9. Pingsan
Matt Paten mulai mengobati putri Armaya, di dalam kamar putri Armaya itu ada, Armaya, isterinya dan Barnus. Mereka semua melihat bagaimana Matt Paten memijat kaki putri Armaya. Namun, putri Armaya tidak bisa melihat sosok Matt Paten yang sedang memijatnya.
Armaya melihat reaksi putrinya saat di pijat Matt Paten, dia berteriak saat merasa sakit, dan menarik-narik kakinya saat di pijat Matt Paten. Dia merasa kalau kakinya ada yang menahannya, sehingga dia marah-marah,
“Abah!! Siapa ini yang pegang-pegang kaki Rani? Abah kok diam saja!!?” Putri Armaya memarahi Armaya yang ada di hadapannya.
“Apa yang kamu rasakan Rani? Siapa yang memegang kaki kamu? Kan kita semua tidak ada yang menyentuh kamu?” tanya Armaya.
Matt Paten terus memijat ibu jari kaki putri Armaya, dia merasakan sesuatu yang ganjil ada di tubuh putri Armaya. Matt Paten menghentikan sejenak pijatannya, dan dia berbisik pada Armaya,
“Pak kita keluar sebentar… ada yang ingin saya katakan.” bisik Matt Paten.
Mereka semua keluar dari kamar putri Armaya, dan menuju ke ruang tamu.
“Ada apa Matt? Apa yang kamu rasakan saat memijat putri saya?”
“Begini pak.. ada sesuatu yang di kirim ke dalam tubuh putri bapak. Bapak nanti jangan kaget kalau sampai putri bapak tidak sadarkan diri, saat saya mengeluarkan apa yang ada di tubuh anak bapak.” ujar Matt Paten.
“Apa kira-kira bentuk barang yang di kirim ke tubuh anak saya itu? Dan berapa lama anak saya tidak sadarkan diri?” tanya Armaya.
“Saya tidak bisa mendeteksi apa yang di kirimkan pak, biasalah benda-benda yang biasa di gunakan dalam klenik dan santet. Putri bapak akan pingsan kurang lebih satu jam.”
“Bagaimana caranya benda-benda itu di keluarkani Matt?”
“Nanti akan keluar bersamaan dengan kotoran, saat putri bapak buang air besar.”
Setelah membertahukan Armaya tentang proses yang akan di alami putrinya, Matt Paten kembali masuk ke dalam kamar. Matt Paten minta pada Armaya dan isterinya melihat dari depan pintu saja.
Kali ini Matt Paten memijat bagian tangannya, untuk memijat bagian tangan Matt Paten harus terlebih dahulu membuat putri Armaya tertidur, dengan cara mengusap bagian muka putri Armaya.
Armaya semakin percaya dengan Matt Paten, dia sangat yakin kalau Matt Paten memang memiliki ilmu yang mumpuni.
Saat Matt Paten mulai memijat tangan putri Armaya, dengan mata masih tertutup mulutnya mengeluarkan erangan, suara erangannya itu sangat memilukan hati.
Di kedua mata putri Armaya, mulai bersimbah airmata saat dia mengeluarkan erangan. Melihat hal itu, Armaya dan isterinya sangat terenyuh. Armaya membayangkan kalau anaknya sangat menderita.
Matt Paten beranjak dari tempat tidur putri Armaya, dia menghampiri Armaya yang ada di depan pintu kamar,
“Sebentar lagi dia akan bangun, karena harus buang air besar. Benda-benda yang ada di dalam tubuhnya sudah saya hancurkan.” ujar Matt Paten.
Isteri Armaya menghampirinya tempat tidur putrinya. Selang beberapa saat, putrinya terbangun dengan wajah dan tubuh yang lesu. Matt Paten mengamati dari depan pintu.
“Kamu mau apa nak?” tanya isteri Armaya
“Rani mau ke toilet umi.. tapi badan Rani lemas umi.” ujar putri Armaya.
Isteri Armaya membantu Rani untuk bangun, dan memapahnya menuju ke toilet. Matt Paten, Armaya dan Barnus kembali menuju ke ruang tamu. Matt Paten kembali mengingatkan Armaya,
“Habis buang air besar, putri bapak akan pingsan.. bapak dan ibu tidak perlu khawatir, karena itu proses pembersihan sukmanya.” ujar Matt Paten.
