Sawang Sinawang

Filosofi78 Dilihat

Oleh : Ardiansyah

Malam ini, selepas maghrib, seperti biasanya adalah jadwal mengantar putri sulung saya latihan Taekwondo. Sambil menunggu ditempat latihan saya mulai membaca pesan WhatsApp yang masuk sore ini, salah satunya adalah WhatsApp Video yang bercerita tentang seekor burung gagak hitam yang merasa tidak puas dengan hidupnya. Sang gagak ini merasa bahwa dirinya adalah burung yang paling jelek karena bulunya yang  berwarna hitam, lalu dari atas dahan sebuah pohon dia melihat seekor angsa sedang mandi disebuah kolam, sang gagak pun menghampiri sang angsa putih dan berkata “Engkau pasti adalah burung yang paling bahagia di dunia, bulumu berwarna putih, semua orang pasti sangat menyukaimu.” Lalu sang angsa menjawab “Sebenarnya, saya merasa adalah burung terindah yang hidup, sampai saya melihat burung kakak tua yang memiliki dua warna, dan saya fikir burung kakatua adalah burung paling bahagia di dunia ini.”

Lalu gagak mendekat ke burung kakatua dan mengatakan semuanya, kakatua menjelaskan “Saya hidup bahagia sampai saya melihat seekor merak, bulunya indah dan berwarna – warni.” Lalu burung gagak terbang mengunjungi burung Merak di sebuah kebun binatang dan melihat banyak orang berkumpul untuk melihatnya. Setelah orang – orang pergi, burung gagak mendekati burung merak dan berkata “Merak, kamu sangat cantik, setiap hari ratusan orang melihatmu, sedangkan ketika mereka melihatku mereka hanya ingin aku pergi. Menurut saya kamu adalah burung yang paling bahagia,” Namun jawaban sang merak sangatlah menyedihkan, merak berkata “Saya selalu berfikir bahwa saya adalah burung yang paling indah dan bahagia di dunia, tapi karena keindahan ini lah saya terjebak dalam sangkar dari waktu ke waktu, saya berfikir bahwa saya akan senang hari jika bisa berkelanan kemana – mana dengan bebas seperti kamu wahai Gagak.”

Inilah masalah dasar manusia, seringkali kita membuat perbandingan dengan orang lain dan merasa sedih. Adegan yang menggambarkan keadaan burung Gagak tersebut membuat penulis ingat dengan sebuah pepatah jawa yang berbunyi “Urip Iku Mung Sawang Sinawang” yang secara harfiah diartikan sebagai “Hidup Itu Hanyalah Pandang Memandang”. Apa yang terlihat nikmat pada diri orang lain, kadang – kadang tidak seperti itu yang dirasakan oleh yang bersangkutan. Sementara disisi lain mereka juga melihat kita dengan pandangan yang sama. Kita melihat orang lain sepertinya senang dan bahagia. Dan orang lainpun melihat kita sepertinya senang dan bahagia

Kadang kita berfikir bahwa orang yang kaya, berduit, itu pastilah hidupnya bahagia, Padahal orang kaya belum tentu hatinya bahagia. Dan orang miskin belum tentu juga tidak bahagia. Demikian pula, orang yang punya jabatan tinggipun belum tentu bahagia., dan orang awam/biasa saja belum tentu juga tidak bahagia.

Jadi tidak usah merasa iri dengan kesuksesan orang lain. Tiap-tiap kita sudah Allah gariskan ujian dan cobaannya. Kadang kita melihat orang tersebut selalu bahagia, namun kenyataannya mereka kadang pandai menyembunyikan masalah / cobaan hidup. Ada orang yang Kaya raya, kerjanya sukses, karirnya lancar tapi diuji dengan penyakit atau keluarganya yang tidak harmonis

So gaes, mulai sekarang, mari kita nikmati hidup kita masing-masing dan memperbanya rasa syukur kita pada sang maha pencipta, walaupun katanya rumput tetangga selalu nampak lebih hijau. Mulai sekarang marilah kita berhenti melakukan perbandingan dengan siapapun, kecuali untuk hal berlomba – lomba dalam kebaikan, dan segera keluar dari lingkaran ketidakbahagiaan.

Islam telah mengajarkan kepada kita tentang Syukur Nikmat, dan sebagaimana firman Allah SWT :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(QS. 14 : 7)

Olehnya marilah kita mensyukuri ni’mat yang Allah telah berikan kepada kita dan menjauhkan diri kita dari kufur ni’mat.

Tinggalkan Balasan

2 komentar