Novel : Kisah Cinta Jomlo Pesantren (2)

KMAB, Novel88 Dilihat

Ilustrasi wanita idaman jomlo pesantren (Foto by iStockphoto).

Novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren ini ditulis khusus dalam rangka mengikuti program KMAB yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan mulai 7 Juli 2022 – 17 Agustus 2022. 

Episode 2.

Sore itu aku harus berlari mencari tempat berteduh karena hujan deras. Tempat terdekat adalah halte depan kampus itu.

Ada beberapa orang yang berteduh di halte itu. Kebanyakan mereka adalah para mahasiswa yang menunggu Bis Trans Kota. Aku membetulkan letak jaketku yang sedikit basah oleh air hujan.

BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren (1). 

Tiba-tiba aku melihat sebuah sedan hitam merk Eropa mendekat ke halte. Seseorang berlari dari mobil tersebut dengan payungnya menjemput Gadis yang ada di halte. Aku terkejut gadis itu ternyata dia.

Belum sempat aku menyapanya walaupun hanya sekeder ber “hai”, gadis itu sudah berlalu bersama lelaki berpayung itu.

Sedan hitam itupun berlalu menembus derasnya air hujan. Sementara aku masih berdiri di halte ini kedinginan.

Hujan masih deras turun ke bumi dan aku asyik dengan pikiranku tentang gadis tadi yang selama ini selalu menghiasi setiap relung hatiku.

Belum pernah aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Siapakah sebenarnya dia?

Kantin Kampus pagi itu masih sepi. Hanya ada seorang mahasiswa duduk di pojok. Ternyata dia adalah Arga, salah satu sahabat karibku selain Fadli. Aku menghampiri mejanya dan menyapa sambil duduk di hadapannya.

“Hai Hen! Kamu sudah dengar berita heboh tentang Ayam Kampus?”

“Belum dengar Bro!”

“Kamu memang dasar kutu buku. Di Kampus ini kerjaanmu cuma ke Perpustakaan, Kantin, Ruang Kuliah dan Halte depan Kampus.” Kata Arga menyindirku sebagai pemuda yang kurang gaul.

“Terus gimana cerita ayam kampusnya?”

“Ya gitu, rupanya sudah lama mereka beroperasi. Hanya tarifnya memang tinggi, bukan tarif mahasiswa yang kere.” Kata Arga sambil tertawa. Aku percaya jika Arga memiliki akses ke jaringan tersebut.

Arga mahasiswa yang pergaulannya sangat luas. Mungkin karena sifat urakan dan jiwa petualangannya dalam cinta, membuatnya dekat dengan jaringan seperti itu.

“Pasti dong. Mereka mengincar para pejabat yang tebal dompetnya.” Kataku.

Sementara Bibi Kantin datang mengantar pesananku secangkir kopi dan semangkuk bubur ayam yang ditaruhnya di meja.

“Kamu enggak sarapan Arga?” Arga hanya menggelengkan kepala karena dia masih fokus dengan ponsel Androidnya.

“Hen, ini aku punya foto-foto mereka.”

“Foto-foto siapa?”

“Ayam Kampus itu!” Kata Arga sambil memperlihatkan ponselnya padaku.

Aku melihat foto-foto mereka dengan pakaian sopan. Tidak memperlihatkan bahwa mereka adalah mahasiswi nakal yang praktek jual diri.

“Sepertinya foto-foto itu tidak ada yang kenal.” Kataku sambil mengembalikan ponsel Arga. Aku melanjutkan menikmati sarapan bubur ayam yang masih panas ini.

“Mungkin mereka dari fakultas lain. Atau bahkan dari Kampus lain. Rasanya anak kedokteran di sini tidak mungkin ada.” Ujar Arga sambil menghabiskan kopinya.

“Hen, aku duluan ya. Ada kelas Hematologi dan Onkologi.” Kata Arga sambil pamit.

Mata kuliah itu sudah aku ambil, bahkan kini hanya tinggal Keterampilan Praktik Klinik Tahap III yang masih tersisa.

Pada Program Studi Ilmu Penyakit Dalam ini paling tidak ada 128 SKS (Satuan Kredit Semester) yang harus ditempuh.

