Matt Paten: “Preman Kampung”

13. Preman Kampung

Matt Paten sedang mengawasi proyek pembangunan Pesantren, yang merupakan wakaf dari Barnus atas nazarnya setelah sembuh dari sakit. Dalam proses pengerjaan proyek pesantren tersebut, ada saja gangguan dari preman kampung.

Hari itu pas Matt Paten lagi berkunjung ke proyek tersebut. Sebelum istirahat siang, ada 4 orang preman kampung yang ingin ‘malak’ atas nama kepentingan Ormas.

Sebagai seorang santri yang memiliki ilmu penghilang raga ’Aji Panglimunan’. Matt Paten tidak ingin memperlihatkan wujudnya.
4 preman itu menyergah ke arah para pekerja proyek,

“Woooi!!, mana nih pimpinan proyeknya!!? Bantu dong ormas di kampung ini!!” sergah salah satu preman.

Mandor tukang menghampiri mereka, “Pimpinan proyeknya lagi ke Mesjid mas, ntar juga pulang,” ujar mandor.

“Kita gak peduli, dia mau kemana.. sekarang mana jatah buat ormas?” ujar preman yang satunya lagi.

Timbul kejahilan Matt Paten, karena wujudnya tidak terlihat dia pukul punggung preman yang paling terdepan. Merasa ada yang pukul dari belakang, dia menoleh ke belakang dan menghardik temannya yang berdiri persis di belakangnya,

“Kok kamu pukul saya!!” hardiknya. Preman yang di belakang tidak terima dia tuduh memukul, “lho? Siapa yang pukul? Dari tadi saya cuma berdiri kok?”

Matt Paten kembali menjahili mereka, dengan pukulan angin. Sehingga mereka terjerembab ke arah mandor,

“Bangsat!! Siapa nih yang coba-coba melawan kita? Ayo tampakkan wujudnya!!” hardik ketua premannya.

Dari arah dalam proyek Matt Paten muncul, “Ada apa kang? Ada perlu apa maksud saya?” tanya Matt Paten.

“Udah!! Jangan banyak bacot, kamu pimpinan proyeknya ya? Mana jatah buat ormas?” tanya ketua Preman.

“Jatah apa? Gak lihat plang proyeknya? Ini pembangunan pesantren untuk warga di sini, kok minta jatah?” Matt Paten balik bertanya.

Dengan tetap tenang, Matt Paten menjelaskan soal proyek tersebut, bahwa semua itu bantuan sosial, bukan proyek pribadi atau pemerintah daerah.

Ketua preman menghampiri Matt Paten, dan mencengkram krah baju Matt Paten,
“Kamu mau kasih, atau kamu saya habisi!!” ancam ketua preman itu dengan garang.

“Habisi saja.. karena saya memang tidak pegang uang.” ujar Matt Paten.

Ketua preman itu melepaskan cengkramannya di krah baju Matt Paten, sambil mendorongnya dengan kasar. Sehingga Matt Paten terjerembab ke tanah,

“Habisi dia..!!” perintah ketua preman pada anak buahnya.

Belum sempat Matt Paten berdiri, mereka sudah menyerang Matt Paten. Seketika Matt Paten menghilangkan wujudnya, para preman itu kaget tidak melihat Matt Paten di hadapannya.

Tiga orang yang berdiri sejajar, ingin menghajar Matt Paten masih berdiri tercengang. Preman yang paling tengah, tiba-tiba merasa ada yang menampar kepalanya dari sebelah kanan, dia menoleh ke arah temannya yang ada di sebelah kanan,

“Kenapa kamu menampar saya!!? sergahnya pada teman di sebelah kanannya.

Temannya tidak terima dia tuduh menampar, “Siapa yang menampar kamu? Wong saya aja masih bingung.” jawab temannya.

“Stop!! Kalian gak usah bertengkar, musuh yang kita hadapi ini demit. Punya ilmu menghilang, percuma kita lawan. Ayo kita cabut!!” ajak ketua preman.

Baru saja mereka mau beranjak pergi, Matt Paten memperlihatkan wujudnya, dia sedang duduk di atas salah satu motor preman tersebut,

“Cari uang itu harus berkeringat, kalian gak lihat itu para kuli bangunan, yang kerja keras untuk menghidupi anak isterinya.” ujar Matt Paten.

