KURANG TELITI BERBUAH PETAKA
Ketidakcermatan dan kurang teliti, biasanya disebabkan menganggap remeh atas dasar percaya diri yang sangat berlebihan.
Inilah yang saya alami dan rasakan sebagai sebuah Petaka dalam hidup saya, yang berakibat pada ‘trauma.’
Pada tahun 2015 merupakan debut awal saya sebagai Art Director film, setelah saya hengkang dari sebuah rumah produksi yang sangat ternama. Di rumah produksi itulah saya mengerjakan Sinetron Stripping secara non stop selama kurang lebih 10 tahun.
Sukses pada debut pertama, maka di tahun berikutnya (tahun 2016) saya kembali diberikan judul baru dengan genre horor. Ini sebetulnya genre yang sangat saya hindari, karena memang merasa kurang berminat. Tapi, pekerjaan itu tetap saya terima dan saya laksanakan.
Pada debut awal saya hanya meneruskan pekerjaan yang ditinggal Art Director-nya, sementara pada judul kedua saya mengerjakan sepenuhnya sejak awal persiapan. Kebiasaan buruk saya adalah kurang teliti dan kurang cermat dalam membaca dan memahami isi skenario, yang berakibat patal dikemudian hari.
Kebiasaan di PH yang baru ini, skenario yang kita terima harus dibaca di kantor, skenario tidak boleh dibawa pulang. Kebiasaan saya membaca skenario hanya sepintas dan hanya melihat hal-hal pokok dari apa yang ingin dikerjakan. Tersebab keterbatasan waktu yang diberikan, maka ketidakcermatan membuat anggaran menuai masalah.
Banyak detail-detail property dan set yang terlewatkan, akibatnya berdampak pada pembengkakan anggaran. Inilah sebuah kebodohan yang tidak bisa ditolerir dalam akad kerjasama, sehingga dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan produksi.
Anggaran yang sudah saya ajukan hanyalah sebagian kecil dari anggaran yang seharusnya. PH jelas dengan senang hati dengan anggaran saya, karena memang jauh dari anggaran yang harus mereka keluarkan.
Dalam proses eksekusinya saya kedodoran ditahap awal, sehingga sampai jatuh sakit. Pekerjaan ini betul-betul membuat saya trauma, meskipun dalam kondisi belum sehat saya memaksakan diri untuk terus melanjutkan, karena pantang bagi saya meninggalkan tanggung jawab.
Sebagian besar tim produksi kecewa dengan cara kerja saya, yang sangat berbeda dengan debut awal saya di PH tersebut. Performa kerja saya sangat buruk di mata mereka, namun secara konsekwen saya tetap berusaha untuk memberikan yang maksimal sampai akhir produksi.
Pada debut kedua ini merupakan Petaka besar bagi reputasi saya, tim saya semakin tidak solid dan saya harus berjibaku untuk menyelesaikan tanggung jawab sendirian. Semua ini hanya disebabkan ketidaktelitian pada tahap awal, yang akibatnya sangat buruk pada karir dan profesi saya.
Hubungan kerjasama dengan PH jadi rusak, begitu juga dengan tim kerja lainnya. Meskipun pada akhirnya pekerjaan tersebut bisa saya tuntaskan sampai akhir, dan saat penayangannya film tersebut bisa dibilang sukses meraup penonton.
Saat film tersebut ditayangkan di bioskop, saya tidak berani untuk menonton, bahkan tidak berminat sama sekali menontonnya. Saya tidak ingin menonton kegagalan saya, padahal seharusnya saya wajib menontonnya supaya tahu di mana kegagalan saya.
Debut kedua itu saya merasa gagal sebagai leader, dampak yang saya rasakan sangat buruk. Bahkan, sisa honor pun hampir tidak dikeluarkan oleh PH, karena dianggap sudah melampaui anggaran yang seharusnya. Persoalan ini berdampak pada tim kerja saya, dan saya sangat depresi.
Demi tanggung jawab terhadap tim kerja, saya berusaha negosiasi dengan PH, agar sisa honor saya bisa dikeluarkan. Sangat alot pada awalnya, saya hampir frustrasi. Saya berusaha meyakinkan perusahaan, bahwa saya siap menghadapi kompensasi apa pun asal sisa honor bisa dikeluarkan.
Akhirnya perusahaan bersedia mengeluarkannya, meskipun tidak sesuai dengan harapan. Saya membagikan honor yang saya terima pada tim kerja saya, meskipun tidak memenuhi harapan mereka. Masalah itu menjadi beban saya dikemudian hari, yang menguras tenaga dan pikiran saya.
Inilah kebodohan yang memang patut saya tertawai, hanya karena menganggap remeh sebuah tanggung jawab yang berat, berakibat baik secara fisik mau pun psikologis terhadap diri saya.
Peristiwa itu sangat membekas dalam ingatan dan mengganggu pikiran saya. Saya sempatkan diri menonton film tersebut di Netflix, saya merasa banyak sekali kelemahan dalam hal kontinuitas set. Banyak set yang terkesan sangat dipaksakan, bahkan tidak ‘make sense.”
Tulisan ini merupakan salah satu isi dari buku saya, “Seni Menertawai Diri Sendiri.” Masih banyak tulisan lainnya tidak saya publish.
Aji Najiullah Thaib
Pembelajaran yang sangat berharga Pak Aji
Terima kasih tanggapannya ito..semoga bermanfaat
Ketidaktelitian bisa hadir pada siapa saja. Bisa jadi karena buru-buru. Ini sering menjadi masalah saya. Tau juga bisa dipicu menganggap remeh obyek pekerjaan. Inipun sering muncul dalam pikiran dan tindakan saya. Mudah-mudahan tidak terulang