Novel | Seruni, Catatan Isteri Seorang Politisi #3

Fiksiana, Novel410 Dilihat

Catatan 3

Ada yang tidak biasa aku alami hari ini, kehamilanku mau memasuki bulan ketiga. Entah kenapa perasaan rinduku sama mas Grasto begitu kuat. Ada keinginan menziarahi makamnya, untuk sekadar bercerita kepadanya, meskipun dia sudah berada di alam lain. Meskipun setiap selesai sholat, aku selalu mengirimkan doa untuknya.

Kadang, ada keingin berjumpa dengannya, meskipun hanya dalam mimpi. Mas Grasto, adalah lelaki yang sangat berbeda, jika di bandingkan dengan lelaki yang pernah aku kenal. Dia mudah sekali memberikan maaf pada siapapun yang sudah bersalah terhadapnya.

Itulah makanya, aku sangat sulit untuk pindah kelain hati, padahal kadang aku sangat merasa kesepian, sangat ingin ditemani seseorang yang mencintaiku. Selama dua tahun bersama mas Grasto, sejak kami pacaran, sampai menikah, belum pernah sekalipun dia marah. Dia selalu ingin ketenangan, tidak ingin ada keributan dan pertengkaran.

Sekarang, dari sekian orang yang mendekatiku, aku baru melihat kalau mas Todhy yang sifatnya mendekati mas Grasto.

Orangnya gak banyak omong, tidak suka cari perhatian, dan juga tindakannya semua sangat wajar, tidak ada yang dipaksakan. Kadang aku ada keinginan berbincang-bincang banyak dengannya, tapi dia bukanlah tipikal laki-laki yang suka banyak bicara.

Pernah suatu kali, saat kami sama-sama pulang dari pemakaman, sepanjang jalan kami hanya banyak diam, mas Todhy kalau tidak diajak bicara, dia tidak akan bicara, sehingga aku serba salah, dia sangat berwibawa, itulah yang membuat aku sungkan. Bisa jadi karena dia menganggap aku sedang berduka, dia dia tidak ingin banyak bicara.

Pernah juga suatu saat, aku mampir ke kantornya di Gedung DPR, aku mampir keruangannya setelah aku selesai mengambil barang-barang mas Grasto, yang ada di kantor, dia senang sekali menerima kedatanganku,

“Hai Seruni, mas senang banget kamu mau mampir, kamu sehat?” Tanyanya saat itu

“Alhamdulillah sehat mas, aku barusan dari ruang kerja mas Grasto, untuk ambil barang-barangnya yang masih tertinggal,” jawabku

“Oh ya.., inilah istana kecil mas, disinilah kami sering ngobrol sama almarhum, kadang mas kalau ingat dia, suka sedih sendiri, karena dia selalu ramai kalau ngobrol,”

“Mas Todhy udah makan?” Tanyaku pada Todhy

“Kamu sendiri sudah makan belum? Bumil gak boleh telat makan lho?” Mas Todhy balik bertanya

Akhirnya aku dan mas Todhy, makan siang bersama di Plaza Senayan, aku disuruh ikut mobil dia, dan mobilku dibawa sama sopirnya.

Selama makan siang, dia juga tidak banyak bicara, kalau tidak aku yang mendahului bicara. Dia banyak cerita tentang keluarganya, dia sekarang merasa sebagai seorang ayah dan sekaligus menjadi seorang ibu.

Dua orang anaknya yang masih kecil-kecil sangat membutuhkan perhatian seorang ibu, tapi dia belum berani katanya untuk mencari pengganti isterinya. Dia takut nanti isterinya gak cocok dengan anak-anaknya,

“Berapa usia anak-anak mas Todhy?”

“Yang paling gede baru umur 6 tahun, dan yang kecil baru umur 4 tahun, isteri mas meninggal 4 tahun yang lalu, saat melahirkan anak mas yang terakhir,”

“Wah masih kecil-kecil ya mas, kenapa gak cari isteri lagi mas, biar anak-anak ada yang urus?”

