Pagi itu perjalanan saya dimulai di Jalan Jendral Sudirman, sekitar 200 meter dari Tugu Yogyakarta.
Dari halte Trans Jogja di depan hotel Phoenix, saya menyeberangi jalan dan kemudian sampai di depan kantor OJK DI Yogyakarta. Di sini ada sebuah tiang berwarna hitam dengan banyak lubang yang ternyata bisa digunakan untuk mengisi Baterai telepon genggam.
Saya kemudian berjalan ke arah barat dan sampai di perempatan jalan tempat Tugu berada. Wah sudah lama sekali tidak berjalan kaki di sini walau banyak sekali melewatinya dengan berkendaraan.
Dari arah tenggara, saya melihat tugu nan cantik yang sekarang dikelilingi pagar pembatas agar pengunjung berfoto di tengah jalan. Di belakangnya, ada bangunan cantik berlantai tiga dengan gaya bangunan tua. Namanya Kebon Ndale dan berfungsi sebanyak resto dan Cafe . Sebenarnya dulu di sini pernah ada Toko Gunung Agung.
Di sudut tenggara ini pula terdapat nama dan maket serta penjelasan secara lebih rinci mengenai sejarah Tugu yang ada di utara Jalan Margo Utomo yang dulu bernama Jalan P. Mangkubumi.
“Tugu Golong Gilig,” demikian tulisan yang tertera di atas dinding setinggi sekitar 4 meter. Di depan dinding ini ada replika tugu berwarna putih diapit relief dengan latar belakang marmer hitam.
Anehnya Bentuk replika tugu Golong Gilig ini berbeda dengan bentuk Tugu yang ada di tengah perempatan jalan dan dikenal dengan nama Tugu Pal Putih.
Di sini juga ada maket Sumbu atau Poros filosofis yang merupakan garis lurus dari tugu, Kraton hingga ke selatan di Panggung Krapyak. Kompleks Keraton juga dilengkapi dengan 4 buah pojok Beteng .
Tiga buah prasasti berisi informasi menjelaskan sekilas mengenai monumen yang ada di sini:
Prasasti pertama menjelaskan mengenai Tugu Pal Putih atau De Witte Pal te Jogjakarta . Ada denah Penampang tugu lengkap dengan ukuran dan tinggi masing-masing bagian yang terdiri dari selasar, kaki, tubuh, kepada, dan kemuncak. Tinggi tugu secara total sekitar 12.4 meter dengan lebar bagian bawah 8,8 meter.
Dijelaskan bahwa Tugu Golong Gilig yang asli dibangun pada 1755 dengan bentuk Golong (bulat ) di puncak dan Gilig (Silinder) pada tubuhnya . Tugu ini runtuh akibat gempa pada 10 Juni 1867 dan baru pada 1889 Sultan HB VII memerintahkan tugu ini untuk dibangun kembali.
Residen Belanda saat itu Y Mullemester dan dibiayai oleh Patih Danurejo V. Tetapi bentuk rancanga nya berbeda dengan yang asli. Tugu Baru yang diberi nama Tugu Pal Putih ini diresmikan pada 13 Oktober 1889 dan ditandai dengan Candra sengkala “Wiwara Harja Manggala Praja” yang menunjukkan tahun Jawa 1819.
Penjelasan seperti di atas dapat dibaca pada keempat sisi prasasti pada tugu yang ditulis dalam aksara Jawa.
Nah di sini kita juga dapat memperoleh penjelasan singkat mengenai Poros Filosofi yang dibagi dua bagian.
Bagian pertama dari selatan yaitu Panggung Krapyak hingga ke arah utara dan menggambarkan pejalan hidup manusia dari rahim, dilahirkan, hingga beranjak dewasa dan kemudian memiliki keturunan.
Visualisasi perjalanan hidup ini digambarkan dengan berbagai jenis tanaman dan juga bangunan yang ada di sepanjang sumbu filosofis hingga alun-alun selatan dan juga bangsal Kemagangan di sebelah utara Sasana Dwi Abad.
Sementara itu bagian kedua menjelaskan perjalanan manusia untuk kembali ke ada penciptanya melewati berbagai tahap. Dimulai dari Tugu melalui jalan Margautama, Malioboro , Margo Mulyo dan terus ke selatan melalui jalan Pangurakan hingga ke alun-alun utara dan pohon -pohon beringin . Semua penuh dengan perlambang yang penuh dengan simbol filosofis . Pasar Beringharjo sendiri dianggap sengaja salah satu godaan.
Namun pada prasasti yang lain dijelaskan juga bahwa Tugu Golong Gilig dan Panggung Krapyak melambangkan Lingga Yoni yang merupakan lambang kesuburan berdasarkan filosofi Hindu.
Oleh Sultan HB I, filosofi Hindu ini kemudian dimodifikasi menjadi filosofi Islam Jawa dengan konsep Sangkan Paraning Dumadi dengan Keraton sebagai pusat filosofi yang ditandai dengan lampu Kyai Wiji yang tidak pernah padam sejak sultan bertakhta.
Nah, konon Tugu Golong Gilig ini dulunya memiliki ketinggian sekitar 25 meter dan menjadi pusat titik konsentrasi sultan HB I bermeditasi di Bangsal Manguntur Tangkil di kompleks Kraton .
Demikianlah, dengan mampir ke tugu ini, sekarang saya bisa mengetahui lebih dalam mengenai sejarah dan perubahan yang terjadi termasuk perubahan konsep dari Hindu menuju Islam Jawa.
Yogya , Juli 2022