GAPLEK
Oleh: Nanang M. Safa
Gaplek merupakan bahan makanan yang dibuat dari ketela pohon yang dikeringkan. Dalam Wikipedia, ketela pohon disebut juga ubi kayu, ubi prancis, ubi sampa, singkong, atau kaspe dengan nama latin manihot esculenta (https://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_kayu).
Dari bahan dasar gaplek ini bisa dibuat beragam makanan. Di daerah saya paling lazim ditanak menjadi nasi yang disebut dengan nasi thiwul. Proses pembuatan nasi thiwul dimulai dari penyiapan tepung gaplek dengan cara ditumbuk atau diselip hingga halus. Setelah itu tepung gaplek dioleni (dibuat adonan). Prinsipnya, bagus tidaknya nasi thiwul yang dihasilkan sangat tergantung pada adonan yang dibuat. Ukuran air harus benar-benar pas. Jika kekurangan air, thiwul yang dihasilkan akan menjadi pera (keras), dan jika kebanyakan air, thiwul yang dihasilkan akan menjadi jemek (lembek).
Dulu, ketika saya masih kecil (40 tahun lalu), nasi thiwul menjadi menu wajib sehari-hari untuk mayoritas warga di Trenggalek. Hingga muncul ungkapan bernada sarkastis: “Wong Nggalek panganane gaplek” (orang Trenggalek makanannya gaplek). Itu terjadi hingga sekitar tahun 90-an. Anda pasti masih ingat dengan lagu “Aku Ini Hanya Anak Singkong” milik Ari Wibowo yang sangat popular di era tahun 80-an. Bukankah itu semakin mengukuhkan identitas singkong sebagai makanan orang-orang kelas bawah? Makanya saya sendiri juga sempat merasa tidak sreg ketika mendengar ungkapan “Wong Nggalek panganane gaplek” tersebut.
Namun belakangan justru ada rasa lain menyelinap ketika sebutan itu kembali saya dengar. Ada kesan unik dan asyik ketika mendengarnya. Gaplek ya … gaplek. Itu adalah menu wajib masa lalu yang kini sudah naik kelas menjadi salah satu kuliner elit di Trenggalek. Dan barangkalai saja, dalam waktu tak terlalu lama, anak cucu saya tidak akan pernah lagi bisa merasakan nikmatnya makan thiwul bersama sambal teri atau blendrang tewel (sayur nangka muda masakan dua tiga hari yang lalu dan sudah dipanaskan beberapa kali). Maka dalam kesempatan ini, saya ingin mengabadikan “gaplek” melalui tulisan saya ini. Dengan tulisan ini setidaknya mereka tahu bahwa eyang-eyangnya dulu dibesarkan dalam balutan nutrisi berbau gaplek.
Ada menu lain yang terbuat dari bahan dasar gaplek yang cukup popular dan tak kalah nikmat adalah “gathot”. Pembuatan gathot berbeda dengan pembuatan thiwul. Proses pembuatannyapun tidak serumit membuat thiwul. Gaplek direndam dalam air kurang lebih 24 jam (sehari semalam) atau lebih sedikit. Setelah itu gaplek dicuci bersih dan dipotong sesuai selera. Selanjutnya gaplek yang sudah dipotong-potong tersebut ditanak sekitar 1 jam dengan api sedang hingga matang. Setelah berbau khas gathot, ditiriskan agar kandungan airnya terserap udara. Selanjutnya gathot siap dihidangkan. Agar lebih nikmat, dalam penyajiannya disandingkan dengan parutan kelapa muda.
Di awal tulisan saya disebutkan bahwa makanan berbahan dasar gaplek ini sekarang naik kelas menjadi makanan elit. Sebenarnya ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
Pertama, bahan pembuatan gaplek yakni singkong di daerah Trenggalek secara umum sekarang cukup sulit didapatkan. Banyak lahan perkebunan petani yang sekarang beralih fungsi menjadi perumahan. Pertambahan penduduk di Trenggalek yang cukup pesat membuat lahan perkebunan (termasuk persawahan) menyempit cukup signifikan. Di atas lahan-lahan tersebut sekarang dibangun rumah sebagai kebutuhan pokok berumah tangga. Ini seiring dengan meningkatnya taraf hidup warga Trenggalek sehingga pembangunan rumah/permukiman juga meningkat tajam dalam masa 20 tahun terakhir.
Kedua, usia singkong dirasa terlalu lama sementara kebutuhan hidup terus menuntut untuk dipenuhi. Jika mengandalkan tanaman singkong tentu dari sisi waktu kurang efisian. Maka banyak warga yang tidak telaten untuk menjadikan singkong sebagai tanaman utama di sisa lahan yang masih mereka miliki.
Ketiga, singkong kalah bersaing dengan jenis tanaman lain yang dirasa warga Trenggalek lebih menjanjikan. Banyak lahan perkebunan yang ditanami tanaman produksi. Beberapa jenis tanaman yang menjadi tanaman favorit warga Trenggalek adalah cengkih, durian, jengkol, sengon laut, kelapa, kapulaga, pisang, dan beberapa jenis yang lain. Bagi warga Trenggalek tanaman tersebut cukup mudah perawatannya dan memberikan hasil yang cukup menjanjikan.
Keempat, munculnya babi hutan sebagai hama utama singkong. Babi hutan yang dulu hanya berada di hutan, sekarang tak jarang turun gunung menjarah tanaman warga. Salah satu sasaran serang yang paling digemari babi hutan adalah singkong. Lokasi yang sudah terjamah babi hutan tentu tak akan menyisakan harapan panen sedikitpun.
Itulah beberapa penyebab langkanya singkong sebagai bahan dasar pembuatan makanan khas bernama thiwul di Trenggalek. Dan itu pulalah yang menaikkan kelas gaplek dari kelas rendahan menjadi kelas elit di Trenggalek. Maka hal remeh ini juga tak luput dari hal yang menginspirasi saya untuk mengabadikannya dalam sebuah tulisan.
Jika kebetulan Anda berwisata ke pantai Prigi atau ke Goa Lawa di Watulimo Trenggalek, Anda boleh berburu kuliner berbahan dasar gaplek atau berbahan dasar singkong. Saya jamin Anda tidak akan kecewa.