Jangan Terburu-Buru Membuang Barang Bekas

KMAB0 Dilihat

JANGAN TERBURU-BURU MEMBUANG BARANG BEKAS

Oleh: Nanang M. Safa

 

Banyak orang menganggap barang yang sudah tak terpakai sebagai sampah. Maka sudah sewajarnya jika banyak juga yang buru-buru membuangnya. Coba untuk apa sampah dikumpulkan kecuali bagi Anda yang memang memiliki usaha di bidang barang bekas. Tentu barang bekas akan Anda kelola dengan baik untuk Anda sulap menjadi uang.

Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang rasa sesal saya akibat terburu-buru menganggap barang bekas sebagai sampah tak berguna. Pengalaman ini baru dua hari lalu saya alami dan hari ini menjadi puncak penyesalan saya.

Baru seminggu yang lalu laptop saya ganti baterai. Baterai lama sama sekali sudah tidak bisa menyimpan daya. Jika saya akan menggunakan laptop saya, maka saat itu juga saya harus menggunakannya sambil saya charge. Tentu saja ketika listrik tiba-tiba padam, laptop saya secara otomatis juga ikutan mati. Dampak lanjutannya tentu dokumen yang sudah saya buat akan ikut hilang karena belum sempat saya simpan. Dan itu terjadi berulang kali. Marah, kecewa, galau bercampur menjadi satu. Semua gara-gara baterai laptop saya yang sudah tidak bisa menyimpan daya.

Sebenarnya sudah cukup lama baterai laptop saya sudah tidak  bisa menyimpan daya lagi. Karena alasan ekonomis saya masih mempertahankannya. Toch laptop saya masih bisa digunakan biarpun harus sambil di-charge. Cukup merepotkan memang, namun karena saya menggunakan laptop hanya di rumah atau di sekolah, jadi kerepotannya masih bisa diatasi.

Baru dua minggu yang lalu kerepotan saya berada pada puncaknya. Banyak sekali pekerjaan yang harus saya selesaikan dengan menggunakan laptop. Selain pekerjaan di sekolah, juga beberapa program yang saya ikuti yang pada prinsipnya harus bekerja menggunakan laptop. Akhirnya saya putuskan untuk mengganti baterai laptop saya. Tak menunggu lama, saya bawa laptop saya ke tukang servis. Saya sengaja tidak membawanya ke toko tempat saya membelinya dua tahun lalu. Selain jaraknya cukup jauh (45 km dari rumah saya), saya tetap ingin bisa bekerja dengan laptop saya selama masa penantian. Pengalaman yang sudah-sudah untuk mengganti baterai laptop haruslah menunggu sekian hari karena harus inden terlebih dahulu. Lalu bagaimana nanti dengan perkerjaan saya. Itulah pertimbangan utama saya. Lagian saya pikir kalau hanya untuk mengganti baterai laptop kan tidak harus ke tokonya.

Tukang servis yang saya datangi ini sebenarnya juga sudah saya datangi beberapa kali, namun untuk kepentingan berbeda yakni servis hp. 2 hp saya beres semuanya ketika saya bawa ke sana. Itu juga awalnya saya tahu bahwa di conter tersebut juga menerima servis laptop. Maka tak perlulah saya harus jauh-jauh ke lain kota untuk sekedar mengganti baterai laptop saya.

Singkat cerita, seminggu berikutnya baterai pengganti laptop saya datang. Saya dikhabari melalui pesan WhatsApp oleh si tukang servis. Maka langsung saja sepulang kerja saya bawa laptop saya ke conter si tukang servis. Tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 km dari rumah saya. Setelah proses penggantian selesai, laptop saya bawa pulang dan langsung saya charge sampai penuh. Konon agar baterai laptop awet dipakai, maka ketika dipakai tidak boleh sambil di-charge. Namun belakangan saya tahu bahwa hal itu mitos. Laptop dipakai sambil di-charge juga tidak berpengaruh terhadap awetnya baterai laptop. Tentu saya semakin semangat menyelesaikan beberapa pekerjaan saya. Ibarat anak kecil mendapat mainan baru semangat saya  pun menggebu. Beberapa tulisan juga berhasil saya selesaikan.

Namun seminggu berikutnya ada yang tidak beres dengan laptop saya. Ketika baterai laptop saya tinggal 20% dan colokan charge saya hubungkan ke aliran listrik, lampu pendeteksi sama sekali tidak menyala, alias tidak ada tanda-tanda terhubung. Saya amati ikon baterai di pojok kanan bawah layar laptop saya, tidak juga ada tanda-tanda menambah daya. Saya copot colokan lalu saya hubungkan kembali, tetap saja lampu led tidak menyala. Begitu saya coba berulang, tetap tak ada bedanya. Akhirnya saya matikan laptop saya.

Hari berikutnya di tempat kerja, saya pinjam charge teman saya untuk tes terakhir. Siapa tahu charge saya yang putus kabelnya atau rusak. Eh ternyata sama saja, tidak ada tanda-tanda menyala. Berarti ….

Saya harus membawanya kembali ke tempat servis. Toch masih dalam masa garansi. Saya harus menunggu cukup lama. Selain memang harus antre menunggu giliran, laptop saya harus dibongkar untuk memastikan keadaan baterainya. Sekitar 2 jam berikutnya, saya diberitahu bahwa terjadi sesuatu pada baterai baru laptop saya, dan itu bisa saja terjadi pada peralatan elektronik biarpun baru. Apalagi jika barang tersebut bukan original dari produsennya. Selanjutnya saya ditanya tentang baterai bawaan laptop saya. Tentu saja saya terkejut, tak menyangka jika barang bekas tersebut ditanyakan.

Saya menjawab spontan “sudah dipreteli anak saya dan selanjutnya saya buang”. Si tukang servis tidak kalah terkejut dengan jawaban saya. Maksud si tukang servis, baterai lama itu akan dipasang kembali sembari menunggu baterai penggantinya, agar laptop saya tetap bisa dipakai bekerja. Sekalian untuk memastikan bahwa kerusakan terletak pada baterainya bukan pada charge-nya.

Mendengar penjelasan si tukang servis saya hanya tersenyum sambil melirik istri saya yang juga melirik saya penuh kemenangan. Sebenarnya baterai bekas tersebut akan diamankan di almari oleh istri saya. Namun ketika itu saya bilang “untuk apa barang bekas saja kok disimpan di almari” dan akhirnya istri saya urung memasukkannya ke almari. Maka jadilah baterai bekas tersebut saya buang ke tempat sampah setelah sempat dipreteli oleh anak saya untuk memuaskan kepenasarannya. Eh ternyata ….

 

#kmab#38

Tinggalkan Balasan