Covid-19 di Indonesia terus bertambah seiring dengan tes Covid-19, pertambahan kasus yang pesat Indonesia bisa jadi episentrum Covid-19 di ASEAN.
Pandemi (wabah) virus corona (Covid-19) sudah terjadi di 207 negara dan teritorial serta dua kapal pesiar mewah dengan jumlah kumulatif kasus positif Covid-19, sampai tanggal 11 April 2020 pukul 20.54 WIB, sebanyak 1.722.429 dengan 104.775 kematian dan 389.292 sembuh.
Episentrum Covid-19 semula dianggap banyak kalangan akan pindah dari Wuhan, China, ke Korea Selatan (Korsel) karena kedua negara ini berbatasan langsung. Tapi, kesigapan pemerintah Negeri Ginseng menghadapi ancaman Covid-19 membuat negeri itu terhindar dari pandemi massal. Sampai tanggal 11 April 2020 pukul 20.54 WIB kasus konfirmasi positif Covid 19 di Korsel sebanyak 10.480 dengan 211 kematian dan 7.243 sembuh. Dengan 633 tempat tes Korsel sudah melakukan tes terhadap 510.479 warga sehingga proporsinya 9.957 per 1 juta populasi.
- Menjaring Warga dengan Kondisi OTG (Orang Tanpa Gejala)
Jika dibandingkan dengan kasus dan jumlah warga yang dites Covid-19 di negara-negara ASEAN ternyata proporsi tes di Korsel jauh di atas yang dilakukan beberapa negara ASEAN.
Hanya Brunei yang melakukan tes dengan proporsi yang besar yaitu 22.028 sehingga jauh di atas Korsel. Diikuti oleh Singapura dengan proporsi tes 12.423. Selanjutnya Malaysia dengan proporsi 224 (lihat tabel).
Dengan proporsi tes yang sangat rendah yaitu 71 adalah langkah yang tidak baik bagi penanggulangan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Sampai tanggal 11 April 2020 pukul 12.00 WIB kasus kumulatif Covid-19 di Indonesia sebanyak 3.842 dengan 327 kematian dan 286 sembuh.
Kasus kumulatif Covid-19 dan proporsi tes Covid-19 di negara ASEAN dan negara Asia lain. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).
Dengan jumlah penduduk yang besar jika proporsi tes mengikuti Korsel, maka tes Covid-19 di Indonesia, tes dengan swab bukan rapid test, harus dilakukan terhadap 2.658.519. Laporan situs independen worldometer tanggal 11 April 2020 pukul 20.54 WIB disebutkan tes yang dilakukan Indonesia sebanyak 19.452. Ini jauh sekali jika dibandingkan dengan yang dilakukan Korsel.
Lagi pula ada 3.229 warga yang dirawat yang merupakan pasien dalam pengawasan (PDP). Tentu saja dari PDP ini ada yang positif. Selain PDP ada pula warga yang baru tertular Covid-19.
Dengan jumlah warga Indonesia yang banyak mengikuti tes (2.485.770) sesuai dengan proporsi tes di Korsel, maka bisa jadi jumlah positif Covid-19 akan banyak yang terdeteksi reaktif (positif). Itu artinya jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 akan bertambah. Tapi, jumlah kasus yang banyak secara epidemiologis menguntung karena sejumlah kasus positif yang terdeteksi pula mata rantai penyebaran Covid-19 diputus.
Baca juga: Melihat Proporsi Tes Covid-19 di Beberapa Negara
Yang jadi masalah besar adalah tes Covid-19 di Indonesia dilakukan dengan rapid test yang hasilnya tidak valid karena tes Covid-19 yang valid adalah tes lender (swab) dengan PCR (polymerase chain reaction). Selain itu Korea Selatan menjalankan tes massal swab sejak tanggal 2 Januari 2020 jauh sebelum ada kasus Covid-19 terdeteksi yaitu tanggal 20 Januari 2020.
Perbandingan tes Covid-19 di Korea Selatan dan rapid test di Indonesia. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).
Bandingkan dengan Indonesia yang mulai rapid test Covid-19 minggu awal April 2020 sedangkan kasus pertama terdeteksi 2 Maret 2020. Kondisi ini membuat Indonesia sangat terlambat dalam menangani penyebaran Covid-19.
Baca juga: Pemerintah Sangat Terlambat Menangani Wabah Covid-19
Beberapa daerah sudah menjalankan isolasi wilayah, sedangkan DKI Jakarta sejak tanggal 10 April 2020 menjalankan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mengatur lalu lintas kendaraan dan manusia dari luar kota dan di dalam kota Jakarta.
- Isolasi Pendatang dan Hukuman Kurungan Pelanggar Jarak Fisik
Tapi, langkah ini (PSBB) tidak akan banyak membantu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 karena di masyarakat ada warga dengan kondisi OTG (orang tanpa gejala) yaitu warga yang tertular Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala. Namun, biarpun tidak menunjukkan gejala OTG bisa menularkan Covid-19 kepada orang lain melalui droplet yang keluar dari mulut ketika berbicara, batuk atau bersin.
Yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta adalah rapid test dengan hasil yang tidak valid sehingga tidak bisa menjaring warga yang tertular Covid-19. Dilaporkan sudah 30.802 warga DKI Jakarta yang menjalani rapid test dengan hasil 949 reaktif (positif).
Yang jadi persoalan warga dengan hasil non-reaktif (negatif) belum tentu tidak tertular Covid-19 karena hasil tes dengan rapid test bisa menghasilkan negatif palsu (virus yaitu Covid-19 sudah ada di dalam tubuh tapi tidak terdeteksi) sehingga mereka harus menjalani isolasi selama 14 hari. Sedangkan warga dengan hasil rapid test reaktif (positif) juga harus menjalani tes kedua sebagai tes konfirmasi.
Jika mengacu ke Korsel, maka Pemprov DKI Jakarta harus segera melakukan tes swab (spesimen lendir dari tenggorokan) terhadap 97.755 warga. Kasus yang dilaporkan positif berdasarkan tes konfirmasi (PCR) di Jakarta adalah 1.706, jika 97.755 warga tes swab tentu hasilnya akan membengkakkan jumlah kasus positif di Jakarta.
Baca juga: Adakah Hasil PSBB Jakarta Tanpa Tes Covid-19 Massal
Daerah lain, seperti Jawa Barat yang akan menerapkan PSBB di Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten dan Kota Bogor serta Kota Depok serta daerah-daerah lain yang menerapkan isolasi wilayah hasilnya tidak akan maksimal tanpa melakukan tes swab.
Beberapa negara, seperti Singapura dengan ketat mengisolasi semua pendatang. Apakah Pemprov DKI Jakarta juga mengisolasi setiap pendatang? Singapura juga menghukum orang-orang yang tidak menerapkan physical distancing (jarak fisik), apakah Jakarta juga menghukum warga dan pendatang yang tidak melakukan jarak fisik?
Jakarta sendiri sudah jadi episentrum dan ‘eksportir’ Covid-19 dengan jumlah kasus kumulatif positif Covid-19 sebanyak 1.948. Dengan kondisi daerah-daerah lain yang juga terdeteksi kasus Covid-19, seperti Jawa Barat 421, Banten 279, dan Jawa Timur 267 akan mendorong Indonesia jadi episentrum Covid-19 di ASEAN (tagar.id, 12 April 2020). *