Derita Anak Kandung
Hi. Namaku Aisyah. Umurku 19 tahun. Aku anak pertama dari pernikahan Handoko dan Prastiani. Aku punya adek perempuan Namanya Fatimah. Ayahku kerja di Kota X bersama Mamah dan Adek.
Singkat cerita,
Pada saat aku umur 15 tahun kelas 3 Smp.Aku kehilangan sosok malaikatku yaitu mamahku. Pada saat itu Aku benar-benar sakit, frustasi. Bagaimana tidak? Aku dari kecil sampai aku mau SMA Aku di rumah sama bu de ku. Wajarlah aku kehilangan. Aku masih butuh sosok ibu. Cuma ibu Yang bisa ngertiin kita. Basta itu yang ada di fikiranku, bagaimana Aku bisa menjalani hidup tanpa mamah? Siapa Yang Akan dengerin cerita ku? Siapa Yang akan doain aku ngasih semangat? Hancur benar- benar hancur. Tak pernah sedikitpun aku berpikir akan di tinggal secepat ini.
Hari Demi hari ku lalui tanpa mamah. Berat? Sangat berat. Aku sering iri ketika lihat teman-teman Yang masih punya mamah. Aku sedih tapi Aku harus kuat. Dari sejak itu aku mulai mandiri. Aku bangun subuh nyiapin sarapan buat adek sama ayah. Cuci baju, nyapu. Itu rutinitasku setiap pagi. Aku selalu di kejar oleh waktu. Pernah sekali Aku telat sampai sekolah di denda 5 ribu. Waktu SMA Aku juga jualan brownies. Mamah waktu masih ada juga sering bikin cake.
Aku sering di marahin ayah, di pukul, di tendang, di lemparin ember. Ayah orangnya keras Dan keras kepala. Nangis tiap malam udah biasa. Aku juga ngga di bolehin pergi kemana-mana kecuali urusan sekolah. Jadi kalo libur aku di rumah ya masak,cuci baju, bersih2 rumah, tidur. Oh ya aku suka baca novel. Aku kalo baca novel pasti nangis. Hehe tapi seru banget. Baca novel sampai malam pun aku kuat.
Saat aku lulus SMA . Aku di tuntut sama Ayah untuk lanjutin di Jakarta. Sebelum aku ke Jakarta ada drama sedikit hehe. Ayah tiba-tiba bilang mau nikah. Dan ternyata sama orang itu. Aku jujur ngga setuju. Kenapa? Aku tahu betul sifatnya. Semua orang juga tahu sifatnya. Tapi entahlah. Waktu Ayah mau ke KUA aku nangis, aku marah. Aku ngga setuju. Kenapa mereka hanya mementingkan urusan mereka? Kenapa ngga minta restu sama aku? Emang mereka menikah hanya buat mereka? Andainya Ayah tanya “kamu setuju ngga Ayah nikah sama dia?” Pasti aku jawab “TIDAK”.
Aku di suruh jadi saksi. Tapi aku ngga mau. Aku di kamar. Aku nangis. Smua aku lampiasin dengan menangis selebihnya aku ceritain sama Allah. Biarlah Allah yang membalas rasa sakit ini. Waktu aku masih di rumah boro-boro dia aku ajak ngobrol lihat dia aja malas. Dia baik, masakin Aku, ngajak ngobrol dan itu semua hanya akting.
Sekarang dikit demi sedikit sifat aslinya mulai kelihatan. Ayahku berubah semenjak menikah dengan dia. Aku minta uang bulan aja istri barunya marah-marah. Dan parahnya katanya aku kuliah di Jakarta yang biayain dia. Hallo. Enak banget ya ngomong kaya gitu haha. Sekarang aku kasihan Adek aku. Dia di sana sendirian. Kalo mau kemana-mana ngga boleh pakai motor. Tapi anak tirinya yang di bolehin pakai motor. Kejam. Lebih mementingkan anak tiri. Sakit banget kalo adek cerita kaya gitu. Aku cuma bisa bilang “udah biarin aja” padahal aku nangis di sini. Sabar ya dek. Kamu pasti bisa.