Reportase Diklat Desain Sampul dan Ilustrasi Buku IKAPI
Mewakili YPTD, saya dipercaya untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta, yang diadakan di Hotel Orchardz di jalan Industri Jakarta Pusat.
Untuk menuju tempat diselenggarakannya Diklat tersebut, saya sempat nyasar ke Hotel Orchardz yang ada di jalan Pangeran Jayakarta, untungnya posisi Hotel Orchardz Industri berada pada jarak sepelemparan batu, sehingga saya tidak telat sampai di lokasi.
Tanpa proses yang berbelit, meskipun tetap harus mematuhi prokes saya sampai juga di ruangan tempat acara diselenggarakan. Saya mengambil posisi duduk di sebelah Pak Chaerudin, dari Penerbit Cakrawala setelah terlebih dahulu saya memperkenalkan diri.
Setelah kurang lebih setengah jam berada di ruangan Hotel Orchardz, Meeting Room acara pun dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selanjutnya ketua IKAPI DKI Jakarta membuka acara dan memberikan kata sambutan.
Singkat cerita, acara yang mendatangkan 4 narasumber, 3 dari Dosen DKV FSRD IKJ, Nicholas Wila Adi, M.Sn, Rasuardie, M.Sn, Rangga Samiaji, M.Sn dan 1 orang merupakan fraktisi desain dari Gagas Media, yakni Agung Nugroho.
Ke 4 narasumber memberikan pemaparan tentang hal-hal elementer terkait Desain Sampul dan Ilustrasi Buku, dengan penyajian yang berbeda. Memang ada perbedaan penyajian antara kalangan akademisi dengan praktisi.
3 narasumber yang merupakan akademisi dari Deskov IKJ metode yang disajikan dalam proses mendesain sampul buku agak lebih “njelimet” meskipun runtun dalam penyajiannya. Wajar saja karena mereka biasa berhadapan dengan kalangan akademisi.
Agak berbeda dengan Agung Nugroho yang seorang senior graphic design, merupakan praktisi grafis yang sehari-harinya memang bergelute dalam bidang desain sampul dan Ilustrasi buku. Agung lebih simpel dan praktis dalam menyajikannya.
Sebagai praktisi desain grafis, saya merasa yang dibutuhkan oleh para pekerja yang terlibat dalam penerbitan, khususnya desain sampul dan Ilustrasi Buku adalah, metode yang paling praktis dalam merancang desain sampul buku, bukanlah kaidah-kaidah akademis.
Secara substansial, ritme dunia penerbitan itu bergerak sangat cepat. Kalau orang-orang yang di dalamnya menganut metode akademis, tentunya akan sangat menghambat pekerjaan dalam lingkup penerbitan.
Harus melakukan riset terlebih dahulu sebelum merancang sampul buku, harus memperhitungkan tipografi yang akan dipilih agar berkarakter, seperti yang dilakukan Nicholas, maka untuk penerbitan 1 buku dibutuhkan waktu berbulan-bulan.
Perbedaan mindset kalangan akademis dengan praktisi sangat kentara. Lain soal kalau buku yang akan diterbitkan memang membutuhkan detil sejelimet itu. Padahal, sejauh pengalaman yang saya lalui, proses itu pun bisa lebih praktis, kalau sudah mempunyai sistem dalam eksekusinya.
Sebagai seorang praktisi desain grafis, Agung Nugroho menutup acara tersebut dengan menyajikan desain sampul buku karyanya, yang secara estetika sangat mumpuni, juga memilki karakter yang kuat dan menjadi “brand-nya” sebagai seorang senior desain grafis.
Pada galibnya, apa pun yang dihasilkan oleh seniman itu pada dasarnya sebuah karya seni yang bermuara pada aspek keindahan. Keindahan yang dimaksud adalah keindahan yang universal, bisa dinikmati semua orang, bukan cuma dinikmati oleh senimannya.
Saya bisa katakan demikian, karena meskipun alumni DKV FSRD IKJ, saya juga lebih suka disebut sebagai praktisi desain grafis ketimbang akademisi. Sejatinya saya memang tidak lagi bergelut dengan dunia akademis. Jadi sedikit banyak saya bisa melihat kelebihan dan kekurangannya kalangan akademis dan praktisi.