Hempasan Lautan Asa
(Bagian 4)
Tak lama berselang, Pak Guru tadi kembali membunyikan bel tanda waktu istirahat berakhir.
“Pak, maaf, siapa namanya?” Tanyaku.
“Ahmad Budari, Bu” sahut Pak Guru.
” O ya, Pak Ahmad masuk di kelas berapa?” Tanyaku lagi.
” Kelas enam B, Bu” jelas Pak Guru.
” Ok Pak Ahmad, nama guru yang bertugas sebagai tenaga administrasi sekolah kita, siapa?” Lanjutku.
” Namanya Molaketi, Bu. Kami memanggilnya dengan sebutan Keti. Selain tenaga administrasi sekolah, Bu Keti juga seorang guru kelas satu, Bu” Pak Guru melanjutkan penjelasannya.
“O…, begitu ya” ujarku.
“Mohon izin, Bu Kepala, saya masuk kelas dulu” kata Pak Guru.
“Ok, silakan!” jawabku
Setelah Pak Guru Ahmad Budari meninggalkan ruang kepala sekolah. Aku kembali menelusuri setiap sudut ruang dengan bola mata, sambil duduk dan berdiri.
“Hm. Apa itu? Kenapa ada balok di sudut ruangan?” Batinku seraya berjalan mendekat.
“Oh. Penyangga. Jadi, bangunan ini ditopang pakai balok? Masya Alloh.” Gumamku dalam hati.
Ketika mataku masih terpaut pada balok, tiba-tiba suara mengucapkan salam terdengar dari arah pintu.
” Assalammuaikum, Bu” sapa guru muda yang bernama Molaketi.
” Wa alaikumsalam” jawabku sambil menoleh ke arah Bu Keti.
” O, Bu Kepala melihat balok? Sengaja Bu, buat nopang, supaya tidak runtuh, dinding bangunan ini sudah retak” Keti bertutur dengan sangat meyakinkan.
” Ow, begitu ya” ujarku.
Aku kembali ke tempat duduk.
” Bu Keti, masih masuk kelas lagi?” Tanyaku.
“Nggak Bu. Siswa kelas satu sudah pulang” sahut Bu Keti.
“Rencana Bu, besok mengadakan rapat dengan seluruh guru. Tolong dibuat undangan untuk rapat ya! Waktunya pukul sepuluh aja. Jadi siswa kelas satu dan dua dipulangkan lebih awal” kataku menjelaskan maksud.
“Diketik atau ditulis Bu?” Tanya Bu Keti.
“Biasanya. Bagaimana?” Aku balik bertanya.
” Ditulis pada buku folio Bu!” Jawab Bu Keti.
“Punya notulen rapat?” Tanyaku lagi.
“Ada, Bu. Dalam lemari” sahut Bu Keti.
“Bisa bantu ambilkan?” Pintaku.
“Bisa Bu” Bu Keti beranjak dari meja berjalan ke arah kemari yang ada di belakang mejanya.
Sembari menunggu Bu Keti mencari buku notulen rapat, aku membuat konsep surat undangan di selembar kertas HVS.
“Ini, Bu” Bu Keti memberikan buku notulen kepadaku.
“Ok. Terima kasih” ucapku.
Kumulai memperhatikan, membalik beberapa lembar, lalu berkata sambil menyodorkan konsep yang telah aku tulis” Bu Keti, tolong diketik undangan ini, ya!
Bu Keti mengambil kertas tersebut dari tanganku ” Baik Bu.”
Bu Keti mulai mengetik di komputer sekolah. Aku meneruskan kembali membolak balik notulen.
Di dalam buku notulen tertulis hasil keputusan rapat dan daftar hadir peserta rapat. ” Bu Keti. Adakah buku folio yang baru?” Tanyaku.
“Insya Alloh, ada Bu” sahut Bu Keti sambil meneruskan pekerjaannya.
Tak berapa lama, Bu Keti menyerahkan lembar undangan kepadaku. “Ini, Bu. Undangan sudah selesai, dan ini buku folio yang baru” ucap Bu Keti.
Aku menerima lembar undangan tersebut, lalu menelaah dan kemudian mengembalikan kepada Bu Keti.
“Ok Bu Keti. Silakan ditempelkan di halaman pertama buku ini! Buat daftar yang membaca undangan. Jalankan agar seluruh guru dan tenaga kependidikan mengetahui bahwa besok ada rapat” perintahku.
” Baik Bu” jawab Bu Keti.
Setelah selesai membuat daftar tadi, Bu Keti ke luar ruang kantor.
Kutopang dagu dengan kepalan jari kiri. “Apa aku terlalu terburu-buru melaksanakan rapat dengan guru? Jika tidak besok, lalu kapan lagi akan diadakan? Besok sudah akhir bulan Oktober. Bagaimana mungkin aku bisa membuat Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Sedangkan ujian semester ganjil diperkirakan mulai pada tanggal tujuh Desember dan penyerahan rapor semester ganjil jatuh pada tanggal dua puluh tiga Desember” sambil menarik napas panjang aku bergumam dalam hati.