Pada akhirnya inilah ujung dari kisah Pramuka yang saya ikuti sejak tahun 2001 silam. Perjalanan selama 9 tahun memang perjalanan yang terbilang pendek. Akan tetapi, makna dan dampaknya sangat besar sekali terasa di sepanjang kehidupan. Maka sebagai bentuk penghormatan terhadap organisasi yang pernah saya geluti ini, mesekipun ini adalah ujung tapi bukan akhir dari Pramuka yang telah hidup dihati saya.
Pramuka memang seringkali dibenturkan oleh berbagai pihak, mulai dari pemahaman yang dianggap diambil dari referensi asing yaitu seorang sir Baden Powell, aktifitas api unggun yang dianggap ritual syirik, jurit malam yang dianggap sebagai ajang peloncoan, dan tentu saja citra jorok dan jarang mandi yang kerap disandingkan dengan kami. Tapi terlepas dari berbagai hal itu, saya merasakan betul karakter yang menjadikan Pramuka sebagai warna tambahan dalam hidup.
Ya saya tidak menganggap pramuka sebagai konsep filosofi utama dalam hidup. Pramuka saya anggap sebagai pelengkap dan penyempurna dari berbagai hal yang saya hadapi. Dengan keterampilan baris berbaris saya menjadi disiplin, keterampilan berbicara saya berhasil tampil di berbagai ajang, keterampilan survival menjadikan saya siap hidup dimana saja, dan keterampilan memimpin menjadikan saya menduduki jabatan strategis diberbagai kepengurusan organisasi lain.
Sayonara, sampai jumpa lagi
Dulu saya bertekad, bahwa mungkin selepas dari Dewan Kehormatan dan menjadi alumni, saya akan kembali aktif di Pramuka. Entah melanjutkan ke jenjang pandega ataupun menjadi pembina. Menjadi pembina memang tidak dibutuhkan pengalaman dan materi yang mumpuni, karena jabatan pembina di sebagian sekolah adalah tugas tambahan yang kepengurusan lisensinya bisa diatur secara administrasi.
2018 kesempatan untuk menjadi Pembina pun datang. Sekolah tempat saya mengabdi menunjuk saya menjadi Pembina Pramuka, setelah melihat riwayat perjalanan kepramukaan, dan tentu setelah dua pembina sebelumnya tidak melanjutkan karirnya. Namun sayang, ternyata tantangan menjadi pembina berbeda jauh dengan pengalaman-pengalaman saya yang dulu. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk berhenti sepenuhnya dari perjalanan karir kepramukaan.
Jika saya mengingat kembali kak Ade Guntur, Pak Miftah, Pak Johan, dan pembina-pembina pramuka lainnya, saya menyadari bahwa ternyata melatih pramuka itu tidak mudah. Mereka adalah guru-guru yang luar biasa, yang saya tidak sanggup untuk menirunya.
Sampai di titik ini, saya belum terbayangkan kembali apakah akan melanjutkan karir di Kepramukaan lagi atau tidak. Sementara saya akhiri kisah memoar ini dengan sebuah lagu pramuka yang mungkin sudah kita ketahui bersama…
Sayonara… sayonara… Sampai berjumpa lagi…
Sayonara.. sayonara… sampai berjumpa lagi…
Buat apa susah… buat apa susah.. susah itu tak ada gunanya…
Salam pramuka ….
<<Tamat>>