“Setelah pingsan, apakah dia sudah bisa diajak bicara Matt?” tanya Armaya.
“Bisa.. tapi belum bisa diajak berkomunikasi layaknya orang yang sehat.”
Armaya menanyakan pada Matt Paten, apakah selama proses penyembuhannya nanti Matt Paten akan tetap terus memantau perkembangannya. Matt Paten bilang kalau proses penyembuhan masih bagian dari tanggung jawabnya.
“Dalam proses penyembuhannya nanti, saya akan ajak dia berkomunikasi, saya mau menanyakan apa yang dia rasakan saat masih sakit.”
“Saya ada satu permintaan dengan kamu Matt,” ujar Armaya.
“Apa itu pak kira-kira, mudah-mudahan saya bisa penuhi.” jawab Matt Paten.
Lama Armaya berpikir terlebih dahulu, sebelum meneruskan ucapannya,
“Kamu mau menikah dengan putri saya?” tanya Armaya, “kamu gak usah pikirkan soal kebutuhan pernikahan tersebut.” lanjut Armaya.
“Kalau itu merupakan amanah bapak, saya mau.. tapi persoalannya apakah putri bapak mau menikah dengan saya?”
“Kan selama proses penyembuhannya, kamu akan kerap berkomunikasi dengan dia. In Sha Allah akan terbuka hatinya.” ujar Armaya.
Matt Paten menjelaskan pada Armaya, bahwa profesinya hanya sebagai seorang tukang pijat, bukanlah orang terpandang. Namun, Armaya tidak terlalu mempersoalkan semua itu, baginya kalau putrinya suka sama Matt Paten, dia bersedia menikahkan Matt Paten dengan putri nya.
“Bagi saya sekarang ini, asal putri saya bisa sembuh dan kamu bisa membimbingnya dalam soal agama, siapa tahu kalian saling menyukai.” ucap Armaya.
“Putri bapak itu cantik sekali, sesuai dengan namanya, Maha Rani. Sementara saya ini hanyalah seorang kelana, yang tidak jelas masa depannya pak.”
“Asal kamu bisa menjaga dan mendidik putri saya menjadi wanita yang sholehah, bagi saya sudah cukup.”
Barnus ikut menimpali pembicaraan Matt Paten dan Armaya,
“Kalau soal itu, In Sha Allah Matt Paten mampu pak, karena dia ini sudah dua kali ke tanah Suci Mekah, dia juga lulusan pesantren.” timpal Barnus.
“Sebelum kita bicara lebih jauh pak, saya ingin katakan satu hal,” ujar Matt paten.
“Tentang apa kira-kira Matt?” tanya Armaya
“Saya ini tidak suka melihat penindasan. Kalau sebagai bupati bapak menindas rakyat, maka bapak akan berhadapan dengan saya. Siap gak bapak menerima kenyataan seperti itu?”
“In Sha Allah saya siap.. kan malah bagus saya ada yang mengingatkan.” jawab Armaya.
Isteri Armaya keluar dari kamar, dia memberitahukan pada Armaya dan Matt Paten kalau putrinya pingsan,
“Abah.. Rani sudah pingsan tuh, tadi buang airnya juga cukup lama.” ujar isteri Armaya.
“Gak apa-apa bu.. nanti dia juga akan siuman, dia sedang mengalami proses mengistirahatkan tubuhnya.” jelas Matt Paten.
Matt Paten menjelaskan pada Armaya dan isterinya, bahwa Rani bukanlah di jahati oleh mantan calon suaminya, tapi di sebabkan oleh orang yang sakit hati pada Armaya.
“Tujuan orang itu ingin menyantet pak Armaya, tapi karena bapak tidak bisa kena dengan hal-hal seperti itu, maka yang jadi korban putri bapak.” terang Matt Paten.
“Siapa ya kira-kira yang sampai jahat seperti itu? Padahal saya baik pada semua orang.” tanya Armaya.
“Biasa pak, pejabat seperti kita ini banyak yang tidak suka, makanya kita harus hati-hati.” ujar Barnus.
“Bapak gak usah cari tahu siapa yang melakukan, biarlah Allah menjalankan tugasnya.” pungkas Matt Paten.
Bersambung
Ceritanya semakin menarik saja, sy tunggu sambungannya..