Cerita Ramadhan Takkan Usai (End)

Berbaris rapi, semua berbaris rapi tradisi yang tidak pernah lupa jika menjelang libur menyambut ramadhan di sekolahku.

Bermaaf – maafan sesama kami dari penjabat tinggi kepala sekolah sampai dengan perusuh sekolah dan peserta didik saling maaf memaafkan, barisn panjang tak kami hiruakan apalagi cuaca panas menjelang ramadhan tapi semangat untuk saling memaafkan mengkaburkan panas yang menyengat siang ini.

Selesai sudah acara maaf – maafan di sekolah ada yang menjangal di hatiku tahun ini dapatkah aku mencium tangan Emak meminta maaf darinya sebelum menyambut ramadhan seperti empat tahun lalu sebelum covid menyambangi kami.

Pikiran melayang, untung saja motor yang aku bawa pelan jika tidak pasti aku sudah menabrak pengguna jalan di depanku, terlambat aku melihat lampu merah di depanku, untung selamat bathinku.

Bersamaan Kami, Aku dan Suami sampai di rumah. Senyum hangat menyambutku segera memakirkan motorku berjalan mendapatkan suamiku untuk mencium tangannya tanda takzim sebagai istri.

Kami berjalan bergandeng menuju pintu depan rumah, tangan perkasa suamiku membuka pintu rumah yang terkunci.

“Duduklah ada kabar mengembirakan untuk kita.” Aku menatap suamiku serius, melihat senyumnya menyejukkan hatiku.

Ada yang mau menyewa motor Abang selama 4 hari, lumayan uangnya dapat kita pulang kampung untuk menyambut ramadhan bersama Emak.

Tes   air bening turun dari mataku mendengar penjelasan suamiku, jika ada yang melihatku menangis mengatakan aku lebay rasanya bagi kami yang berpenghasilan pas – pasan berita bagi mereka yang mempunyai uang lebih hal biasa tapi buat kami luar biasa.

“Abang percaya sama yang mau pakai motor Abang?” masih ada rasa curiga, apalagi sekarang banyak sekali motif menyewa motor/mobil tapi akhirnya motor/mobilnya dibawa kabur.

“Percaya, karena Bapak kepalas sekolah yang menyewanya. Anakknya mau belajar naik motor dan Abang percaya motor kita akan baik – baik saja.” Menelisik wajah suamiku, tenang dan akhirnya senyum ku berikan tanda aku setuju dengan keputusan suamiku.

“Bersiaplah besok kapal paling pagi kita pulang ke Karimun.” Senangnya hatiku mendengar ucapan suamiku.

Akhirnya setelah lama tidak pulang kampung tahun ini kami merayakan ramadhan pertama bersama Emak dan keluarga di Karimun rasa haru bahagia menjadi satu semoga tahun ini ramadhan kami selalu dalam berkah dan nikmat darinya seperti hari ini tidak pernah terpikirkan olehkan akan ada rezeki tak terduga.***

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan