Di sekolah akan diadakan outbond. Banyak pertandingan seru antar kelas digelar. Seperti bermain voli, basket, balap sepeda, lomba lari, pacu belut, makan kerupuk dan masih banyak lagi. Anak-anak SD Mutiara sangat menantikan acara tersebut. Guru akan membagi beberapa anak yang berminat untuk setiap cabang lomba yang diadakan.
Di kelas Haza, semua cabang permainan sudah dibagi pesertanya namun belum ada yang terpilih untuk balap sepeda. Di kelas itu, hanya Haza yang memiliki sepeda. Tetapi Haza menolak ikut balap sepeda.
“Kenapa Haza?” Tanya Bu Nel, wali kelas Haza.
“Tidak apa-apa Bu. Aku hanya tidak mau,” jawab Haza sambil menggelengkan kepalanya.
“Apa kamu terbebani dengan kemenangan? Kita tidak harus menang ya. Kita hanya ingin berolahraga dan bersenang-senang di acara outbond,” jelas Bu Nel meyakinkan Haza dan siswa lainnya.
“Bukan itu Bu?” jawab Haza.
“Lalu apa?” tanya Bu Nel lagi.
“Aku belum bisa bersepeda Bu. Aku takut,” Haza menjawab sambil menundukkan kepalanya. Seketika kelas hening dan Bu Nel mengajak Haza ke ruangannya.
“Haza takut kenapa Nak?” tanya Bu Nel ketika sudah sampai di ruang guru.
“Aku takut jatuh Bu. Aku sudah lama punya sepeda tapi saat menaikinya aku sudah takut duluan sebelum belajar,” jawab Haza.
“Orang tua sudah mengajarkan Haza bersepeda,”
“Sudah Bu, tapi Haza gak mau. Haza takut,”
“Begini Haza, setiap manusia memiliki rasa takut. Ibu ini juga banyak takutnya. Takut ketinggian, takut lihat balon, takut tenggelam saat berenang dan banyak lagi ketakutan-ketakutan yang lain. Namun kita harus lawan itu semua. Rasa takut yang berlebihan akan membatasi aktivitas kita. Kita jadi tidak bisa maju dan berkembang.”
Haza hanya diam mendengar penjelasan Bu Nel. Bu Nel pun mengizinkan Haza kembali ke kelasnya. Bu Nel jadi berfikir bagaimana Haza bisa melawan ketakutannya dan mau berlatih sepeda. Sebuah ide terlintas di pikirannya. Ia segera menelpon orang tua Haza untuk meminta persetujuan. Orang tua Haza menyambut baik ide Bu Nel. Mama Haza memang mengeluhkan Haza yang tidak berani dengan banyak hal, salah satunya bersepeda. Sudah lama Papa Haza membelikannya namun Haza selalu takut mencoba.
Esoknya saat mengantar Haza, Papa Haza juga membawakan sepeda Haza ke sekolah. Di jalan Haza bertanya-tanya kenapa sepedanya diberikan kepada Bu Nel. Mama dan Papa hanya tersenyum tipis. “Dari pada di rumah tidak terpakai,”jawab Mama singkat.
“Anak-anak, kelas kita punya sepeda baru. Siapa yang belum bisa bersepeda angkat tangan!” tanya Bu Nel di lapangan rumput saat jam olahraga.
Banyak anak yang mengangkat tangan dan ada juga yang mengaku bisa bersepeda. Bu Nel memperhatikan Haza yang kebingungan. Haza menatap sepedanya.
“Nah, kita bergantian belajar sepeda ya. Ibu dan teman yang lain akan memegangkan dari belakang. Jadi jangan takut jatuh. Jatuh pun jangan menangis atau pun trauma tidak mau bersepeda lagi. Kalau jatuh, jadikan itu semangat baru untuk kembali bangkit dan belajar lagi. Ayo siapa duluan yang mau belajar?”
Anak-anak rebutan mengangkat tangan. Bu Nel membagi urutan anak yang belajar dan anak yang memegangkan dari belakang. Bersama-sama mereka belajar sambil tertawa senang. Melihat itu semua Haza pun jadi ingin belajar. Bu Nel melihat Haza yang tampak ragu-ragu. Namun akhirnya Haza mengangkat tangan dan menunggu giliran.
“Oke Haza, sekarang giliranmu untuk naik sepeda,” ucap Bu Nel.
Haza pun menaiki sepeda dengan hati-hati. Said dan Iska bertugas memegangkan bagian belakang sepeda. Lambat-lambat Haza mulai mengayuh. Sepeda tetap stabil karena dipegangkan oleh temannya. Perlahan-lahan kayuhan Haza semakin stabil. Dia terus mengayuh mengelilingi lapangan. Tanpa dia sadari temannya tidak lagi memegang sepedanya. Haza terus berkeliling menaiki sepeda dan teman-temannya bersorak sambil bertepuk tangan. Haza pun melihat ke belakang. Ternyata sejak tadi dia sendirian. Dia pun kaget dan jatuh. Namun saat jatuh Haza bukannya mengaduh kesakitan tetapi malah tertawa girang. Dia senang sudah bisa bersepeda dan ternyata jatuh itu tidak semenakutkan yang dia pikirkan.
“Bagaimana Haza? Masih takut bersepeda?” tanya Bu Nel menghampiri Haza yang masih terduduk di lapangan.
“Tidak Bu, Haza paham sekarang kalau segala sesuatu harus dicoba bukan ditakuti,” jawab Haza sambil tersenyum.
“Nah gitu donk. Besok ini bisa mewakili kelas untuk lomba balap sepeda kan? Kalah menang tidak jadi soal,”
“Bisa Bu,” jawab Haza mantap.
“Oke, rajin berlatih di rumah ya Haza,”
“Oh, jadi sepeda ini bukan milik kelas Bu,”
“Ya tidaklah. Ini milikmu. Ibu hanya meminjamnya sebentar,” jawab Bu Nel.
“Haza pikir Papa memberikannya ke sekolah,”
“Hahaha, tidaklah Haza. Kamu takut ya sepedamu diambil, makanya kamu mau belajar sepeda,” Goda Bu Nel
“Hehe iya Bu,” jawab Haza sambil tersipu malu.