17. Pasien di Ibu Kota
Matt Paten harus ke Ibu Kota, karena ada salah seorang Pejabat—teman Barnus sakit hilang ingatan sejak satu tahun yang lalu. Barnus ajak Matt Paten ke Ibu Kota untuk mengobati pejabat tersebut.
Jadwal pengobatan Rani terpaksa di tunda oleh Matt Paten, karena sakit temannya Barnus sudah semakin mengkhawatirkan. Matt Paten tidak memberitahukan Rani soal keberangkatannya ke kota. Dia kasih kabar pada Armaya, karena tidak punya nomor ponsel Rani.
“Selamat pagi pak Armaya,” sapa Matt Paten.
“Selamat pagi Matt Paten, ada apa? tumben telepon?” tanya Armaya.
“Saya mau memberitahukan, bahwa pagi ini saya mendadak harus ke Ibu Kota bersama pak Barnus. Teman pak Bernus butuh pengobatan saya.” jelas Matt Paten.
“Kamu sudah kasih tahu Rani?” tanya Armaya.
“Belum pak, kebetulan saya belum minta nomor telepon Rani.”
“Ya sudah.. nanti saya kasih tahu Rani, bahwa kamu sedang ke Ibu Kota.” ujar Armaya.
Setelah telepon Armaya, Matt Paten segera ke rumah Barnus, karena mereka harus segera berangkat ke Ibu Kota.
Di rumah Armaya, Rani menanyakan tantang keberangkatan Matt Paten ke Ibu Kota,
“Abah.. tadi mas Matt Paten kasih kabar Apa?”
“Dia belum bisa ke rumah mengobati kamu, karena dia harus buru-buru ke Ibu Kota untuk mengobati teman pak Barnus.” jawab Armaya.
“Rani boleh minta nomor telepon mas Matt Paten Bah?” tanya Rani.
Armaya langsung berikan nomor telepon Matt Paten, dia senang Rani mau menghubungi Matt Paten. Bagi Armaya itu sebuah hal yang sangat positif. Artinya Rani sudah mau berkomunikasi dengan Matt Paten.
“Dia cerita gak Bah berapa lama di kota? Kok mendadak sekali ya?” tanya Rani.
Armaya merasa kalau Rani mulai merasa kehilangan Matt Paten, dan dia coba berkelakar dengan Rani.
“Kok kamu gelisah sekali Matt Paten belum bisa ke rumah? Kamu merasa kehilangan dia ya?” tanya Armaya.
“Iih Abah bisa aja, dia kan janji mau kerumah kemarin. Cuma itu aja sih.” jawab Rani.
“Kalau kamu mau memastikan kapan dia pulang kamu telepon saja dia, Matt Paten pasti senang kamu telepon.” ujar Armaya.
Matt Paten dan Barnus sudah berangkat dari rumah, mereka harus menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, untuk sampai ke kota Kabupaten dan menuju ke Bandara.
Matt Paten cerita pada Barnus, bahwa Rani putri Armaya sudah berangsur pulih, dan sudah bisa diajak berkomunikasi. Matt Paten juga bilang, harusnya hari itu adalah jadwalnya ke rumah Armaya untuk mengobati Rani,
“Bagaimana nazarnya pak Armaya Matt? Jadi dia jodohkan kamu dengan Rani?” tanya Barnus.
“Rani belum mau mengikuti keinginan pak Armaya pak, karena dia belum siap. Saya sarankan pada pak Armaya untuk mengubah Nazarnya.” jawab Matt Paten.
“Kamu gak menuntut janji pak Armaya? Kan nazar itu harus dua laksanakan?” tanya Barnus.
“Saya katakan pada pak Armaya, nazar itu gugur kalau Rani tidak setuju. Apalagi pak Armaya tidak bicara dulu sama Rani.”
“Benar juga kamu Matt. Harusnya sebelum bernazar dia bicara dulu sama anaknya, karena anaknya lebih berhak.”
Matt Paten katakan juga pada Barnus, kalau dia tidak ingin nazar itu di laksanakan dengan pemaksaan. Dia menghargai sikap Rani. Matt Paten sangat yakin kalau dia memang berjodoh dengan Rani, Tuhan akan mempersatukannya dengan Rani.
