meja kecil dekat mimbar.” Sahut lelaki berwajah putih bersih sambil mengangkat wajahnya.

Gadis berparas manis itu pun langsung mencari taplak meja di laci yang ada di  gudang masjid. Sembari dia memastikan pengeras suara sudah aktif atau belum.

Masjid yang bernuansa coklat muda di padu dengan coklat tua berdiri megah di pinggir jalan utama. Tempat ibadah ini di penuhi oleh pengunjung yang akan mengikuti kajian. Mereka lebih di dominasi oleh para mahasiswa. Semakin lama area masjid hampir penuh. Kendaraan yang kebanyakan berjenis sepeda motor berjejer rapi di halaman masjid, sementara untuk kendaraan roda empat parkir di pinggir jalan.

Kumandang azan ashar menandakan kajian akan di tutup dan dilanjutkan dengan salat asar berjamaah. Aisyah tak lupa membantu pujaan hatinya merapikan

perlengkapan saat kajian sebelum beranjak pulang.

***

Begitu pun saat Umam menyusun skripsi. Aisyah selalu berada di sampingnya untuk  membantu menyelesaikan tugas akhirnya tersebut. Sehingga bisa dikatakan skripsi itu merupakan hasil kerja mereka berdua.

Selama Aisyah menjalin hubungan dengan Umam. Dia merasa sebagai wanita yang sangat beruntung. Walaupun Umam mengetahui keluarga Aisyah mencari nafkah sebagai pemulung, lelaki itu tidak pernah mempermasalahkan, minder ataupun malu saat ada temannya menanyakan tentang keberadaan keluarga Aisyah. Baginya itu tidak menjadi masalah, semua profesi itu baik selama itu pekerjaan halal, tidak melanggar aturan agama.

Sebagai lelaki yang memiliki bekal pendidikan agama yang baik, Umam tidak pernah membeda-bedakan siapapun. Hal ini yang membuat dia tidak malu saat dia harus berkunjung ke rumah Aisyah yang hanya  layak untuk berteduh. Saat Umam kesana , dia hanya bisa disuguhkan air putih dan duduk di atas dipan kayu yang terbuat dari kayu bekas. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan rumahnya yang besar, dengan halaman yang luas, berisi barang-barang mewah dan fasilitas lengkap.

Tidak terasa hubungan Aisyah dan Umam sudah menginjak tahun keempat. Selama menjalin hubungan tidak pernah terjadi permasalahan yang serius antara mereka berdua. Kalaupun ada permasalahan selalu bisa mereka selesaikan dan menemukan jalan keluar.

Tapi satu hal yang masih mengganjal di hati Aisyah. Umam tidak pernah memperkenalkan dirinya kepada keluarga besarnya. Aisyah hanya mengetahui bahwa keluarga Umam merupakan pengusaha karpet tapi dia tidak pernah bertemu sama sekali.

Hingga saat Umam sudah menjalani pendidikan S2 nya di negara timur tengah hubungan mereka baik-baik saja. Lelaki berhidung mancung itu selalu menyempatkan diri menghubungi si pujaan hati.

Aisyah selalu menunggu momen libur sang kekasih. Karena hanya saat seperti itulah dia bisa bertemu langsung bertatap muka dengan lelaki yang selama ini mengisi hatinya.

***

Sekuat tenaga Aisyah memacu laju sepedanya, ia ingin bergegas sampai rumah menemui sang bapak dan membagi kabar bahagia yang diterimanya dari kampus. Setidaknya kabar baik ini membantunya tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk bisa meraih impiannya selama ini dan mengurangi beban orang tuanya.

Aisyah sadar bahwa pencapaiannya hari ini tidak bisa lepas dari doa bapaknya dan usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dia bisa mencapai keinginannya walaupun dengan keadaan yang serba kekurangan. Begitu besar luapan kebahagian yang ingin segera dibagi pada lelaki berpostur kurus itu

Lelaki paruh baya itu sedang duduk di atas dipan depan rumah yang terbuat dari kayu bekas, sambil menyeruput kopi hitam yang dibuatnya sendiri. Saat itu kedua adik Aisyah belum pulang sekolah. Bayu yang sudah duduk di bangku SMA baru pulang menjelang ashar. Sedangkan adiknya yang paling kecil masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar juga belum terlihat.

Napasnya masih tersengal-sengal saat dia memarkir sepedanya yang disandarkan di tembok rumahnya.

“Kok sudah pulang, biasanya kamu pulang hampir menjelang Ashar,” ucap sang bapak.

Aisyah langsung memeluk bapaknya. membuat lelaki itu semakin heran dengan prilaku anaknya yang tidak seperti biasa.

“Terima kasih berkat dukungan dan doa bapak Aisyah mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2.” Ungkap Aisyah dengan nada sedikit tertahan menahan rasa haru dan berusaha agar air matanya tidak keluar.

Bapak mengelus rambut anaknya dengan penuh kasih sayang sambil dia berucap.
“Bapak bangga padamu nak, bapak yakin kamu mampu dengan usaha kerasmu selama ini serta doa bapak akan selalu menyertai langkahmu agar kamu bisa meraih apa yang kamu cita-citakan selama ini.”

Aisyah mengaminkan ucapan bapaknya karena baginya itu juga bagian dari doa orang tua kepada anaknya. Aisyah ingin membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang bagi seseorang untuk bisa menggapai cita-cita dan harapannya. (Bersambung)

Tinggalkan Balasan