Tepat pada hari ini, Jum’at 31 Mei 2024 diperingati sebagai hari Tanpa Tembakau Sedunia. Peringatan tahun ini mengambil Tema “Protecting Children From Tobacco Industry Interference” atau “Melindungi anak-anak dari campur tangan industri tembakau”.
Dilansir dari Kementrian Kesehatan, Hari Tanpa Tembakau Sedunia pertama kali dicanangkan oleh negara-negara anggota WHO pada tahun 1987. Sejumlah negara itu memberikan tanggapan terhadap krisis tembakau global dan penyakit serta kematian yang disebabkan oleh epidemi. Bahkan, setiap tahunnya WHO melaporkan 8 juta angka kematian karena pengonsumsian tembakau (www.tribunnews.com)
Perilaku merokok pada anak usia sekolah merupakan masalah sosial yang sampai saat ini belum bisa diatasi dan mengalami peningkatan di setiap tahunnya.
Prevalensi remaja perokok usia 10-18 tahun di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Global Youth Tobacco Survey tahun 2014 melaporkan bahwa Indonesia memiliki jumlah remaja perokok terbesar di dunia. Studi awal yang dilakukan pada 113 siswa dari 3.076 siswa atau 3,6% siswa di tiga SMP di Surabaya Utara ditemukan merokok oleh guru BK. Mereka menemukan siswanya merokok di area sekolah dan kantin di sekitar sekolah, dan juga guru mengatakan bahwa mereka berasal dari keluarga perokok
Merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terjadi tren peningkatan prevalensi atau jumlah kasus anak umur 10 tahun yang merokok dari 28,8 persen pada 2013, naik menjadi 29,3 persen pada 2018. Sementara itu, prevalensi anak usia 10-18 tahun yang merokok juga naik sebesar 1,9 persen dari 2013 sebesar 7,2 persen, menjadi 9,1 persen pada 2018
Masa remaja adalah masa “topan dan badai”, merupakan masa perubahan emosi, fisik, minat dan pola perilaku. Remaja mulai meninggalkan sikap dan tingkah laku yang kekanak-kanakan, dan mulai menunjukkan kemampuan berperilaku dewasa. Salah satu perilaku tersebut yaitu perilaku merokok. Perilaku merokok ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi remaja baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial dan psikologis.
Remaja percaya bahwa berada disekitar orang perokok memberi mereka motivasi untuk berperilaku merokok dan mereka percaya bahwa orang disekitar mereka akan menyetujui mereka untuk merokok. Temuan ini didukung oleh hasil data demografi responden yang menunjukkan bahwa remaja awal yang merokok mayoritas berasal dari keluarga perokok.
Sementara disisi lain, banyak anak – anak dan remaja yang tidak mengetahui efek negatif rokok bagi kesehatan seperti nikotin, CO (karbon monoksida) dan tar akan merangsang kerja sistem saraf pusat dan detak jantung untuk mempercepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain. Dari sisi ekonomi perilaku merokok pada dasarnya membakar uang remaja yang tidak memiliki penghasilan sendiri. Sehingga dulu penulis sering guyon dengan kawan – kawan perokok bahwa kl merokok itu harus kaya, soalnya harus mampu mebeli rokoknya dan harus mampu membeli biaya pengobatannya. Sementara dampak lain adalah dari segi sosial, asap rokok dapat membuat ketidaknyamanan bagi orang di sekitarnya. Dari sisi psikologis merokok dapat menyebabkan ketergantungan, yaitu individu akan merasa cemas ketika tidak bisa merokok. Karena zat – zat dalam rokok dapat membangkitkan dopamine dari perokok yang menyebabkan mereka merasa “nyaman sesaat” saat menghisap rokok
Meningkatkan kesadaran global tentang manipulasi dan taktik industri tembakau dalam meningkatkan penggunaan tembakau dan produk tembakau oleh anak dan remaja adalah sebuah pekerjaan yang sulit dilakukan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu kita perlu menggerakkan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian konsumsi tembakau oleh anak dan remaja sehingga anak – anak dan remaja mampu memilah dan memilih yang tindakan yang terbaik buat mereka (RD)