“Apa urusan kamu? Kami mau cari uang dengan cara apa pun itu hak kami, bukan urusan kamu.” ujar ketua preman.

“Tapi, kalau cara kalian cari uang dengan memalak orang lain, kalian jadi urusan saya.” jawab Matt Paten.

Ketua preman kesal dengan Matt Paten, karena sudah mengusik pekerjaan mereka,
“Kalau kamu kesatria, hadapi saya bukan dengan tanpa wujud! Ayo adu kekuatan dengan saya.” tantang ketua preman tersebut.

“Saya tidak mau cari permusuhan. Tapi, kalau kalian bersikeras mau adu kekuatan sama saya, saya tidak akan mundur setapak pun.” ujar Matt Paten.

Tiga orang anak buah preman menyerang Matt Paten yang sedang duduk di atas motor, masing-masing membawa balok kayu, mereka memukul Matt Paten sekencang-kencangnya.

Seketika Matt Paten melesat bagaikan angin. Sehingga balok kayu itu menghantam motor mereka sendiri.

“Bangsat!! Motorku hancur!!” Teriak salah satu preman, sementara Matt Paten berdiri di belakang mereka.

“Senjata makan tuannya.. hahahahaha,” ujar Matt Paten sambil tertawa.

Ketua preman yang ada di belakang Matt Paten, merasa dapat peluang untuk memukul dari belakang. Baru saja dia mau bergerak merangsek Matt Paten, tiba-tiba Matt Paten menghentakkan kakinya ke tanah, dan ketua preman itu terjengkang kebelakang dengan sekujur tubuhnya kaku.

Tiga preman yang lainnya segera menghampiri ketua preman,
“Bos.. kenapa jadi kaku begini? Bos ada darah tinggi ya?” tanya salah satu preman.

Ketua preman tidak bisa menjawab, karena mulutnya ikut kaku, Matt Paten mendekat ke arah mereka,

“Masih mau ganggu proyek ini? Nasib kalian akan seperti bos kalian!!” ujar Matt Paten.

Ketiganya seperti orang kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa agar bosnya kembali seperti semula. Matt Paten mendekat ke ketua preman sambil berjongkok, dengan tangannya dia usap bagian punggung ketua preman.

Seketika ketua preman pulih seperti semula.
Ketua preman itu menatap ke arah Matt Paten dengan takjub, Matt Paten mengulurkan tangannya,

“Maafkan saya malah sudah membuat kalian menderita.” ujar Matt Paten.

Dengan gugup, ketua preman itu menerima uluran tangan Matt Paten,
“Kkaami yang minta maaf.. karena sudah mengganggu proyek ini.” ujar ketua preman.

Ketua preman itu di bantu Matt Paten untuk berdiri, “Ini proyek amal, tidak elok kalau kalian palak.” Matt Paten ingatkan ketua preman.

“Iiiyya.. sekali lagi kami minta maaf, kami tidak akan kesini lagi,” jawab ketua preman.

“Sekarang.. silahkan kalian pergi, sebelum kesabaran saya habis.” tegas Matt Paten mengusir mereka.

Dengan masih tertatih-tatih, ketua preman itu di papah oleh anak buahnya meninggalkan area proyek. Mereka bingung satu motornya rusak karena di pukul pakai balok. Sehingga satu motor itu hanya bisa di dorong saat meninggalkan area proyek.

Sambil meninggalkan area proyek, sesekali mereka menoleh ke belakang, dengan perasaan ketakutan. Melihat semua itu Matt Paten hanya tersenyum.

Matt Paten ingatkan pada mandor tukang,
“Kalau ada preman-preman seperti itu minta uang di proyek, jangan di kasih. Suruh mereka berhadapan sama saya.” ujar Matt Paten.

“Kalau pas masnya ada di sini kita bisa kasih tahu. Tapi, kalau lagi gak ada, kita sih gak bisa apa-apa mas.” ujar Mandor.

“Gak usah takut, hadapi aja. Kalau kita nya berani, mereka juga mikir, karena preman seperti itu gak ada apa-apa nya.”

Matt Paten juga ingatkan soal kualitas bahan jangan sampai di curangi, karena percuma tidak akan berkah uang yang dimakan. Matt Paten ingin semua uang digunakan sesuai dengan besteknya.

Bersambung

Tinggalkan Balasan