Tiba-tiba ponsel Matt Paten ada panggilan masuk, dari nomor yang tidak di kenal. Matt Paten menjawab panggilan masuk tersebut,
“Assalamu’alaikum.. siapa nih?” tanya Matt Paten
“Wa alaikum salam, ini Rani mas,” jawab Rani, “Mas lagi ke kota ya?” tanya Rani.
“Iya Rani, maaf mas tidak kabari kamu tadi, karena mas gak punya nomor ponsel kamu.” jawab Matt Paten.
“Ini nomor ponsel Rani mas, tolong di simpan ya. Biar kalau Rani telepon lagi mas sudah tahu.” ucap Rani.
Hati Matt Paten serasa berbunga-bunga, dia tidak menyangka kalau Rani meneleponnya,
“Maaf ya Rani, mas belum bisa mengobati kamu dulu, mas harus bantu teman pak Barnus di Ibu Kota.” ujar Matt Paten
“Di kota berapa lama mas? Kasih kabar Rani ya kalau masih lama.”
Matt Paten jelaskan pada Rani, bahwa dia belum bisa perkirakan berapa lamanya, karena belum tahu apa penyakit teman Barnus.
Rupanya Rani yang sudah mengenal siapa Matt Paten, dia mulai merasa kehilangan, karena sikap humor Matt Paten dan wawasan pengetahuannya sangat melekat dalam ingatan Rani. Sehingga dia merasa kehilangan.
Matt Paten malah berpikir kalau Rani sudah terhipnotis oleh ucapan-ucapannya. Terutama hal-hal yang menyangkut spiritual. Matt Paten memang sengaja mempengaruhi pikiran Rani dengan hal-hal seperti itu, karena terlalu lama Rani di pengaruhi pikiran negatif.
Setelah pembicaraan pertelepon dengan Rani di tutup, Barnus menanyakan pada Matt Paten,
“Sudah seberapa dekat kamu komunikasi dengan Rani?” tanya Barnus
“Masih baru dalam tahap penjajakan pak, karena Rani ingin mengetahui saya lebih jauh terlebih dahulu. Dia masih belum terlalu percaya dengan lelaki.” jawab Matt Paten
“Tapi.. seberapa besar kans kamu bisa mendapatkan perhatian Rani?”
“Kalau dari pembicaraan telepon barusan, sepertinya dia sudah mulai merasa kehilangan saya pak.” jawab Matt Paten sambil menatap pak Barnus dengan tersenyum.
“Wah.. dia terhipnotis ucapan-ucapan kamu Matt. Dia baru tahu isi kepala kamu ya.” ujar Barnus.
“Yah.. saya sih terserah Allah aja pak, kalau memang ada jodohnya kami pasti di dipersatukannya.” ucap Matt Paten.
“Aamiin.. In Sha Allah Matt, niat kamu baik.. semoga doa kamu di ijabah Allah.”
Matt Paten cerita pada Barnus, bahwa selama dia melakukan terapi pada Rani dia semakin tahu seperti apa Rani itu sebenarnya. Dia merasa kasihan sama Rani, karena Armaya hanya memenuhi kebutuhan jasmaninya, sementara secara rohani tidak.
Sulitnya mengkomunikasikan pikirannya pada Rani, membuat dia harus mengulang-ulang apa yang di jelaskannya,
“Padahal dia kan lulusan S1 Matt? Harusnya menangkap apa yang kamu sampaikan?” tanya Barnus.
“Selama dua tahun sakit, membuat pikirannya tidak berfungsi pak. Yang dominan hanya emosinya.” jawab Matt Paten.
“Terus apa yang kamu lakukan untuk memulihkannya?”
“Disamping terapi dengan peraba Sukma. Saya juga pancing dia untuk reaktif terhadap apa yang saya ucapkan, alhamdulillah.. perkembangannya sangat bagus.” jawab Matt Paten.
Jarak tempuh perjalanan yang cukup jauh itu, dimanfaatkan Matt Paten dan Barnus berbincang-bincang tentang berbagai hal. Matt Paten juga cerita soal pemalakan preman di proyek pesantren. Barnus sampai ngakak mendengar cerita Matt Paten mempecundangi preman.
Barnus sangat berterima kasih pada Matt Paten, karena berkat Matt Paten, dia dan keluarganya jadi mengenal Tuhan. Bahkan, Barnus merasa hidupnya sekadar jauh lebih senang, karena anak-anaknya lebih aktif dalam beribadah.
Bersambung.