PUJI-PUJIAN LAGI TREND ZAMAN NOW

Terbaru0 Dilihat

Puji-Pujian Zaman Now, Pandemi Covid-19 Melanda Dunia tak terkecuali Indonesia. Sejak pertengahan Maret 2020 dimulai dari DKI Jakarta, ibu kota tercinta sang Gubernurnya melaksanakan PSBB, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar.


Di sisi lain pandemi pembelahan masyarakat pasca Pilpres 2019 masih terasa di jagad maya, media sosial dan di warung pojok lapak-lapak tongkrongan masyarakat, yamg ini membuktikan kohesi sosial kita sangat-sangat rapuh. Apa seban dan apa masalahnya?

Sang presiden yang di dukung oleh keluatan politik berbeda dari sang Gubernur pun selalu terkesan berbeda, terlihat dari maju-mundurnya kebijakan apakah lockdown atau tidak, apakah PSBB atau PSBM atau PSBK (Pembatasan Sosial Betskala Mikro/Kecil).

Tidak sampai hanya disitu akibat dari “dendam politik” berkepanjangan antara dua kubu berbeda juga terlihat dalam menyikapi RUU (Rancangan Undang Undang). Mulai dari polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Haluan Ideologi Pancasila maupun RUU Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), samlai akhirnya berganti nama jadi Ciptaker, atau Cipta Lapanga Kerja.

Apakah selesai? Belum karena penolakan UU Omnibuslau atau Ciptaker itu masih berlanjut sampai detik ini. Apa yang bisa dilakukan oleh tokoh bangsa? Apa yag dilakukan oleh Akademisi? Apa yang bisa dilakukan oleh para aghniya? tentu beda dengan mereka yang sudah tidak berdaya seperti anak kecil atau kaum dhuafa, bagi mereka tidak ada daya dan upaya kecuali memasrahkan diri kepada Yang Maha Esa dan Yang Maha Kuasa.

Pembelahan atau bahkan lebih dari pembelahan baik itu belah dua, belah tiga, belah lima, belah tujuh pun harusnya tidak sampai jadi masalah, karena dalam logika demokrasi, pembelahan masyarakat itu adalah hal yang biasa, bukan hanya dalam kacamata demokrasi saja, dalam pandang agama juga tidak ada masalah, meskipun agama mengajak umatnya untuk bersatu dan mencari beragam titik persamaan.

Bagi mereka para cerdik pandai mungkin bisa mengatasi, tetapi di akar rumput atau grassroot hal itu terkadang mudah jadi bahan perpecahan dan mudah tersulut jika ada pihak ketiga yang sengaja mengipas-ngipasi keadaan. Untuk itu kita patut waspada, kata kuncinya adalah keadilan, kebijaksanaan, dan keterbukaan dalam sikap dan tindakan, juga kebijakan. Biarkan masyarakat akan menilainya dari berbagai sisi. Apabila tidak tertangani atau ditangani bahaya perpecahan itu akan mengancam persagtuan.

Lalu bagaimana dengan kaum yang lemah? orangtua yang renta? para ahli ibadah menyikapinya? Sebagian dari mereka lalu menuangkannya dalam doa atau wirid atau puji-pujian baik sebelum atau setelah melaksanakan shalat fardhu lima waktu. Jika pada zaman perjuangan (zaman revolusi kermerdekaan dan zaman pemberontakan PKI) dahulu terkenal dengan shalawat asghil nya dari radio Asy-Syafiiyah Jakarta lewat ulama kondangnya KH. Abdullah Syafi’i, maka anak-anak zaman now saat ini melihat kondisi yang ada dengan melantunkan puji-pujian ini:

الله الكافي ربنا الكاي …

Allahul Kafi Robbunal Kafi
Qoshodanal Kafi Wajadanal Kafi
Likullil Kafi Kafanal Kafi
Wanikmal Kafi Alhamdulillah

Muda mudi di ini zaman
Bukan tak pandai pengetahuan
Ilmu dan adab di tinggalkan
Sehingga diri bagaikan hewan … Reff.

Hari ke hari yang dipikirkan
Kisah cinta dan kasih sayang
Lupa mati tinggalkan sembahyang
Sesalkan diri tak kepalang … Reff.

Harta dicari setiap hari
Siang dan malam lupa diri
Anak dan istri lupa mengaji
Sesal di kubur di hari nanti … Reff.

Cukup sudah nasehat ini
Untuk orang yang punya hati
Jika ingin selamat diri
Dekatkan Allah dan juga nabi

Semoga Indonesia makin maju dan berkah bersama berjalannya aturan agama, syariah, ibadah dan akhlak mulia. Bukankah itu tujuan konstitusi kita (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945)? [DM]

Wallahu a’lam.

#PendidikanBerbasisAlQur’andanPancasila

Tinggalkan Balasan

1 komentar