“Gak tahulah Runi, mas belum berani, takut anak-anak gak bisa terima ibu barunya.”

Kami hanya ngobrol hal-hal seputar itu saja, belum pernah satu kalipun mas Todhy memperlihatkan perasaannya padaku, apa lagi mengungkapkan isi hatinya. Jadi aku sendiri juga tidak punya keinginan membicarakan hal lain, selain tentang keluarganya.

Mas Todhy juga rajin ibadahnya, seperti halnya mas Grasto, selama menemani aku, saat mas Grasto sakit, tidak pernah dia meninggalkan sholatnya. Itulah mungkin yang membuat dia cocok berteman dengan mas Grasto.

“Nanti kalau kehamilan kamu semakin membesar, kamu harus cari pembantu ya, gak boleh kamu kerjain sendiri pekerjaan rumah kamu,” itu saran mas Todhy

“Kamu juga gak boleh nyetir, kalau ada keperluan yang mendesak harus keluar, kamu pakai taksi online, kalau enggak, kamu telepon saya ya,” ucapnya lagi

“Ya mas, terima kasih atas perhatiannya mas.” Jawabku

Perhatian yang diberikan mas Todhy itu biasa aja, tapi gak dibuat-buat, semua terkesan sangat wajar. Pernah ada juga lelaki yang sok perhatian, sehingga apa yang dilakukannya terkesan maksa banget, contohnya gini,

“Haduh, kamu lagi hamil, jangan terlalu sibuk ya, ntar kamu kenapa-napa aku kasihan sama kamu,”

“Aku gak mau kalau kamu kenapa-napa, karena aku sayang banget sama kamu.”

Yang seperti itu, aku justeru anggap lebay, bukan care, tapi mencari perhatian. Aku gak terlalu suka diperlakukan secara berlebih-lebihan, aku lebih suka yang biasa-biasa aja.

Oh ya, tadi pagi, laki-laki yang membuntuti aku dari supermarket, muncul lagi melintas didepan rumah dengan mobilnya. Seperti biasanya sambil melihat, dia menyunggingkan senyuman. Aku sih biasa aja meresponnya. Laki-laki itu juga aku anggap misterius, dan bagian dari godaan.

Saat ini, aku belum ada keinginan untuk membina hubungan dengan lelaki, aku masih ingin menikmati kesendirian, entahlah kalau suatu saat Tuhan membuka hatiku, untuk bisa menerima kehadiran laki-laki lain.

Kalau aku cuma sekedar ingin membunuh sepi, aku bisa menghabiskan waktu dengan menulis dibuku diary. Atau aku bisa menyibukkan diri mempersiapkan segala kebutuhan bayi yang sedang aku kandung saat ini.

Kesibukan di majelis ta’lim juga sangat menghabiskan waktuku, sehingga sepulang dari majelis, aku masih bisa mempelajari ulang kajian yang diberikan. Aku bisa mengaji dirumah, untuk memahami apa yang diajarkan di majelis.

Kehidupanku memang tidak sempurna tanpa seorang suami, tapi aku berusaha untuk menikmati, dan memsyukuri apa yang aku miliki dan nikmati saat ini. Apa yang diwariskan oleh mas Grasto untuk aku dan anaknya yang sedang aku kandung, masih sangat mencukupi.

Itulah yang menjadi pikiran aku saat ini, bagaimana caranya aku bisa menggunakan apa yang diwariskan mas Grasto, agar bisa lebih bermanfaat, dan cukup untuk aku dan anakku melanjutkan hidup nantinya.

Aku sedang berpikir untuk membuat usaha rumahan, yang bisa menghasilkan uang, agar apa yang ditinggalkan mas Grasto, bisa bermanfaat bagi masa depan aku dan anakku.

Itulah sekadar ceritaku hari ini, semoga cerita ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca, dan bisa diambil manfaatnya. Hidup harus senantiasa berbagi, tidak bisa berbagi harta, minimal berbagi ilmu dan pengalaman.

Tinggalkan Balasan