Pemimpin Shinkansen VS Pemimpin Argolawu

Karir35 Dilihat

Juara dunia 7 kali, Valentino Rossi mengumumkan pengunduran diri setelah 22 musim balapan di kelas utama balapan MotoGP yang telah membawanya sebagai pembalap legenda yang paling banyak penggemarnya. Dalam konferensi pers yang dilaksanakan Kamis 5 Agustus 2021, Valentino Rossi menyatakan akan berhenti berkompetisi balapan MotoGP pada akhir musim 2021. Pengumuman ini hanya sekitar dua hari menjelang dimulainya musim paruh kedua balapan MotoGP 2021 yang akan dimulai di Sirkuit Red Bull Ring, Speilberg, Austria pada 7 dan 8 Agustus 2021.

Dibalik kesuksesan seorang VR 46 ada sebuah tim mekanik yang solid. Umumnya, saat seorang pebalap pindah ke tim lain, maka dia pindah sendiri tanpa membawa para mekanik dari tim sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada Valentino Rossi. Rossi merupakan salah satu pebalap yang mempertahankan tim mekaniknya meski sudah beberapa kali pindah ke tim lain. Sejak tahun 2000, Rossi sudah membela empat tim, yaitu Naztro Azzuro (2000-2001), Repsol Honda (2002-2003), Yamaha MotoGP (2004-2010) Ducati (2011-2012), dan kembali lagi ke Yamaha MotoGP (2013-sekarang). Rossi jarang sekali mengganti anggota tim mekaniknya. Begitu pula dengan mekaniknya, sangat loyal kepada pebalap berkebangsaan Italia tersebut. Rossi sangat  yakin dia tidak bisa bekerja sendirian, dia perlu pendukung dalam kesuksesan karirnya. Demikian juga semua elemen yang paling kecil sekalipun dalam tim memberikan andil dalam World Championships yang sepertinya cuma milik Rossi saat itu. Kita melihat disini bahwa prestasi didapat dari sebuah kelompok kerja (team work). Selain itu, salah satu alasan yang membuat para mekanik tersebut bertahan bersama Rossi adalah karena pebalap yang dijuluki The Doctor tersebut selalu mengapresiasi kinerja timnya

Dari hal diatas dapat kita sadari dan lihat betapa banyak potensi skill bawahan yang bisa dilejitkan jika seorang pemimpin sadar dan segera mencopot gaya kepemimpinan manajemen “One Man Show.” Karena kita harus sadar, setiap kita yang menjadi pemimpin bukanlah seorang pemimpin yang serba hebat. Kita hanya manusia biasa yang punya banyak kelemahan alias tidak sempurna.  Mari kita berfikir sejenak, betapa potensi skill, tenaga dan modal tidak akan terhambur sia-sia jika semuanya bisa diarahkan bukan dengan gaya “One Man Show”. Yakinlah, hasilnya akan berbeda, lebih berkembang dan positif.

Karena proses pemberdayaan yang dilakukan, membuat bawahannya yang memiliki potensi muncul dan mampu menjalankan pekerjaan pimpinan yang didelegasikan kepadanya. Sebagaimana Tom Peater pernah mengatakan, “Leaders don’t create followers, they create more leaders (Para pemimpin ‘sesungguhnya’ tidak menciptakan pengikut, tapi menciptakan para pemimpin lainnya).” Ketika seorang pemimpin fokus memberdayakan, maka fokus pemimpin adalah membantu bawahan. Jika bawahan merasa terbantu, maka tanpa diminta bawahan pun akan segera membantu ketika pemimpinnya terlihat membutuhkan bantuan.

Jamil Azzaini (Inspirator Sukses Mulia) pernah mengatakan bahwa, pemimpin yang menganggap dirinya adalah segalanya, seperti kereta Argolawu, membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam dari stasiun pasar Turi di Surabaya ke stasiun Gambir di Jakarta. Beda halnya dengan kereta cepat Shinkansen, yang hanya membutuhkan waktu 2 jam saja untuk menempuh jarak yang sama yang ditempuh oleh kereta Argolawu

Kenapa hal ini bisa terjadi ? Karena kereta Argolawu, lokomotifnya hanya satu (di depan saja), sedangkan kereta Shinkansen lokomotifnya ada di setiap gerbong, sehingga jiika gerbong utamanya rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka seluruh gerbong yang dibelakangnya akan ikut terhambat perjalanannya. Beda dengan kereta Shinkansen yg memiliki lokomotif disetiap gerbong, maka mereka tidak akan bergantung dengan gerbong utama.

Sebagai seorang pemimpin, maka sebaiknya seorang pemimpin  jangan dulu menyalahkan bawahan, sebab hal yang paling utama dan strategis untuk di evaluasi adalah gaya kepemimpinan yang kita anut. Jika kita ingin mengembangkan usaha dan bukan sekedar menjalankan usaha, ingin hidup lebih sehat dan bahagia, segeralah tinggalkan konsep kepemimpinan “One Man Show”.

Oleh karena itu, mari kita sama – sama belajar menjadi pemimpin Shinkansen dan bukan menjadi pemimpin argolawu dengan berusaha memaksimalkan potensi bawahan bukan mematikan potensi yang mereka miliki sehingga kita dapat menciptakan pemimpin – pemimpin baru yang akan menjadi lokomotif perubahan dan percepatan pada organisasi yang kita miliki (Ardiansyah, pada Agustus 2021)

Tinggalkan Balasan