Teman-temanku tidak merasa heran jika saat ini aku sudah banyak menyelesaikan jumlah SKS yang dijalani.

Karena aku dikenal mereka sebagai mahasiswa kurang gaul, anak Pesantren yang hanya sibuk dengan buku di Perpustakaan.

Seperti agenda hari ini, aku harus ke Perpustakaan Pusat untuk mencari referensi untuk mendukung pembuatan makalah yang akan dipresentasikan Minggu depan dalam Seminar Nasional Kardiovaskular.

Sepagi ini Perpustakaan Pusat selalu ramai dengan para mahasiswa yang sibuk mencari literature untuk skripsi mereka atau thesis.

Sengaja aku mengambil meja agak ke dalam agar bisa fokus membaca dan mencatat informasi penting sebagai bahan makalahku.

Pagi itu ada sekitar sepuluh pengunjung yang asyik membaca buku di meja mereka masing-masing.

Tetiba mataku tertuju pada seorang gadis yang duduk memunggungiku hanya berjarak dua meja dari mejaku.

Aku sangat akrab dengan rambut panjangnya yang terurai di punggungnya. Perawakannya, kulit putihnya bak pualam.

Aku semakin berdebar ketika gadis itu menoleh ke arah yang berbeda, sehingga kini dapat kulihat wajahnya dengan sangat jelas.

Benar. Dia adalah gadis itu. Aku harus berani menghampirinya, seperti pesan sahabatku, Fadli.

Entah ada keberanian darimana perlahan aku menghapiri gadis itu dan menyapanya. Dia tersenyum membalas sapaanku.

Aku memperkenalkan diri dan dia juga menyebut namanya, Mikayla Angela.

“Panggil saja Kayla atau Lala!” Kata gadis cantik itu. Aku hanya mengangguk.

“Mas Hen kuliah di fakultas mana?”

“Saya di fakultas kedokteran. Kalau Kayla?”

“MIPA, program studi Kimia.” Jawab Kayla.

Tidak lama kami mengobrol karena seorang lelaki datang menjemputnya. Aku perhatikan lelaki itu adalah orang yang menjemput Kayla dengan mobil mewah merk Eropa di Halte depan Kampus itu.

Kayla masih sempat memperkenalkanku dengan lelaki penjemputnya yang bernama Bramanto. Mereka pergi meninggalkanku dengan sejuta tanya di dada. Apakah Bramanto adalah kekasihnya?

Sungguh pertanyaan yang sangat mengganggu. Aku harus kembali kecewa jika benar Bramanto adalah pacar Kayla.

Harapan tinggiku bak jatuh runtuh menimpa bumi. Aku jadi kehilangan gairah untuk melanjutkan aktivitasku di Perpustakaan ini.

Sebelum mengikuti sesi kuliah Keterampilan Praktik Klinik Tahap III, seperti biasa aku masih menyempatkan sarapan bubur ayam di Kantin Kampus.

Teringat perkenalan kemarin dengan Kayla, aku hanya bisa tersenyum. Akhirnya aku bisa berteman juga dengan gadis yang aku kagumi itu.

Membayangkan bisa mengobrol dengannya hanya berdua. Membayangkan pula ketika aku berani mengutarakan cintaku dan dia menerimanya. Ya hanya membayangkan, siapa tahu menjadi kenyataan.

“Hai Hen!” Suara Arga memanggilku sambil lelaki ganteng ini menuju ke arah mejaku dimana aku sedang menyantap sarapan bubur ayam.

“Arga, ayo sarapan Bro!”

“Tidak terimakasih. Hen, ini ada Ayam Kampus Baru. Lihat dia sangat cantik dan sexy. Ini baru istimewa. Kamu lihat sendiri.” Kata Arga sambil menyerahkan ponselnya kepadaku.

Aku menatap foto di ponsel itu tak berkedip. Dadaku berguncang keras. Gemuruhnya sampai terdengar ketelingaku sendiri. Sementara pikiranku buntu. Selera makanku hilang.

Aku segera mengembalikan ponsel itu kepada Arga. Ternyata foto yang ada di ponsel itu adalah foto Mikayla Angela.

BERSAMBUNG ke Episode 3. 

@hensa.

Tinggalkan Balasan

4 komentar