Fajar menyinsing, tak pernah kulewatkan berbincang dengannya kala pagi
Dengan sebuah cermin untuk berkaca menemani
Jangan engkau menertawai
Bahwa cermin ini hanya benda mati
Dia sangat memahami lahir pun batin diri
Cermin memuji walau rambut acak-acakan didepannya
Masih menempel tahi mata
Cantik alami, sembur cermin menggoda
Kala aku berdandan kau mulai terlihat cemburu dan bertanya, mau ke mana?
Bibirku mulai bergincu, dan dirimu merajuk tak bicara
Ah jangan engkau memarahiku
Aku akan selalu kembali padamu
Bukankah engkau sebagai penghiburan saat mendung menggantung di mata
Engkau yang selalu ada saat mata mulai berkaca-kaca
Jangan menangis lagi bisikmu dalam lara
Aku semakin tua, keluhku pada suatu ketika
Sambil meraba kontur muka yang mulai keriput
Engkau tetap masih memuji, kecantikan itu dari jiwa nan elok, jujur dalam kebaikan
Wahai cermin, walau warnamu mulai kusam kita berdua menua
Kita saling berkaca dalam cahaya buram sepanjang masa
Suatu saat kau akan retak berderai, kita akan bercerai
Aku pun pasti pergi tanpa bisa dilerai.
Fatmi Sunarya, 10 September 2021
Puisi ke 20 KMAA
Puisi ini pernah tayang di sebuah blog