Belajar Jadi Orang yang Bermanfaat

Humaniora, Terbaru71 Dilihat
Foto: Omjay

 

Saat mengikuti didikan subuh di masjid Wustha  yang berada persis di depan Panti Asuhan dimana saya diasuh tahun 1966, kami diajarkan sebuah hadist yang dibacakan guru yang mengajar saat itu, yang bunyinya: “khairunnaas anfa’uhum linnaas” yang artinya: Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan uraian yang cukup menarik, pak guru memberikan beberapa contoh dalam bentuk cerita dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam masa perjalanan hidup yang panjang hingga kini, saya berusaha untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh guru kami tersebut. Apa yang saya dapatkan dari apa yang saya jalani tersebut adalah, kenikmatan dalam menjalani kehidupan sehari, rasa lega telah bisa berbuat sesuatu untuk sesama.

Apa yang saya lakukan tersebut mencapai puncaknya saat saya mulai aktif ngeblog di Kompasiana. Saya selalu antusias bila Kompasiana mengadakan acara untuk para blogger mereka yang dijuluki kompaianers. Kamera saya seakan susah untuk diajak berhenti mengabadikan setiap momen yang ada di depan mata, sehingga saya merasakan kehadiran saya cukup diapresiasi, walau kadang ada juga rasa tidak nyaman takut mengganggu berjalannya acara, karena aktifitas saya yang suka lalu lalang disaat acara sedang berlangsung dan hadirin sedang serius mengikuti acara.

Dari aktifitas saya ngeblog dan mengikuti setiap acara tersebut, saya mempunyai ribuan foto-foto arsip acara Kompasiana, yang bila dihitung sebagai hasil karya profesional, mungkin nilainya sudah ratusan juta. Tapi pada prakteknya, saya melakukan semua itu dengan cuma-cuma, mengikuti kata hati karena ingin berbagi.

Begitu juga saat pak Thamrin Dahlan mencetuskan akan menerbitkan buku gratis bagi teman-teman blogger, guru atau siapapun yang mempunyai hasil karya tulis yang ingin dijadikan buku, beliau akan membantu melalui yayasan yang beliau dirikan, Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan.

Saya sendiri merasa surprise dengan apa yang beliau lakukan. Karena, saat saya membantu merancang dan memasang studio mini di rumah Pak Thamrin untuk kegiatan mengajar daring beliau melalui Zoom, hal tersebut belum tercetus saat kami ngobrol, atau mungkin hal itu masih beliau rahasiakan hingga hari H saat kopdar di Margonda, Depok.

Saya mungkin orang yang paling antusias dengan adanya penerbitan buku gratis oleh YPTD ini, bukan karena saya juga ingin menerbitkan buku saya, tapi lebih dari itu. Saya sudah membayangkan berdasarkan pengalaman saya tiga tahun mengelola penerbitan skala kecil untuk kebutuhan perusahaan saat saya bekerja di perusahaan minyak asing tahun 1985 hingga 1987 lalu, bagaimana repotnya mengedit naskah mentah yang ingin diterbitkan di buletin dan majalah perusahaan.

Hal itu pulalah yang saya bayangkan, saya punya keyakinan bahwa belum semua blogger, guru apalagi orang awan yang menguasai proses editing, layout maupun format sebuah buku yang akan diterbitkan. Saya merasakan bahwa ilmu saya yang sudah tersimpan cukup lama, kini akan bisa bermanfaat untuk teman-teman yang ingin menerbitkan bukunya.

Apa yang saya rasakan dan bayangkan itupun menjadi kenyataan. Dari artikel teman-teman yang masuk dan ingin dicetak dan dijadikan buku itu, saya menemukan ladang amal untuk ditanami. Mengedit, mulai yang hanya sekadar membetulkan typo atau salah ketik, memperbaiki kata-kata atau kalimat yang kurang pas, hingga mengedit titik koma yang berantakan dan tidak pada tempatnya.

Saya menikmati apa yang saya kerjakan itu dengan senang hati. Saking bersemangatnya, saya jadi lupa waktu. Begadang malam hari, lalu lanjut setelah shalat tahajud, terus hingga siang, beristirahat sejenak, walau isi kepala masih dipenuhi dengan naskah-naskah yang harus diolah.

Sebagai relawan YPTD, saya memang melakukan apa yang saya kerjakan itu dengan sukarela, karena yang saya tahu YPTD itu tidak punya karyawan, makanya saya menawarkan diri untuk membantu secara sukarela, karena punya waktu yang cukup banyak sebagai pengangguran.

Saya tidak pernah memikirkan hal lain saat melakukan tugas saya. Jalani saja, kalau soal rizki, Allah sudah mengaturnya, makanya saya tidak pernah meminta bayaran kepada teman-teman yang naskahnya saya kerjakan. Tapi, bila ada yang menawarkan, saya juga tidak menolak. Sebagaimana Omjay yang secara terbuka menawarkan di group WA Terbitkan Buku Gratis, siapa yang bisa membantu merangkum dan mengedit artikelnya di Kompasiana Omjay menyiapkan dananya.

Saya menyambut tawaran di group WA tersebut dan menyatakan siap, Omjay deal. Lalu mulailah saya merangkum, mengedit dan mendaftarkan naskah yang sudah lengkap tersebut ke Pak Thamrin untuk pengurusan ISBN dan pencetakannya.  Setelah berproses, akhirnya terbitlah buku kumpulan artikel Omjay yang di Kompasiana itu, dengan judul; “Agar PJJ Taka Lagi Membosankan”

Apakah saya tidak lelah sebagai sukarelawan YPTD? saya akan menjawab tidak. Selagi dibutuhkan saya tetap siap membantu, karena niat awal saya memang ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain dan menjadikan apa yang bisa saya lakukan ini sebagai ladang amal saya. Insya Allah.

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar